
5. Kemashlahatan (istishlah)
Kemashlahatan merupakan salah satu pilar utama dalam syariah Islam. Tuhan menyuruh manusia melakukan kegiatan yang membawa mashlahat dan melarang manusia untuk melakukan perbuatan yang mudhorat. Memelihara lingkungan termasuk kegiatan yang mashlahat dan merusak lingkungan termasuk kegiatan yang mudharat.
Maslahat secara etimologi adalah kata tunggal dari kata al-masalih, yang arti dengan kata solah, yaitu “mendatangkan kebaikan. Setiap segala sesuatu apa saja, yang mengandung manfaat didalamnya baik untuk memperoleh manfaat, kebaikan, maupun untuk menolak kemudharatan, disebut dengan maslahat
Aktifitas mashlahat atau Istishlah bahkan tidak hanya sepanjang umur dunia akan tetapi sampai ke kehidupan akherat (QS: Al- A’raf: 56).
وَلَا تُفْسِدُوْا فِى الْاَرْضِ بَعْدَ اِصْلَاحِهَا وَادْعُوْهُ خَوْفًا وَّطَمَعًاۗ اِنَّ رَحْمَتَ اللّٰهِ قَرِيْبٌ مِّنَ الْمُحْسِنِيْنَ
Terjemahan
Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah (diciptakan) dengan baik. Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan penuh harap. Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat kepada orang yang berbuat kebaikan.
Istishlah juga bisa bermakna pemeliharaan terhadap alam termasuk kepada kehidupan manusia, hewan dan tumbuhan di bumi. Hewan dan tumbuhan diciptakan Tuhan memang diperuntukkan bagi manusia untuk menunjang kehidupannya. Dengan kata lain pemanfaatan alam termasuk hewan dan manusia adalah pemanfaatan yang berkelanjutan.
6. Halal dan haram
Salah satu Instrumen Islam yang menjaga keberlanjutan peran dan fungsi alam serta harmoni kehidupan di alam ini, yakni halal dan haram. Halal bermakna segala sesuatu yang baik, berakibat baik, menguntungkan, dan menenteramkan hati. Segala sesuatu yang menguntungkan atau berakibat baik bagi seseorang, masyarakat dan lingkungan alamnya serta lingkungan sosialnya adalah halal. Sebaliknya segala sesuatu yang jelek, membahayakan atau merusak seseorang, masyarakat dan lingkungan alam dan sosialnya adalah haram. Segala yang membahayakan dan merusak fisik (tubuh) dan jiwa (rohani) manusia, serta alam lingkungannya adalah haram.
Pengertian halal, dalam konteks tafsiran ekologis misalnya, bukan saja harus memenuhi kriteria baik, tidak najis, atau tidak mendatangkan keburukan, tetapi juga harus memenuhi kriteria ramah lingkungan. Label halal, karena itu, harus memasukkan muatan ramah lingkungan yang dalam konsep environmentalism dikenal dengan istilah ecolabelling. Ecolebelling ini bukan saja berlaku dalam produk-produk makanan atau barang komoditas, tetapi juga produk-produk jasa.
Pelanggaran terhadap rambu-rambu halal-haram akan mengakibatkan terjadi ketidak seimbangan atau disharmoni baik dalam kehidupan manusia maupun gangguan keseimbangan ekologis di alam. Misalnya saja perilaku halal adalah mengelola sampah rumah tangga, membuat kompos dari sampah organik, mendaur ulang sampah plastik menjadi pot plastik, ember, tali plastik dsbnya
Tugas memakmurkan bumi yang diemban oleh manusia memiliki berbagai aspek yang perlu diperhatikan, antara lain:
• Al-Intifa’ artinya mengambil manfaat dan mendayagunakan sebaik-baiknya.
• Al-I’tibar artinya mengambil pelajaran, memikirkan, mensyukuri, seraya menggali rahasia-rahasia di balik alam ciptaan Allah.
• Al-Islah artinya memelihara dan menjaga kelestarian alam sesuai dengan maksud sang pencipta, yakni untuk kemaslahatan dan kemakmuran manusia, serta tetap terjaganya harmoni kehidupan alam ciptaan Allah.