Lingkungan

Prinsip-Prinsip Pembangunan Berkelanjutan atau Principles of Sustainable Development

I. SEJARAH PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN

Di Eropa, ide pembangunan berkelanjutan pertama kali dikembangkan di bidang kehutanan. Pada awal abad ke-13, beberapa aturan tentang kesinambungn penggunaan kayu (Hukum kehutanan Nuremberg dari 1294). Masalah penebangan bersih (clear cut) tanpa memperhatikan penghutanan kembali didiskusikan oleh Carlowitz, seorang bangsawan dari Saxony dalam papernya: “Sylvicultura Oeconomica-instruksi untuk penanaman alamiah dari pohon liar” (1713). Calrowitz meminta untuk mempelajari “world’s book of nature”.

Calrowitz menyatakan manusia harus meneliti aturan-aturan alam, dan selalu, secara terus menerus dan “perpetuirlich”. Carlowitz menyarankan dalam bukunya beberapa hal pada konstruksi rumah seperti peningkatan isolasi melawan panas dan dingin, ia meminta penggunaan tungku pelebur dan kompor hemat energi, dan penghijauan terjadwal dengan penanaman dan penebangan. Akhirnya, ia meminta “surrogata” atau “penggantian” fungsi daripada kayu.

Berdasarkan ide-ide ini Georg Ludwig Hartig mempublikasikan sebuah paper pada tahun 1795 yang berjudul, “Instructions for the taxation and characterization of forests”, untuk menggunakan kayu seefektif mungkin, tetapi juga mempertimbangkan kebutuhan generasi yang akan datang. Ide mengenai pembangunan berkelanjutan telah lahir. Akan tetapi, tujuan ini sebenarnya lebih cenderung kepada ekonomi dan sosial alamiah. Prinsip-prinsip awal mengenai pembangunan berkelanjutan hanya dibatasi pada bidang kehutanan dan belum pada bidang lainnya.

Gema protes para pencinta lingkungan (environmentalist) mulai membahana ketika Rachel Carson (1962), dalam buku fenomenalnya, Silent Spring, menuturkan visi futuristiknya tentang ancaman pencemaran dan bahaya nuklir bagi keselamatan penghuni planet bumi ini. Carson meramalkan drama dramatik bahwa suatu saat kelak bakal terjadi musim yang sunyi-sepi tanpa kicauan burung dan rona bunga warna-warni.

Pesimisme reflektif Carson tampaknya sangat menggugah kepedulian umat manusia terhadap keselamatan bumi dari malapetaka dan kehancuran, karena bertambah parahnya kerusakan lingkungan oleh ulah manusia yang tidak terkendali. Tidak terkecuali, bahkan menjadi harapan seluruh umat manusia, bahwa karya Carson turut mengilhami munculnya kesadaran akan kelestarian lingkungan hidup di kalangan PBB. Maka, pada 5 Juni 1972, para pemimpin dunia menghadiri Konferensi PBB mengenai lingkungan hidup di Stockholm, Swedia dan ikut menandatangani kesepakatan untuk memperhatikan segi-segi lingkungan dalam pembangunan. Selain itu, salah satu penyebab diselenggarakannya Konferensi Lingkungan Hidup di Stockholm adalah tekanan negara maju yang khawatir pada masalah lingkungan hidup, khususnya pencemaran.

Namun, dalam persiapannya tumbuh pengertian bahwa di negara sedang berkembang masalah lingkungan hidup justru timbul karena kurangnya pembangunan. Lahirlah konsep eco-development yang di Indonesia dikenal dengan pembangunan berwawasan lingkungan. Artinya, pembangunan diperlukan dan harus dilaksanakan. Tetapi pembangunan itu tak boleh merusak lingkungan hidup.

Selain hal itu, Only one Earth (ada satu bumi) untuk semua manusia, diperkenalkan. Motto itu sekaligus menjadi motto konferensi. Selain itu, konferensi Stockholm menetapkan tanggal 5 Juni sebagai hari lingkungan hidup se-dunia (World environment day), dan saat itu dilahirkan pula resolusi pembentukan UNEP (United Nations Environmental Program). Selanjutnya, UNEP merupakan motor pelaksana komitmen mengenai lingkungan hidup dan telah melahirkan gagasan besar pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development).

Konferensi PBB di Stockholm tentang Lingkungan Hidup manusia yang menghasilkan Deklarasi dan Pembentukan “United Nations Environment Programme (UNEP) tahun 1972 telah mempengaruhi penyusunan GBHN 1973.

Ketetapan MPR No. IV/MPR/1973 tentang GBHN terutama Bab III butir 10 merupakan kebijakan awal lingkungan hidup dalam pelaksanaan pembangunan agar sumber-sumber alam Indonesia diusahakan secara rasional. Hal ini mnegisyaratkan penggalian sumkber kekayaan alam harus diusahakan dengan kebijaksanaan yang menyeluruh dengan memperhitungkan kebutuhan generasi mendatang.Kebijakan dalam GBHN itu memaksa Pemerintah untuk membentuk Lembaga Pemerintah yang menangani lingkungan dan membantu Presiden dalam merumuskan langkah konkrit dibidang lingkungan hidup. Lembaga tersebut adalah Kantor Menteri Negara Pengawasan Pembangunan dan Lingkungan Hidup (PPLH).

Setelah sepuluh tahun konferensi Stockholm berselang, PBB kembali menggelar konferensi tentang lingkungan hidup pada tahun 1982 di Nairobi, Kenya. Pertemuan ini merupakan pertemuan wakil-wakil pemerintah dalam Government Council UNEP. Pertemuan tersebut mengusulkan pembentukan suatu komisi yang bertujuan melakukan kajian tentang arah pembangunan didunia. Usul yang dihasilkan dari pertemuan lingkungan di Nairobi ini dibawa kesidang umum PBB tahun 1983, dan oleh PBB dibentuk WCED (World Comission on Environment and Development) yang diketuai oleh Gro Harlem Brundtland. Komisi inilah yang melakukan pertemuan diberbagai tempat dibelahan dunia, serta berdialog dengan berbagai kalangan termasuk NGO. Komisi ini pula yang menghasilkan dokumen “Our Common Future” pada tahun 1987, yang memuat analisis dan saran bagi proses pembangunan berkelanjutan. Dalam dokumen itu diperkenalkan suatu konsep baru yang disebut suatu konsep pembangunan berkelanjutan.

Aspek ekonomi ditambahkan pada aspek ekologi dan sosial terdahulu, seperti dinyatakan oleh the Brundtland Report pada 1987. Pembangunan berkelanjutan pertama kali didefinisikan tahun 1987 oleh Komisi Dunia pada Lingkunan dan Pembangunan, ketuai oleh Gro Harlem Bruntland, yang merupakan perdana menteri Norwegia pada saat itu.

Pada laporan akhir dari komisi itu yang berjudul “Masa Depan Kita Bersama”, atau disebut juga Brundtland-Report. Pembangunan berkelanjutan didefinisikan sebagai suatu; Pembangunan yang sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan saat ini tanpa mengkompromikan kemampuan generasi yang akan datang menyesuaikan kebutuhan-kebutuhan mereka. Ini berarti, pembangunan kita harus selalu memperhatikan kebutuhan anak-cucu. Sumber daya tidak boleh dihabiskan. Tidak boleh mewariskan lingkungan hidup yang rusak. Rusaknya hutan mengakibatkan banjir dalam musim hujan dan kekurangan air di musim kemarau serta laju erosi tanah yang tinggi yang menurunkan kesuburan tanah. Contoh ini menunjukkan, pembangunan yang menyebabkan kerusakan hutan akan mengurangi bahkan meniadakan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka. Kesejahteraan mereka akan terganggu

Dengan kata lain, pembangunan adalah esensial untuk pemenuhan kebutuhan manusia dan meningkatkan kualitas kehidupan manusia. Pada saat yang sama pembangunan harus berlandaskan pada efisiensi dan penggunaan lingkungan yang bertangungjawab dari seluruh sumberdaya masyarakat yang langka: alam, manusia, dan sumberdaya ekonomi.

Beberapa kegiatan penting setelah Konferensi PBB di Stockholm tentang Lingkungan Hidup 1972:

1. Convention on International Trade in Endangered Species (CITES) atau Konvensi PBB mengenai perdagangan Internasional Jenis-Jenis Flora dan Fauna Terancam Punah merupakan tanggapan terhadap tindak lanjut dari rekomendasi Konferensi Stockholm Nomor 99.3. CITES ditetapkan pada suatu konferensi diplomatik di Washington, D.C. pada 3 Maret 1973 dan mulai diterapkan pada 1 Juli 1975. Misi dan tujuan CITES adalah untuk menghindarkan jenis-jenis tumbuhan dan satwa dari kepunahan di alam melalui sistem pengendalian jenis-jenis tumbuhan dan satwa, serta produk-produknya secara internasional.

2. Setelah Konferensi Stockholm, problematika lingkungan hidup tidaklah surut, bahkan semakin parah. Masalah lingkungan hidup terjadi karena perilaku manusia selama ini telah mengubah keteraturan alam. Alam tidak lagi sepenuhnya dapat berkompromi dengan kebutuhan manusia dalam melangsungkan kehidupannya. Maka, kenestapaan manusia dengan mudah dapat ditemui di banyak sudut muka bumi.

3. Tidak satu negarapun di muka bumi yang luput dari masalah lingkungan, kendati dengan kadar dan magnitude yang berbeda. Pemanasan global, kepunahan jenis tumbuhan dan satwa, degradasi lahan dan deforestasi, meluasnya wabah penyakit, kekeringan dan banjir adalah wujud penolakan alam terhadap tindakan destruktif manusia.

4. Masyarakat negara industri maupun negara yang sedang bergerak ke arah industrialisasi terbelenggu dengan pola hidup konsumtif terhadap sumber bahan baku tak terbarui. Misalnya penggunaan sumber energi yang berasal dari fosil secara boros. Industrialisasi telah meningkatkan indeks pencemaran di banyak tempat yang dampaknya luber melintasi batas negara. Sementara, negara miskin lebih sering tidak mempunyai pilihan selain memeras sumber daya alamnya untuk membayar utang luar negerinya.

5. Menyadari eskalasi masalah lingkungan, pada 1983 PBB membentuk World Commission on Environment and Development (Komisi Dunia untuk Lingkungan dan Pembangunan) yang diketuai oleh Ny. Gro Brundtland, Perdana Menteri Norwegia. Komisi ini menyelesaikan tugasnya pada 1987 dengan menerbitkan laporan “Our Common Future” yang dikenal dengan Laporan Brundtland. Tema laporan ini adalah sustainable development (pembangunan berkelanjutan). Komisi ini mendefinisikan pembangunan berkelanjutan sebagai suatu upaya yang mendorong tercapainya kebutuhan generasi kini tanpa mengorbankan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhannya. Konsep ini menekankan pentingnya pertumbuhan ekonomi tanpa mengorbankan standar lingkungan yang tinggi. Inilah underlying concept pembangunan berkelanjutan yang hingga saat ini terus berkembang mengikuti dinamika perubahan.

6. Awal 1980-an, keberadaan hutan tropis mulai diagendakan dalam dialog global. Suatu proses negosiasi yang panjang telah berlangsung di bawah naungan UNCTAD (United Nations Conference on Trade and Development). Hasilnya: International Tropical Timber Agreement (ITTA) atau Perjanjian Kayu Tropis Internasional. ITTA merupakan perjanjian multilateral tentang komoditas yang diadopsi pada 18 November 1983 di Geneva dan mulai diberlakukan pada 1 April 1985. ITTA melandasi pembentukan Organisasi Internasional Kayu Tropis (International Tropical Timber Organization/ITTO) pada 1986. Saat ini ITTO beranggotakan 58 negara, yang terdiri dari 33 negara produsen dan 25 negara konsumen. Indonesia termasuk tiga negara dengan vote terbesar (146) bersama Brazil (159) dan Malaysia (103). Besarnya vote ini, antara lain ditentukan oleh luas hutan dan volume ekspor negara anggota.

7. Fokus kegiatan ITTO adalah pengelolaan hutan berkelanjutan (Sustainable Forest Management /SFM). ITTO merupakan forum dialog multilateral untuk menciptakan harmonisasi kebijakan dan panduan guna melestarikan persediaan kayu tropis di pasaran internasional, melalui pelestarian sumber daya hutan tropis. Kegiatan ITTO selama periode 2002-2006 difokuskan pada enam sasaran sebagaimana tercantum dalam ITTO Yokohama Action Plan yaitu: 1) Meningkatkan transparansi pasar kayu internasional; 2) Promosi kayu tropis dari hutan yang dikelola secara lestari; 3) Mendukung kegiatan untuk pengamanan sumber kayu tropis; 4) Meningkatkan pengelolaan hutan berkelanjutan; 5) Meningkatkan pengelolaan kayu tropis dari sumber yang lestari; dan 6) Meningkatkan efisiensi industri pengolahan dan pemanfaatan kayu tropis secara lestari.

8. ITTO telah menerbitkan sejumlah panduan (policy documents) untuk meningkatkan pengelolaan hutan tropis dan konservasi hutan, serta memberikan kegiatan kepada negara anggotanya untuk menerapkan panduan tersebut dalam bentuk bantuan proyek. Dana pelaksanaan proyek berasal dari negara-negara konsumen.

9. Pentingnya keberadaan organisasi ini tercermin dari adanya proses perpanjangan ITTA 1983 menjadi ITTA 1994. Selanjutnya, ITTA 1994 yang masa berlakunya akan berakhir pada 31 Desember 1996, kini sedang dalam tahap perundingan untuk diperbarui. Proses perpanjangan ITTA 1994 telah dilakukan melalui beberapa pertemuan pendahuluan, dimulai dari Sidang Preparatory Committee/ PrepCom I (Panama, Mei 2003), Sidang PrepCom II (Yokohama, November 2003), dan Pertemuan Friends of the Chair on the Negotiations of a Successor Agreement to the ITTA, 1994” (Interlaken, April 2004). Pertemuan Interlaken diharapkan dapat memuluskan proses perundingan berikutnya.

10. Hasil Pertemuan Interlaken mengindikasikan adanya tiga masalah utama yang akan menjadi perdebatan dalam proses perundingan berikutnya, yaitu Sidang UNCTAD for the Negotiation of a Successor Agreement to the ITTA, 1994 (Geneva, Juli 2004). Ketiga masalah tersebut adalah: 1) ruang lingkup ITTO; 2) struktur organisasi; dan 3) masalah keuangan. Banyak negara anggota, khususnya kelompok konsumen yang menghendaki agar ruang lingkup ITTO diperluas. Kelompok konsumen menghendaki agar ITTO tidak hanya menangani kayu tropis, melainkan mencakup pula produk-produk non-kayu hutan tropis serta jasa lingkungan. Dalam struktur organisasi, masalah yang akan menjadi perdebatan adalah pembentukan executive board, yang disinyalir dapat mengurangi transparansi pengambilan keputusan (dapat berarti mengambil alih tugas Dewan ITTO). Sedangkan dalam hal keuangan, menyangkut penetapan mekanisme kontribusi sukarela yang akan menjadi perdebatan di antara kelompok produsen dan konsumen. Kondisi keuangan ITTO yang sangat bergantung pada kontribusi sukarela, selama ini sebagian besar (90%) berasal dari Jepang, Swiss dan Amerika Serikat.

Setelah Hari Lingkungan Hidup Sedunia di Stockholm, tepatnya dua dasawarsa kemudian, 3-14 Juni 1992, Program Lingkungan Hidup PBB (UNEF) menyelenggarakan KTT Bumi (Earth Summit) di Rio de Janeiro, Brasil, diikuti ribuan peserta termasuk sekitar 100 kepala negara. Dengan Care and Share, peduli dan berbagi, sebagai semboyan abad 21. Konferensi itu berakhir dengan ditandatanganinya Piagam Bumi (Earth Charter) oleh lebih dari 100 kepala negara.

Adapun agenda utama Peringatan KTT Rio de Janeiro adalah refleksi dan peninjauan kembali atas pelaksanaan Agenda 21 mengenai pembangunan berkelanjutan yang disepakati negara-negara peserta pada KTT tersebut. Dan yang menjadi fokus sorotan adalah sejauh mana keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan pembangunan berkelanjutan di masing-masing negara dan di tingkat global pasca-Rio de Janeiro.

Dengan adanya KTT Rio de Janeiro masyarakat dunia hendaknya semakin menyadari pentingnya lingkungan hidup yang memiliki nilai strategis, baik bagi negara maju maupun negara berkembang. Bahwa kita semua memiliki hanya satu bumi dan karena itu, semua berkepentingan dan bertanggung jawab atas keselamatan bumi yang satu ini. Artinya, lingkungan sudah menjadi masalah global, bukan lagi persoalan negara sedang berkembang saja atau negara maju saja, atau Negara Utara saja atau Negara Selatan saja. Itu tercemin dari sejak KTT di Rio de Janeiro dengan tema sentralnya pada waktu itu, yakni untuk menyelamatkan lingkungan dan bumi, memecahkan persoalan dan untuk masa depan bersama, selalu dilakukan secara kemitraan. Atau, secara prinsipnya, setidaknya ada empat masalah lingkungan global dalam KTT Rio de Janeiro ketika itu, yakni prinsip dasar pembangunan berkelanjutan, transfer teknologi, dana tambahan pengelolaan lingkungan global dan kelembagaan.

Dan bagi Indonesia hingga kini selalu mengharapkan berbagai agenda fundamental dan komprehensif dalam kaitan dengan krisis lingkungan yang tengah kita hadapi saat ini dan masa yang akan datang, yang berbarengan dengan kesulitan yang kita hadapi seperti membayar utang luar negeri.

Meskipun demikian, sejak peringatan 5 Tahun KTT Rio de Janeiro di New York, tahun 1972, telah diakui oleh negara di dunia, paradigma pembangunan berkelanjutan yang disepakati di Rio de Janeiro ternyata belum konsisten dilaksanakan. Masih juga ada beberapa kendala dalam upaya pemecahan masalah lingkungan global tersebut, antara lain belum sepenuhnya dihayati semangat kemitraan untuk diaktualisasikan dalam tindakan nyata. Dari segi prinsip pembangunan berkelanjutan, negara maju menginginkan Earth Charter hanya memuat prinsip dasar pembangunan berkelanjutan secara umum dan setingkat. Tetapi, negara sedang berkembang menghendaki hal itu memuat komitmen politis konkret tentang masalah lingkungan dan pembangunan.

Alasan atau kehendak negara sedang berkembang ini masuk akal sebab hutan-hutan di negara-negara sedang berkembang akan dijadikan ”warisan alam” untuk dipakai sebagai paru-paru dunia. Ini bagi negara sedang berkembang berarti pengorbanan terhadap hak membangun dan kedaulatannya. Ada beban psikis finansial di dalamnya. Sebab, dalam pertemuan di New York, negara maju hanya bersedia menyiapkan dana 20 persen dari 625 miliar dolar Amerika Serikat program dana pemeliharaan lingkungan global per tahun.

Dan selanjutnya, ternyata bahwa negara maju selalu menekan negara sedang berkembang untuk memelihara lingkungan tanpa membantu mengatasinya bahkan ada yang mengaitkannya dengan bantuan luar negerinya. Lalu, siapa yang bertanggung jawab atas pencemaran lingkungan global, efek rumah kaca, menipisnya lapisan ozon dan sebagainya?

Bagaimana seharusnya kita lakukan saat ini dan yang akan datang? Indonesia merupakan negara pemilik hutan ”warisan” di daerah katulistiwa sebagai paru-paru dunia, sekaligus merupakan salah satu dari empat negara yang punya flora dan fauna terbesar di dunia, di samping Brasil, Kolumbia, dan Meksiko, tentu memiliki suara ”emas” yang layak didengar atau sangat ditunggu negara-negara lain setiap kali dunia mempersoalkan masalah lingkungan hidup.

Perlu dikemukakan bahwa kita memiliki persoalan yang sangat serius dalam kaitan dengan penggunaan sumber daya alam dan utang luar negeri Indonesia yang jumlahnya sangat fantastis. Yang harus menjadi perhatian bersama bahwa Indonesia, juga negara-negara sedang berkembang lainnya yang memiliki utang luar negeri, tentu mengandalkan pengelolaan bahkan pengeksploitasi sumber daya alamnya untuk membayar utang dan bunga pinjaman. Lama-kelamaan, alam dengan daya-dayanya akan terkuras habis hanya untuk membayar utang luar negerinya.

Untuk itu, Indonesia dan negara-negara sedang berkembang lainnya perlu mendesak negara-negara maju agar segera dilakukan sebuah komitmen baru menyangkut penghapusan utang luar negeri negara-negara berkembang. Ini penting untuk meminimalisasi pengeksploitasi hutan secara tidak terkendali oleh negara-negara sedang berkembang sang pemilik hutan warisan paru-paru dunia untuk membayar utangnya itu. Sebab, pengeksploitasian hutan yang terjadi di negara-negara sedang berkembang pun dilakukan pula oleh perusahaan-perusahaan multinasional milik negara-negara maju yang telah lama beroperasi di sana. Negara-negara maju tidak bisa cuci tangan saja dan hanya menuduh negara-negara sedang berkembang sebagai pelaku tunggal perusakan lingkungan.

Selama konperensi tersebut, pemimpin dunia meratifikasikan lima instrumen mayor, deklarasi Rio, agenda 21, konvensi kerangka perubahan iklim, konvensi keanekaragaman hayati, dan pernyataan prinsip-prinsip kehutanan. Semua dokumen sudah disepakati sebelum Rio, kecuali agenda 21.

Hasil-hasil dari KTT bumi adalah :

a. Deklarasi Rio, Satu rangkaian dari 27 prinsip universal yang bisa membantu mengarahkan tanggung jawab dasar gerakan internasional terhadap lingkungan dan ekonomi.

b. Konvensi Perubahan Iklim ( FCCC ). Kesepakatan Hukum yang telah mengikat telah ditandatangani oleh 152 pemerintah pada saat komperensi berlangsung. Tujuan pokok Konvensi ini adalah “ Stabilisasi konsentrasi gas rumah kaca di atmosfir pada tingkat yang telah mencegah terjadinya intervensi yang membahayakan oleh manusia terhadap system Iklim”

c. Konvensi Keanekaragaman hayati. Kesepakatan hukum yang mengikat telah ditandatangani sejauh ini oleh 168 negara. Menguraikan langkah – langkah kedepan dalam pelestarian keragaman hayati dan pemanfaatan berkelanjutan komponen – komponennya, serta pembagian keuntungan yang adil dan pantas dari penggunaan sumber daya genetic.

d. Pernyataan Prinsip – Prinsip Kehutanan. Prinsip – prinsip yang telah mengatur kebijakan nasional dan internasional dalam bidang kehutanan. Dirancang untuk menjaga dan melakukan pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya hutan global secara berkelanjutan. Prinsip – prinsip ini seharusnya mewakili konsesi pertama secara internasional mengenai pemanfaatan secara lestari berbagai jenis hutan.

e. Komisi Pembangunan Berkelanjutan Commission on Sustainable Development ( CSD ). Komisi ini di bentuk pada bulan desember 1992. Tujuan CSD adalah untuk memastikan keefektifan tindak lanjut KTT bumi. Mengawasi serta melaporkan pelaksanaan kesepakatan KOPERENSI Bumi baik di tingkat local , nasional, maupun internasional. CSD adalah komisi Funsional Dewan Ekonomi dan Sosial PBB ( ECOSOC ) yang beranggotakan 53 negara. Telah disepakati bahwa tinjauan lima tahunan majelis Umum PBB tentang Konperensi Bumi dan Agenda 21 harus dibuat pada bulan Juni 1997, dalam sidang istimewa rapat Earth Summit + 5 atau Rio + 5 di New York.

Salah satu hasil KTT Bumi lainnya adalah Agenda 21, yang merupakan sebuah program luas mengenai gerakan yang mengupayakan cara – cara baru dalam berinvestasi di masa depan untuk mencapai pembangunan berkelanjutan Global di abad 21. Rekomendasi – rekomendasi Agenda 21 ini meliputi cara – cara baru dalam mendidik, memelihara sumber daya alam, dan berpartisipasi untuk merancang sebuah ekonomi yangberkelanjutan. Tujuan keseluruhan Agenda 21 ini adalah untuk menciptakan keselamatan, keamanan, dan hidup yang bermartabat.

Pokok – pokok cakupan Agenda 21 yang merupakan program aksi pembangunan berkelanjutan adalah :

a. Social and Economic Dimension yang meliputi (1) kerjasama internasional untuk mempercepat pembangunan berkelanjutan negara berkembangserta kebijakan domestiknya. (2) Memerangi kemiskinan, (3) Merabah pola konsumsi, (4) dinamika demografi dan sustainibilitasi, (5) Proteksi dan peningkatan kesehatan manusia , (6) Promosi pengembangan pemukuman manusia berkelanjutan, (7) Integrasi lingkungan dan pembangunan dalam pengambilan keputusan.

b. Conservation and Manajement of Resources for Depalopment yang meliputi : (8) Proteksi atmosfir, (9) Pendekatan terintegrasi dalam perencanaan dan manajemen sumber daya lahan, (10) Memerangi deforestasi, (11) Pengelolaan ekosistem yang rawan, memerangi desertifikasi dan kekeringan, (12) Pengelolaan ekosistem yang rawan, pengembangan pegunungan berkelanjutan, (13) mempromosikan pertanian yang berkelanjutan dan pembangunan pedesaan, (14) konservasi keanekaragaman hayati, (15) pengelolaan bioteknologi berwawasan lingkungan, (16) Proteksi samudra, keaneka ragam klautan, termasuk lautan tertutup dan semi – tertutup,kawasan pesisir serta proteksi dan penggunaan secara rasional berikut pengembangan sumber alam hayati, (17) proteksi kualitas dan Supply air, (18) pengelolaan kimia toksik dan bahaya,(19) Pengelolan limbah beracun dengan wawasan lingkungan, termasuk pencegahan lalu lintas internasional secara illegal dalam limbah beracun dan berbahaya, (20) Pengelolaan limbah padat dan limbah cair berwawasan lingkungan, (21) pengelolaan yang aman dan berwawasan lingkungan dari limbah radio aktif.

c. Strengthening the Role of major Group yang meliputi (22) aksi global bagi perempuan mengembangkan pembangunan yang berkelanjutan dan berkeadilan, (23) anak dan pemuda dalam pembangunan berkelanjutan, (24) mengakui dan memberdayakan peranan organisasi non-pemerintah : mitra dalam pembangunan berkelanjutan, (26) Prakarsa otoritas local menunjang Agenda 21, (27) Memberdayakan peranan buruh serta serikat buruhnya, (28) memberdayakan peranan bisnis dan industri, (29) Komunitas ilmuwan dan teknologi,(30) memberdayakan peranan petani.

d. MEANS OF Implementation mencaup: (31) sumber keuangan dan mekanismenya, (32) Pengalihan teknologi berwawasan lingkungan, kerjasama serta pengembangan kapasitas, (33) ilmu pengetahuan bagi pembangunan berkelanjutan, (34) mempromosikan pendidikan, kesadaran publik dan latihan, (35) Mekanisme nasional dan kerjasama internasional untuk mengembangkan kapasitas dalam negara berkembang, (36) Pengaturan kelembagaan internasional,instrumental hukum dan mekanisme internasional, (37) Informasi bagi pengambilan keputusan.

Untuk konteks Indonesia, Dokumen Agenda 21 nasional diselesaikan akhir tahun 1996. dokumen itu di capai lewat proyek pembangunan kapasitas pasca konperensi lingkungan hidup dan pembangunan PBB (UNCED), dilakukan oleh Menteri Lingkungan Hidup, dengan dukungan dari Program Pembangunan PBB (UNDP). Ada 22 Konsultan nasional yang terlibat dalam proyek ini. Proyek ini juga melibatkan berbagai pihak, antara lain pegawai pemerintah, ORNOP, Akademika, dan wakil masyrakat umum. Dokumen berisi rekomendasi untuk pembangunan berkelanjutan sampai tahun 2020 untuk setiap sector pembangunan, termasuk pelayanan masyarakat dan partisipasi masyarakat.

Cakupan Agenda 21 Nasional yang dikembangkan di Indonesia dadalah :

a. Pelayanan masyarakat : (1) Pengentasan Kemiskinan ; (2) Perubahan pola konsumsi;(3) Dinamika penelitian;(4) Pengelolaan dan peningkatan kesehatan;(5) Pengembangan perumahan dan pemukiman;(6) Insumen Ekonomi serta neraca ekonomi dan lingkungan terpadu.

b. Pengelolaan limbah : (7) Perlindungan Atmosfir ; ( 8) Pengelolaan limbah bahan beracun dan berbahaya; (9) Pengelolaan bahan kimia beracun ; (10) Pengelolaan limbah radioaktif ;(11) Pengelolan limbah padat dan cair ;

c. Pengelolaan sumber daya tanah ; (12) Penataan sumber daya tanah ; (13) Pengelolaan hutan ; (14) Pengembangan pertanian; ( 15) Pengembangan pedesaan; (16) Pengelolaan sumber daya air ;

d. Pengelolaan Sumber daya alam ; (17) Konservasi keaneka ragaman hayati; (18) Pengembangan bioteknologi; (19) Pengelolaan terpadu wilayah pesisir dan lautan.

Dua puluh tahun setelah KTT Bumi tahun 1992, di mana berbagai negara telah mengadopsi Agenda 21, PBB menyatukan kembali para pemerintah, institusi internasional dan berbagai kelompok masyarakat lainnya.

Selama sembilan hari mulai 13 – 22 Juni 2012, ribuan acara diadakan menjelang dan selama Konferensi Tingkat Tinggi tentang Pembangunan Berkelanjutan, di Rio de Janeiro, Brazil, yang selanjutnya lebih dikenal dengan KTT Rio+20, yang merupakan konferensi PBB terbesar yang pernah diselenggarakan dengan jumlah peserta sebanyak 29.373 orang yang terdiri dari para pemimpin Pemerintah, bisnis dan organisasi kemasyarakatan, pejabat PBB, akademisi, wartawan dan masyarakat umum (Delegasi sekitar 12.000 orang, LSM dan Kelompok Utama 10.047 orang dan Media 3.989 orang).

KTT Pembangunan Berkelanjutan atau KTT Rio+20 diikuti oleh 191 negara yang dihadiri 105 Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan dan 487 menteri. Delegasi Indonesia dipimpin oleh Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono, didampingi oleh sejumlah Menteri. Kehadiran Presiden RI dan sejumlah Menteri menunjukkan keseriusan Indonesia untuk menerapkan pembangunan berkelanjutan, termasuk kesiapan peran kepemimpinan Indonesia dalam agenda global.

KTT Rio+20 menyepakati Dokumen The Future We Want yang menjadi arahan bagi pelaksanaan pembangunan berkelanjutan di tingkat global, regional, dan nasional. Dokumen memuat kesepahaman pandangan terhadap masa depan yang diharapkan oleh dunia (common vision) dan penguatan komitmen untuk menuju pembangunan berkelanjutan (renewing political commitment). Dokumen ini memperkuat penerapan Rio Declaration 1992 dan Johannesburg Plan of Implementation 2002.

Dalam dokumen The Future We Want, terdapat 3 (tiga) isu utama bagi pelaksanaan pembangunan berkelanjutan, yaitu: (i) Green Economy in the context of sustainable development and poverty eradication, (ii) pengembangan kerangka kelembagaan pembangunan berkelanjutan tingkat global (Institutional Framework for Sustainable Development), serta (iii) kerangka aksi dan instrumen pelaksanaan pembangunan berkelanjutan (Framework for Action and Means of Implementation). Kerangka aksi tersebut termasuk penyusunan Sustainable Development Goals (SDGs)post-2015 yang mencakup 3 pilar pembangunan berkelanjutan secara inklusif, yang terinspirasi dari penerapan Millennium Development Goals (MDGs).

Bagi Indonesia, dokumen ini akan menjadi rujukan dalam pelaksanaan rencana pembangunan nasional secara konkrit, termasuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2014-2019, dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (2005-2025). Untuk itu, Kementerian Lingkungan Hidup, instansi Pemerintah terkait dan seluruh pemangku kepentingan akan menyusun langkah tindak lanjut yang lebih konkrit untuk pelaksanaan kebijakan di lingkup masing-masing.

Kebijakan Pemerintah Indonesia “pro-growth, pro-poor, pro-job, pro-environment” pada dasarnya telah selaras dengan dokumen The Future We Want. Dalam sesi debat umum, Presiden RI menekankan bahwa untuk mewujudkan tujuan utama pembangunan berkelanjutan yaitu pengentasan kemiskinan, diperlukan tidak hanya sekedar pertumbuhan ekonomi, namun pertumbuhan yang berkelanjutan dengan pemerataan atau “Sustainable Growth with Equity”.

Menteri Negara Lingkungan Hidup, Balthasar Kambuaya, mengatakan, ”Hasil KTT Rio+20 harus ditindaklanjuti dengan aksi konkrit yang bermanfaat bagi peningkatan taraf hidup masyarakat (people-centered development). Salah satu keuntungan yang dapat diperoleh oleh masyarakat dalam waktu dekat ini adalah pengembangan barang dan jasa yang ramah lingkungan, yang memungkinkan masyarakat untuk melaksanakan pola hidup hijau (green lifestyle). Barang dan jasa yang ramah lingkungan tersebut diharapkan akan memperkuat ekonomi domestik dan mendorong pelaku usaha melakukan produksi hijau.”

Rio+20 ini menghasilkan lebih dari US$ 513 Milyar yang dialokasikan dalam komitmen untuk pembangunan berkelanjutan, termasuk di bidang energi, transportasi, ekonomi hijau, pengurangan bencana, kekeringan, air, hutan dan pertanian. Selain itu terbangun sebanyak 719 komitmen sukarela untuk pembangunan berkelanjutan oleh pemerintah, dunia usaha, kelompok masyarakat sipil, universitas dan lain-lain.

II. PRINSIP-PRINSIP PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN

Istilah pembangunan menurut Todaro (1998), pada hakikatnya merupakan cerminan proses terjadinya perubahan sosial suatu masyarakat, tanpa mengabaikan keragamaan kebutuhan dasar dan keinginaan individual maupun kelompok sosial atau institusi yang ada di dalamnya untuk mencapai kondisi kehidupan yang lebih baik. Sedangkan istilah pembangunan berkelanjutan atau sustainable development menurut Brundtland Report dari PBB (1987) adalah proses pembangunan yang mencakup tidak hanya wilayah (lahan, kota) tetapi juga semua unsur, bisnis, masyarakat, dan sebagainya yang berprinsip “memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi masa depan”.

Dalam laporan yang dikeluarkan oleh Brundtland Commission Per-serikatan Bangsa-Bangsa pada tahun 1987 yang menjadi tonggak pembangunan berkelanjutan (sustainable development) dirumuskan pengertian pembangunan berkelanjutan sebagai: “pembangunan yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengabaikan hak generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka” (“development that meets the needs of the present without compromising the ability of future generations to meet their own need”)

Menurut Otto Sumarwoto (dalam Sugandhy dan Hakim, 2007: 21), pembangunan berkelanjutan didefinisikan sebagai “Perubahan positif sosial ekonomi yang tidak mengabaikan sistem ekologi dan sosial di mana masyarakat bergantung kepadanya. Keberhasilan penerapannya memerlukan kebijakan, perencanaan, dan proses pembelajaran sosial yang terpadu, viabilitas politiknya tergantung pada dukungan penuh masyarakat melalui pemerintahannya, kelembagaan sosialnya, dan kegiatan dunia usahanya”.

Selanjutnya, menurut Prof. Dr. Emil Salim menyatakan pembangunan berkelanjutan (sustainable development) diartikan sebagai suatu proses pembangunan yang mengoptimalkan manfaat dari sumber daya alam dan sumber daya manusia dengan menyerasikan sumber alam dan manusia dalam pembangunan. Menurut Salim, konsep pembangunan berkelanjutan ini didasari oleh lima ide pokok besar, yaitu sebagai berikut:

”Pertama, proses pembangunan mesti berlangsung secara berlanjut, terus-menerus, dan kontinyu, yang ditopang oleh sumber alam, kualitas lingkungan, dan manusia yang berkembang secara berlanjut pula. Kedua, sumber alam (terutama udara, air, dan tanah) memiliki ambang batas, di mana penggunaannya akan menciutkan kuantitas, dan kualitasnya. Ketiga, kualitas lingkungan berkorelasi langsung dengan kualitas hidup. Keempat, bahwa pola penggunaan sumber alam saat ini mestinya tidak menutup kemungkinan memilih opsi atau pilihan lain di masa depan. Dan kelima, pembangunan berkelanjutan mengandaikan solidaritas transgenerasi, sehingga kesejahteraan bagi generasi sekarang tidak mengurangi kemungkinan bagi generasi selanjutnya untuk meningkatkan kesejahteraannya pula”.

Menurut Emil Salim untuk melaksanakan pembangunan berkelanjutan dibutuhkan pendekatan ekosistem dengan melihat interdepedensi dari setiap komponen ekosistem. Agar keberlanjutan tetap terjaga harus ada komitmen setiap komponen penyangga kehidupan dan campur tangan pemerintah dengan melibatkan lembaga swadaya masyarakat.

Dunia usaha yang selama ini dituduh sebagai pelaku yang menimbul kan kerusakan dan pencemaran harus dipahamkan akan tangung jawabnya terhadap lingkungan yang dapat diwujudkan dalam bentuk membayar kompensasi jasa lingkungan yang nantinya dapat digunakan untuk membiayai pemulihan lingkungan yang rusak atau tercemar. Di negara-negara maju, biaya konvensasi lingkungan jauh-jauh hari sudah dianggarkan dalam rencara pembiayaan dan pengeluaran perusahaan

Konsep pembangunan berkelanjutan yang digagas negara-negara dunia ketiga pada Pertemuan Komite Persiapan Konferensi Tingkat Tinggi mengenai Pembangunan Berkelanjurtan (Wold Summit on Sustainable Development), yang berlangsung di Bali, pada bulan Mei 2002 adalah terwujudnya pemerintah yang bertanggung jawab dan dipercaya, transparan, membuka partisipasi yang lebih luas bagi masyarakat (publik) dan menjalankan penegakan hukum secara lebih tegas dan efektif. Gagasan ini ditindaklanjuti pada Agenda 2l, yakni dibukanya partisipasi yang lebih luas bagi masyarakat, tetap mengedepankan hubungan kemitraan dan peduli terhadap masalah-masalah kemiskinan. Dalam hal ini, pemerintah harus membatasi campur tangannya kepada rakyat tetapi bukan supaya kekuasaan ekonomi dialihkan kepada piha swasta atau bahkan perusahaan multinasional.

Konsep pembangunan berkelanjutan meluas dari definisi sebelumnya sebagai isu pelestarian lingkungan menjadi berbagai isu pembangunan yang saling bersifat komplementer. Dokumen Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam World Summit tahun 2005 menyatakan pembangunan berkelanjutan terdiri atas tiga pilar yaitu pembangunan ekonomi, pembangunan sosial, dan pelestarian lingkungan yang saling berkaitan dan memperkuat (interdependent and mutually reinforcing pillars of sustainable development as economic development, social development, and environmental protection). Ketiga aspek tersebut tidak bisa dipisahkan satu sama lain, karena ketiganya menimbulkan hubungan sebab-akibat. Aspek yang satu akan mengakibatkan aspek yang lainnya terpengaruh. Istilah berkelanjutan menjadi umum pada berbagai isu pembangunan seperti pertanian berkelanjutan, teknologi, ekonomi berkelanjutan, politik berkelanjutan, kota berkelanjutan, produksi berkelanjutan, dan sebagainya.

Tujuan pembangunan menyangkut tiga hal: (1) pertumbuhan, produktifitas, dan efisiensi ekonomi (growth), (2) keadilan sosial, pemerataan dan peluang ekonomi (equity), dan (3) kelestarian lingkungan (environmental protection). Ketiga tujuan pembangunan tersebut tidak memiliki prinsip atau rasionalitas yang selalu selaras sehingga seringkali ditemui konflik tujuan dalam pembangunan. Banyak ragam rasionalitas dalam pembangunan yang mengarahkan pilihan kebijakan pembangunan. Rasionalitas tersebut yaitu: rasionalitas ekonomi, rasionalitas legal, rasionalitas sosial, dan rasionalitas substantif sebagai rasionalitas yang mempertimbangkan semua bentuk rasionalitas. Rasionalitas ekonomi berdasarkan prinsip efisiensi, rasionalitas sosial berdasarkan nilai sosial seperti keadilan dan pemerataan, rasionalitas lingkungan berdasarkan nilai manfaat ekologi. Apa yang efisien secara ekonomi belum tentu selaras dengan nilai sosial dan nilai ekologi dan sebaliknya memprioritaskan nilai ekologi bisa saja menimbulkan konflik dengan nilai sosial dan nilai ekonomi.

Konsep pembangunan berkelanjutan yang prinsipnya terdiri dari hubungan yang saling mendukung antara pembangunan ekonomi, sosial dan pelestarian lingkungan, menghadapi adanya konflik tujuan, kepentingan dalam pengambilan kebijakan pembangunan terlihat masih menjadi konsep yang kabur. Konsep pembangunan berkelanjutan ini lebih merupakan gagasan normative daripada gagasan preskriptif. Konsep ini belum memberi kejelasan tentang bagaimana menyelaraskan konflik tujuan pembangunan yang mungkin terjadi. Pembangunan memiliki beragam prioritas yang tidak mudah untuk disepakati. Konsep pembangunan berkelanjutan sebagai visi pembangunan jangka panjang masih kabur untuk menjadi konsep yang bisa diterapkan untuk mengambil keputusan pembangunan dalam jangka pendek. Sebagai model pembangunan, konsep pembangunan berkelanjutan masih belum bisa menjadi pegangan dalam menuntun praktek perencanaan.

Secara ideal berkelanjutannya pembangunan membutuhkan pencapaian :

1. pertama, berkelanjutan ekologis, yakni akan menjamin berkelanjutan eksistensi bumi. Hal-hal yang perlu diupayakan antara lain, a. memelihara (mempertahankan) integrasi tatanan lingkungan, dan keanekaragaman hayati; b. memelihara integrasi tatanan lingkungan agar sistem penunjang kehidupan bumi ini tetap terjamin; c. memelihara keanekaragaman hayati, meliputi aspek keanekaragaman genetika, keanekaragaman species dan keanekaragaman tatanan lingkungan.

2. Kedua, berkelanjutan ekonomi; dalam perpektif ini pembangunan memiliki dua hal utama, yakni, berkelanjutan ekonomi makro dan ekonomi sektoral. Berkelanjutan ekonomi makro, menjamin ekonomi secara berkelanjutan dan mendorong efesiensi ekonomi melalui reformasi struktural dan nasional. Berkelanjutan ekonomi sektoral untuk mencapainya; a. sumber daya alam dimana nilai ekonominya dapat dihitung harus diperlakukan sebagai kapital yang “tangible” dalam rangka akunting ekonomi; b. koreksi terhadap harga barang dan jasa perlu diintroduksikan. Secara prinsip harga sumber daya alam harus merefleksikan biaya ekstraksi/pengiriman, ditambah biaya lingkungan dan biaya pemanfaatan.

3. Ketiga, berkelanjutan sosial budaya; berkelanjutan sosial budaya, meliputi: a. stabilitas penduduk, b. pemenuhan kebutuhan dasar manusia, c. Mempertahankan keanekaragaman budaya dan d. mendorong partisipasi masyarakat lokal dalam pengambilan keputusan.

4. Keempat, berkelanjutan politik; tujuan yang akan dicapai adalah, a. respek pada human rights, kebebasan individu dan sosial untuk berpartisipasi di bidang ekonomi, sosial dan politik, dan b. demokrasi, yakni memastikan proses demokrasi secara transparan dan bertanggung jawab.

5. Kelima, berkelanjutan pertahanan dan keamanan. Keberlanjutan kemampuan menghadapi dan mengatasi tantangan, ancaman dan gangguan baik dari dalam maupun dari luar yang langsung maupun tidak langsung yang dapat membahayakan integrasi, identitas, kelangsungan bangsa dan negara.

Menurut Surya T. Djajadiningrat, agar proses pembangunan dapat berkelanjutan harus bertumpu pada beberapa faktor,

1. pertama, kondisi sumber daya alam, agar dapat menopang proses pembangunan secara berkelanjutan perlu memiliki kemampuan agar dapat berfungsi secara berkesinambungan. Sumber daya alam tersebut perlu diolah dalam batas kemampuan pulihnya. Bila batas tersebut terlampaui, maka sumber daya alam tidak dapat memperbaharuhi dirinya, Karena itu pemanfaatanya perlu dilakukan secara efesien dan perlu dikembangkan teknologi yang mampu mensubsitusi bahan substansinya.

2. Kedua, kualitas lingkungan, semakin tinggi kualitas lingkungan maka akan semakin tinggi pula kualitas sumber daya alam yang mampu menopang pembangunan yang berkualitas.

3. Ketiga, faktor kependudukan, merupakan unsur yang dapat menjadi beban sekaligus dapat menjadi unsur yang menimbulkan dinamika dalam proses pembangunan. Karena itu faktor kependudukan perlu dirubah dari faktor yang menambah beban menjadi faktor yang dapat menjadi modal pembangunan.

Pembangunan berkelanjutan berkonsentrasi pada tiga pilar yaitu pembangunan ekonomi, sosial, dan lingkungan. John Elkinton menyatakan konsep tersebut dengan P3 Concept, yaitu people, planet, and profits. John Elkington melalui konsep ”3p” (profit, people dan planet) yang dituangkan dalam bukunya ”Cannibals with Forks, the Triple Bottom Line of Twentieth Century Business” yang di release pada tahun 1997. Ia berpendapat bahwa jika perusahaan ingin sustain, maka ia perlu memperhatikan 3P, yakni, bukan cuma profit yang diburu, namun juga harus memberikan kontribusi positif kepada masyarakat (people) dan ikut aktif dalam menjaga kelestarian lingkungan (planet).

People menekankan pentingnya praktik bisnis suatu perusahaan yang mendukung kepentingan tenaga kerja. Lebih spesifik konsep ini melindungi kepentingan tenaga kerja dengan menentang adanya eksplorasi yang mempekerjakan anak di bawah umur, pembayaran upah yang pantas, lingkungan kerja yang aman dan jam kerja yang manusiawi. Bukan hanya itu, konsep ini juga meminta perusahaan memperhatikan kesehatan dan pendidikan bagi tenaga kerja.

Planet berarti mengelola dengan baik penggunaan energi terutama atas sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui. Mengurangi hasil limbah produksi dan mengolah kembali menjadi limbah yang aman bagi lingkungan, mengurangi emisi CO2 ataupun pemakaian energi, merupakan praktik yang banyak dilakukan oleh perusahaan yang telah menerapkan konsep ini. The Body Shop, dalam Values Report 2005, mencantumkan salah satu target inisiatif Protect Our Planet untuk tahun 2006 dengan mengurangi hingga 5% emisi CO2 dari listrik yang digunakan di gerainya. Starbucks memiliki program Coffee and Farmer Equity (CAFE) untuk memperoleh dan mengolah kopi dengan memperhatikan dampak ekonomi, sosial dan lingkungan. Starbucks mendefinisikan sustainability sebagai model yang layak secara ekonomis untuk menjawab kebutuhan sosial dan lingkungan dari semua partisipan dalam rantai pasokan dari petani sampai konsumen.

Profit di sini lebih dari sekadar keuntungan. Profit di sini berarti menciptakan fair trade dan ethical trade dalam berbisnis. Untuk mendapatkan keuntungan diperlukan sebuah etika. Etika yang dimaksud yaitu tidak menekan harga serendah-rendahnya kepada supplier, ikut pada program pemberdayaan produsen misalnya petani Starbucks dan The Body Shop selalu mengaplikasikan fair trade – bukan mencari harga termurah – dalam mencari bahan bakunya.

Pembangunan berkelanjutan harus diletakkan sebagai kebutuhan dan aspirasi manusia kini dan masa depan. Karena itu hak-hak asasi manusia seperti hak-hak ekonomi, sosial, budaya, dan hak atas pembangunan dapat membantu memperjelas arah dan orientasi perumusan konsep pembangunan yang berkelanjutan.

Secara lebih kongkrit tidak bisa disangkal bahwa hak manusia atas lingkungan hidup yang sehat dan baik menjadi kebutuhan mendesak sebagai bagian dari hak asasi manusia. Hak atas pembangunan tidak lepas dari ketentuan bahwa proses pembangunan haruslah memajukan martabat manusia, dan tujuan pembangunan adalah demi kemajuan yang terus menerus secara berkelanjutan untuk kesejahteraan manusia secara adil merata

Prinsip dasar pembangunan berkelanjutan meliputi,

1. pertama, pemerataan dan keadilan sosial. Dalam hal ini pembangunan berkelanjutan harus menjamin adanya pemerataan untuk generasi sekarang dan yang akan datang, berupa pemerataan distribusi sumber lahan, faktor produksi dan ekonomi yang berkeseimbangan (adil), berupa kesejahteran semua lapisan masyarakat.

2. Kedua, menghargai keaneragaman (diversity). Perlu dijaga berupa keanegaragaman hayati dan keanegaraman budaya. Keaneragaman hayati adalah prasyarat untuk memastikan bahwa sumber daya alam selalu tersedia secara berkelanjutan untuk masa kini dan yang akan datang. Pemeliharaan keaneragaman budaya akan mendorong perlakuan merata terhadap setiap orang dan membuat pengetahuan terhadap tradisi berbagai masyarakat dapat lebih dimengerti oleh masyarakat.

3. Ketiga, menggunakan pendekatan integratif. Pembangunan berkelanjutan mengutamakan keterkaitan antara manusia dengan alam. Manusia mempengaruhi alam dengan cara bermanfaat dan merusak Karena itu, pemanfaatan harus didasarkan pada pemahaman akan kompleknya keterkaitan antara sistem alam dan sistem sosial dengan cara-cara yang lebih integratif dalam pelaksanaan pembangunan.

4. Keempat, perspektif jangka panjang, dalam hal ini pembangunan berkelanjutan seringkali diabaikan, karena masyarakat cenderung menilai masa kini lebih utama dari masa akan datang. Karena itu persepsi semacam itu perlu dirubah.

Kerusakan dan pencemaran lingkungan, menurut J. Barros dan J.M. Johnston erat kaitannya dengan aktivitas pembangunan yang dilakukan manusia, antara lain disebabkan:

1. pertama, kegiatan-kegiatan industri, dalam bentuk limbah, zat-zat buangan yang berbahaya seperti logam berat, zat radio aktif dan lain-lain.

2. Kedua, Kegiatan pertambangan, berupa terjadinya perusakan instlasi, kebocoran, pencemaran buangan penambangan, pencemaran udara dan rusaknya lahan bekas pertambangan.

3. Ketiga, kegiatan transportasi, berupa kepulan asap, naiknya suhu udara kota, kebisingan kendaraan bermotor, tumpahan bahan bakar, berupa minyak bumi dari kapal tanker.

4. Keempat, kegiatan pertanian, terutama akibat dari residu pemakaian zat-zat kimia untuk memberantas serangga / tumbuhan pengganggu, seperti insektisida, pestisida, herbisida, fungisida dan juga pemakaian pupuk anorganik.

Dampak dari pencemaran dan perusakan lingkungan yang amat mencemaskan dan menakutkan akibat aktivitas pembangunan yang dilakukan manusia secara lebih luas dapat berupa,

1. pertama, pemanasan global, telah menjadi isu internasional yang merupakan topik hangat di berbagai negara. Dampak dari pemanasan global adalah terjadinya perubahan iklim secara global dan kenaikan permukaan laut.

2. Kedua, hujan asam, disebabkan karena sektor industri dan transportasi dalam aktivitasnya menggunakan bahan bakar minyak atau batu bara yang dapat menghasilkan gas buang ke udara. Gas buang tersebut menyebabkan terjadinya pencemaran udara.Pencemaran udara yang berasal dari pembakaran bahan bakar, terutama bahan bakar fosil mengakibatkan terbentuknya asam sulfat dan asam nitrat. Asam tersebut dapat diendapkan oleh hutan, tanaman pertanian, danau dan gedung sehingga dapat mengakibatkan kerusakan dan kematian organisme hidup

3. Ketiga, lubang ozon,ditemukan sejak tahun 1985 di berbagai tempat di belahan bumi, seperti diAmerika Serikat dan Antartika. Penyebab terjadinya lubang ozon adalah zat kimia semacam kloraflurkarbon (CFC), yang merupakan zat buatan manusia yang sangat berguna dalam kehidupan manusia sehari-hari, seperti untuk lemari es dan AC.

Sebagai reaksi dari akibat pembangunan dan industrialisasi yang telah menyebabkan berbagai kerusakan dan pencemaran lingkungan, di seluruh dunia sedang terjadi gerakan yang disebut gerakan ekologi dalam (deep ecology) yang dikumandangkan dan dilakukan oleh banyak aktivis organisasi lingkungan yang berjuang berdasarkan visi untuk menyelematkan lingkungan agar dapat berkelanjutan. Gerakan ini merupakan antitesa dari gerakan lingkungan dangkal (shallow ecology) yang berperilaku eksplotatif terhadap lingkungan dan mengkambinghitamkan agama sebagai penyebab terjadinya kerusakan alam lingkungan. Gerakan ini beranggapan bahwa bumi dengan sumber daya alam adanya untuk kesejahteraan manusia. Karena itu, kalau manusia ingin sukses dalam membangun peradaban melalui industrialsiasi, bumi harus ditundukkan untuk diambil kekayaannya.

Sebagai tindak lanjut dari implementasi pembangunan berkelanjutan, pemerintah Indonesia telah meprakarsai melakukan Kesepakatan nasional dan Rencana Tindak Pembangunan Berkelanjutan. Kesepakatan nasional berisi:

1. pertama, penegasan komitmen bagi pelaksanaan dan pencapaian pembangunan berkelanjutan sesuai dengan peraturan perundangan dan sejalan dengan komitmen global;

2. kedua, perlunya keseimbangan yang proporsional dari tiga pilar pembangunan berkelanjutan (ekonomi, sosial, dan lingkungan) serta saling ketergantungan dan saling memperkuat;

3. ketiga, penanggulangan kemiskinan, perubahan pola produksi dan konsumsi, serta pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan yang berkelanjutan.

4. Keempat, peningkatan kemandirian nasional.

5. Kelima, penegasan bahwa keragaman sumber daya alam dan budaya sebagai modal pembangunan dan perekat bangsa.

6. Keenam, perlunya melanjutkan proses reformasi sebagai prakondisi dalam mewujudkan tujuan pembangunan berkelanjutan.

7. Ketujuh, penyelenggaraan tata kepemerintahan yang baik, pengelolaan sumber daya alam, pola produksi dan konsumsi yang berkelanjutan, dan pengembangan kelembagaan merupakan dimensi utama keberhasilan pembangunan berkelanjutan.

8. Kedelapan, perwujudan dalam pencapaian rencana pelaksanaan pembangunaan berkelanjutan bagi seluruh masyarakat, khususnya kelompok perempuan, anak-anak, dan kaum rentan.

9. Kesembilan, perwujudan sumber daya manusia terdidik untuk dapat memahami dan melaksanakan pembangunan berkelanjutan.

10. Kesepuluh, pengintegrasian prinsip pembangunan berkelanjutan ke dalam strategi dan program pembangunan nasional.

Agar pembangunan memungkinkan dapat berkelanjutan maka diperlukan pokok-pokok kebijaksanaan sebagai berikut,

1. pertama, pengelolaan sumber daya alam perlu direncanakan sesuai dengan daya dukung lingkungannya. Dengan mengindahkan kondisi lingkungan (biogeofisik dan sosekbud) maka setiap daerah yang dibangun harus sesuai dengan zona peruntukannya, seperti zona perkebunan, pertanian dan lain-lain. Hal tersebut memerlukan perencanaan tata ruang wilayah (RTRW), sehingga diharapkan akan dapat dihindari pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan daya dukung lingkungannya.

2. Kedua, proyek pembangunan yang berdampak negatif terhadap lingkungan perlu dikendalikan melalui penerapan analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) sebagai bagian dari studi kelayakan dalam proses perencanaan proyek. Melalui studi AMDAL dapat diperkirakan dampak negatif pembangunan terhadap lingkungan.

3. Ketiga, penanggulangan pencemaran air, udara dan tanah mengutamakan.

4. Keempat, pengembangan keanekaragaman hayati sebagai persyaratan bagi stabilitas tatanan lingkungan.

5. Kelima, pengembangan kebijakan ekonomi yang memuat pertimbangan lingkungan.

6. Keenam, pengembangan peran serta masyarakat, kelembagaan dan ketenagaan dalam pengelolaan lingkungan hidup

7. Ketujuh, pengembangan hukum lingkungan yang mendorong peradilan menyelesaikan sengketa melalui penerapan hukum lingkungan.

8. Kedelapan, Pengembangan kerja sama luar negeri.

Show More

Related Articles

One Comment

  1. Pingback: “Program Huta Mandiri” dan Lup Pemberdayaan di Tanah Samosir – TRADISI

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Back to top button