Terowongan Multifungsi atau Deep Tunnel

Banjir adalah meluapnya air dari sungai akibat debit air yang mengalir lebih besar daripada kapasitas sungai. Luapan air menimbulkan genangan di dataran. Sekitar 50 persen kawasan DKI tumbuh dan berkembang di sekitar aliran 13 sungai, termasuk Sungai Ciliwung, sehingga genangan akibat luapan telah menimbulkan masalah sejak dahulu.

Upaya mengatasi banjir dan genangan yang sudah populer di seluruh dunia adalah gabungan berbagai upaya yang bersifat struktur maupun nonstruktur dan integrated flood management, yang bertujuan mencegah kerugian, mengantisipasi dampak, atau mengurangi titik banjir.

Berbagai upaya struktur yang telah diterapkan di DKI sejak zaman Belanda antara lain berupa kanal banjir barat, tanggul banjir, normalisasi sungai, interkoneksi, sistem drainase perkotaan, sistem polder (waduk dengan pompa), pintu air pasang, dan pintu air pengatur.

Terowongan Multifungsi atau TM bersifat multiguna, antara lain pada musim kemarau atau pada saat kering dimanfaatkan untuk jalan bebas hambatan. Pembangunan TM sepanjang 19 kilometer dan diameter 18 meter ini diperkirakan menelan biaya pembangunan senilai Rp 16 triliun dan akan didanai oleh investor. Jokowi menargetkan megaproyek tersebut dapat diselesaikan sekitar empat tahun. Biaya operasional dan pemeliharaannya sudah pasti amat sangat mahal dibandingkan dengan waduk di permukaan tanah. Di samping itu, masalah sedimen dan sampah di Sungai Ciliwung memerlukan penanganan khusus agar tidak mengganggu pengoperasian TM.

TM yang berupa terowongan bawah tanah itu berdiameter 12 meter dan berada 17 meter di bawah permukaan tanah, memanjang dari Kalibata (inlet) sampai Pluit (outlet) sepanjang 23 kilometer. Mengeluarkan air dari terowongan masuk ke laut harus dengan pompa. Sistem tersebut bertujuan dapat meredam puncak banjir Sungai Ciliwung sebesar 100 meter kubik per detik sehingga debit banjir Sungai Ciliwung di hilir Kalibata berkurang 100 meter kubik per detik dan muka air banjir di hilir Kalibata akan lebih rendah sekitar 0,30 meter dibandingkan tanpa TM.

Sebagai waduk pengendali banjir, di musim hujan terowongan harus diupayakan agar selalu kosong sehingga selalu siap diisi air banjir kapan pun diperlukan. Pengosongan itu dilakukan dengan pompa sehingga terdapat kemungkinan terowongan belum sempat dikosongkan (karena telah terisi air banjir) ternyata sudah datang banjir berikutnya yang kemungkinan debitnya justru lebih besar daripada debit banjir sebelumnya. Pada keadaan seperti itu, TM lumpuh dan tak berfungsi sehingga tidak terjadi peredaman puncak banjir.

Masalah itu dapat diatasi dengan menggunakan sistem prakiraan banjir yang supercanggih agar dapat meramalkan dengan tepat kapan terjadinya puncak banjir tertinggi dan seberapa besar debit puncaknya. Dengan demikian, dapat diketahui secara dini kapan terowongan harus dikosongkan menyongsong datangnya banjir besar itu. Contohnya, puncak banjir tertinggi Sungai Ciliwung pada musim hujan 1995/1996 terjadi pada 10 Februari 1996 dan musim hujan 2006/2007 terjadi pada 3-4 Februari 2007 dan awal Januari 2013.

Selain biaya pembangunannya yang sangat mahal, pengoperasian dan pemeliharaan sistem TM itu juga sangat rumit dan mahal. Bila TM tidak dibangun, air banjir Sungai Ciliwung seluruhnya mengalir ke hilir, sebagian besar mengalir lewat Kanal Banjir Barat (KBB) dan bermuara di laut. Sebesar 50 meter kubik per detik dialirkan ke Ciliwung Lama yang diatur dengan pintu air Manggarai, seperti halnya yang sudah berjalan di lapangan sampai saat ini.

Konsep TM Jakarta mengadopsi terowongan dari lima negara yaitu Amerika Serikat, Hongkong, Jepang, Malaysia, dan Singapura. Rata-rata di negara-negara itu terowongan bawah tanah hanya satu fungsi. Di Amerika Serikat, Firdaus merujuk pada terowongan yang dibuat di Boston, Massachusets untuk tol bawah tanah. Lalu di Chicago, Illinois untuk kendali banjir; dan Milwaukee, Wisconsin terowongan untuk pengendali limbah. Di Hongkong dan Singapura, terowongan juga berfungsi sebagai pengendali limbah saja. Pun di Tokyo, Jepang, terowongan bawah tanah berfungsi tunggal untuk pengendali banjir. Hanya di Malaysia fungsinya dua, untuk jalan tol sekaligus pengendali banjir.

Chicago sudah lama mempunyai masalah dengan air dan limbah yang meluar ke Danau Michigan, dimana danau ini merupakan sumber air minum kota. Jadi tahun 1970-an Chicago membangun TM Chicago. Lebih dari 30 tahun, mereka membangun ‘amazing TM’ sepanjang 109 miles dengan kedalaman ratusan meter dibawah kota Chicago dan berdimensi puluhan diameter, bekerja sama dengan Perancis. Dananya sekitar $3 billion. Walau proyek ini sudah selesai, tetapi Chicago tetap sangat concern dengan limbah2 kota. Limbah2 ini termasuk limbah manusia, sampah rumah tangga dan sampah alam.

Dan berita buruknya sekarang ini, tim peneliti TM Chicago memprediksi bahwa sistem ini mulai tidak mencukup karena sekarang curah hujan memang terlalu tinggi karena global warming. TM yang lebih besar lagi di Amerika adalah di bawah kota New York dengan dana mencapai $6 billion. Dibagi beberapa tahun dan yang pertama disahkan tahun 1954. Yang kedua tahun 1970 dengan pipa sepanjang sekitar 60 mil dan rencana ketiga akan dibuka tahun 2020. Terowongan membentang di kota New York berada di kedalaman 800 meter ini terbangun selama 65 tahun! Dan seperti kota Chicago, TM bukan sekedar untuk saluran air saja, tetapi warga New York harus mampu mendisipilkan diri untuk menjaga kebersihan.

TM di Indonesia mengaplikasikan green technology atau teknologi ramah lingkungan sehingga tidak mencemari lingkungan karena sistem ini merupakan sistem saluran dan reservoir bawah tanah yang secara terintegrasi dapat mengatasi masalah banjir, kelangkaan air baku, tempat penampungan air limbah rumah tangga, manajemen dan konservasi air tanah yang dipadukan dengan upaya penanganan kemacetan lalu lintas, serta untuk memperbaiki kembali kondisi kualitas sungai yang mengalami pencemaran berat di perkotaan. Kemudian air di dalam TM dapat dimanfaatkan menjadi air baku untuk pasokan ke Instalasi Pengolahan Air bersih (IPA) PDAM dan untuk mengendalikan pemompaan air tanah secara berlebihan. Karena TM dibangun 100 meter di bawah tanah. Penanaman TM di bawah tanah juga tak akan mengganggu jaringan listrik atau komunikasi. Sebab, tim ahli yang membangun TM sudah mempunyai peta jaringan listrik dan komunikasi. Cara menanam pipa TM pun tidak dengan menggali tanah secara horisontal tetapi vertikal

Dari hasil penelitian tim ahli di luar negeri, TM selain dapat menanggulangi banjir juga meningkatkan pendapatan masyarakat. TM dapat berfungsi mengolah air baku dan limbah. Ketika limbah menjadi pupuk, pupuk tersebut dapat dijual. Pengolahan menjadi pupuk, sudah ada contohnya di Chicago, di mana kawasan tersebut hanya berpenghuni 750 ribu namun mampu menghasilkan jutaan pupuk dari TM saja.

Sebagai tahap awal rencananya TM ini akan dibangun di Jakarta bagian tengah, yaitu letaknya berada di bawah Banjir Kanal Barat (BKT) sepanjang 17 km dengan luas penampang basah 42 x 42 m2, yang dapat menampung air sekitar 30 juta m3, dengan estimasi total biaya yang dibutuhkan + Rp. 4,4 triliun.

Estimasi biaya tersebut dihitung dari perbandingan proyek serupa di Singapura yang menghabiskan dana Rp. 18 triliun untuk panjang 70 km. TM juga dapat menahan banjir yang terjadi Februari 2007 dengan debit puncak 450 m3/dt dalam 18,5 jam. Rencana awalnya saluran TM , akan dibangun di bawah kali Ciliwung ke kanal barat. Karena Ciliwung banyak kelokan, yaitu di bawah jalan raya, yaitu di bawah Jalan MT Haryono, Jalan Gatot Subroto, Jalan S. Parman sampai ke Pluit. Panjang jalur TM sekitar 19 kilometer, namun yang bisa dimanfaatkan untuk multipurpose untuk kabel utilitas dan jalan raya untuk transportasi hanya 10 kilometer. Dalam implementasinya TM harus disinkronisasi dengan konsep pengendali banjir yang lainnya seperti Banjir Kanal Timur (BKT), Banjir Kanal Cengkareng, dan juga melengkapi rencana pembangunan waduk Ciawi di hulu kali Ciliwung.

Dalam keadaan normal dimana tidak ada banjir, terowongan yang terdiri atas 3 (tiga) lapisan (layer) tersebut akan difungsikan sebagai sarana jalan tol bawah tanah untuk bagian atas dan tengah dengan pembagian arah yang berbeda untuk setiap lapisnya. Sementara lapisan bagian bawah (dasar terowongan) akan sepenuhnya berfungsi sebagai saluran air dan tempat saluran limbah cair (sewerage pipes) yang terpisah untuk menjaga kontaminasi dari limbah cair.

Komponen kedua adalah reservoir di bawah tanah itu sendiri. Reservoir ini didisain dengan kapasitas relatif besar untuk mampu menampung limpasan air atau genangan yang terjadi akibat hujan atau curah hujan tinggi bersamaan dengan akumulasi limbah cair perkotaan dalam hitungan debit harian. Reservoir bawah tanah kedap air ini juga didisain dengan mempertimbangkan faktor keamanan yang tinggi terhdap resiko runtuh (colaps) akibat beban dan getaran atau pergerak tanah (earthquake).

Sistem saluran ini pada beberapa titik akan bertemu dengan saluran air limbah (sewerage network) yang biasanya dalam bentuk combine sewer overflow (CSO) untuk kemudian menuju ke reservoir utama di bawah tanah. Suatu yang sangat unik dari kombinasi CSO dengan TM dibandingkan dengan sistem konvensional adalah, bahwa sistem ini dapat mengeliminasi atau menghilangkan sebagian besar kebutuhan sistem pemompaan berupa pumping station dalam sistem penyaluran limbah cair dari sumbernya menuju ke tempat penampungan dan pengolahan akhirnya. Karena semua limbah cair dialirkan secara gravitasi dan tentunya akan menghemat secara signifikan dalam biaya investasi (capex) dan operasinya (opex). Dalam pengoperasian dan pemeliharaannya sistem TM untuk sistem penyaluran limbah cair juga tidak akan mengganggu aktifitas rutin (transportasi) perkotaan dipermukaan tanah, karena semua aktifitas TM berlansung di bawah tanah dalam terowongan.

Lumpur endapan pada reservoir bawah tanah dan lumpur dari hasil reklamasi dan pengolahan air baku selanjutnya diolah secara proses biologis untuk stabilisasi sifat fisik dan kimiawinya untuk kemudian dapat diolah lebih lanjut menjadi pupuk organik (biosolid) untuk keperluan pertanian. Dari hasil pengolahan lumpur secara anaerobic juga akan dapat dihasilkan gas methan (CH4) sebagai sumber bioenergi yang dapat digunakan sebagai sumber energi pembangkit listrik untuk keperluan operasional TM .

Dari aspek penyediaan air baku, ketergantungan Jakarta terhadap (fluktuasi) suplai air baku dari luar Jakarta bersamaan dengan upaya terintegrasi dalam mengatasi masalah banjir, konservasi air tanah dan menciptakan kondisi sanitasi lingkungan yang lebih baik dapat dicapai secara efektif, efisien dan simultan dengan pemanfaatan TM. Sehingga ketergantungan Jakarta terhadap pasokan air baku maupun air curah dan mata air dari sumber-sumber yang berada di luar Jakarta dapat diminimalkan secara bertahap bersamaan dengan upaya konservasi SDA secara terintegrasi dan berkelanjutan.

Dari hasil perhitungan sementara berkaitan dengan proyeksi kebutuhan air baku untuk Metropolitan Jakarta, secara makro terlihat bahwa defisit air baku sebesar 11,028 l/dt pada tahun 2010 akan terus membengkak menjadi 39,008 l/dt pada akhir tahun 2025. Defisit ini dapat diatasi dengan memanfaatkan potensi air hujan bersamaan dengan upaya pengolahan (reklamasi) kualitas limbah cair perkotaan yang harus juga ditangani untuk menciptakan kondisi sanitasi lingkungan yang lebih baik.

Sistem ventilasi yang menjamin teciptanya udara segar dengan kandungan oksigen (O2) yang cukup dan untuk mengeluarkan emisi buangan kendaraan bermotor (CO dan CO2) setiap saat merupakan faktor utama keamanan dan kenyamanan dalam penggunaan TM sebagai sarana jalan tol bawah tanah disamping fitur-fitur perlengkapan telekomunikasi dalam keadaan darurat (emergency). Belajar dari pengalaman pengoperasian Stormwater Management and Road Tunnel (SMART) Kuala Lumpur yang sudah dioperasikan mulai bulan Juli 2007 lalu, maka ramp untuk keluar dan masuk (ingress dan egress) kendaraan dibuat sedemikian rupa dengan mempertimbangkan kebutuhan dan faktor psikologis pengguna jalan tol bawah tanah.

Sebagai gambaran, SMART Tunnel Kuala Lumpur yang panjangnya hanya 9,7 km saja mampu melayani 30.000 kendaraan per hari. Jika kapasitas pelayanan itu berbanding lurus dengan panjangnya tunnel, maka terowongan yang digagas Jokowi ini akan mampu melayani 50.000—60.000 kendaraan per hari.

Melihat kompleksitas yang ada serta tantangan masa depan, diperlukan adanya suatu sistem penyelesaian yang bersifat inovatif, menyeluruh dan terintegrasi untuk bisa mengatasi permasalahan serius dalam pengelolaan sumberdaya air yang dihadapi oleh kota-kota besar di Indonesia seperti yang sedang dihadapi oleh Jakarta, khususnya dalam mengatasi masalah banjir; kelangkaan air baku; peningkatan kebutuhan terhadap air bersih; penanganan limbah cair; eksploitasi dan pencemaran terhadap air tanah serta upaya pengendalian intrusi air laut; perbaikan kualitas air permukaan; dan upaya penanganan kemacetan lalu lintas dalam kota.

Diperkirakan TM tidak untuk mengurangi banjir, tapi untuk mengurangi debit air puncak saat Ciliwung sedang tinggi. Jika luas daratan Jakarta adalah 661,52 km² maka luas kawasan yang terkena banjir pada 17 Januari lalu mencapai 198,46 km2. Jika ketinggian air rata-rata di seluruh kawasan genangan itu 60cm saja, maka volume air yang menenggelamkan Jakarta pada hari itu mencapai 119,1km3 atau 119.100.000m3. Itu artinya volume banjir Jakarta adalah 53 kali lebih besar dari kapasitas TM.

TM memiliki beberapa kelemahan, yakni dari sisi pengelolaan, aspek masyarakatnya, dan aspek kontur tipikal Jakarta yang tak bisa dibangun di bawah tanah. Pada pelaksanaannya program normalisasi sungai dan sodetan kali Ciliwung ke Kanal Banjir Timur (KBT) lebih efektif ketimbang proyek TM.

Sampai saat ini Jakarta tidak mempunyai masterplan bawah tanah. Sehingga bisa dibayangkan kalau program TM dijalankan, maka akan terjadi tumpang tindih. Sebab, ada juga proyek MRT yang membutuhkan pembangunan di bawah tanah. Selama kita tidak mampu mengelola air dan kawasan, sulit untuk kita membangun di bawah tanah dengan baik,

Banjir akibat hujan deras di Jakarta bukan hanya karena curah hujan yang semakin tinggi, tetapi ada aliran air besar dari Depok dan Bogor. Sehingga konsep normalisasi sungai-sungai dari Depok dan Bogor ke Jakarta, termasuk edukasi dan pendisiplinan warga Depok, Bogor dan Jakarta, perlu menjadi prioritas utama

Dengan model apapun dan dengan desain semodern dan secanggih bagaimanapun, pekerjaan manusia tidak bisa mengalahkan siklus alam, salah satunya aliran air. Bahwa dimana aliran air sama saja, air akan terhambat jika sampah atau limbah menumpuk.

Satu hal lagi yang perlu menjadi perhatian, apabila proyek pencegahan banjir seperti normalisasi sungai dan edukasi lingkungan di Jakarta dilakukan dengan benar, maka insya Allah ancaman banjir dapat dihindari. Sudah menjadi rahasia umum, apabila proyek-proyek di Jakarta hanya dilakukan maksimal 30% dari anggaran yang disediakan. Salah satu anggota DPRD DKI Jakarta pernah melakukan pengecekan langsung dilapangan terhadap program normalisasi sungai. Beliau menemukan bahwa program normalisasi sungai dengan anggaran Miliaran bahkan puluhan Miliar dilakukan hanya dengan mengeruk lumpur 1 truk. Beliau pernah bertanya kenapa kontraktor melakukan demikian padahal anggaran yang disediakan sangat besar. Kontraktor tersebut menjawab, kalau saya keruk sesuai dengan yang ditugaskan, maka tidak ada untung saya, karena untuk mendapatkan proyek ini, saya harus ngasih DP didepan sebesar 30% dari nilai proyek, memberikan sekian persen ke sini dan sekian persen kesana, karena banyaknya biaya siluman yang dikeluarkan maka sisanya tinggal 10-15%. Dan itulah untung sang kontraktor.

Apabila Pak Gubernur sekarang mampu memberantas praktek korupsi dilingkaran birokrasi dan pengusaha, maka pak Gubernur perlu mendapat dukungan tidak hanya selama menjadi Gubernur bahkan akan didukung rakyat menjadi Presiden Indonesia.

Exit mobile version