SosialUncategorized

Tata Ruang

Perencanaan tata ruang dalam bahasa Inggris disebut spatial planning merupakan metode-metode yang digunakan oleh sektor publik untuk mengatur penyebaran penduduk dan aktivitas dalam ruang yang skalanya bervariasi. Perencanaan tata ruang terdiri dari semua tingkat penatagunaan tanah, termasuk perencanaan kota, perencanaan regional, perencanaan lingkungan, rencana tata ruang nasional, sampai tingkat internasional seperti Uni Eropa (Wikipedia:2009).

Ruang dapat digambarkan sebagai wadah dimana keseluruhan interaksi sistem sosial (yang meliputi manusia dengan seluruh kegiatan politik, sosial, ekonomi, dan budaya) dengan ekosistem (lingkungan alam dan lingkungan buatan) berlangsung (UU No 26 tahun 2007 tentang penataan ruang). Interaksi ini tidak selalu secara otomatis berlangsung seimbang dan saling menguntungkan. Hal tersebut karena adanya perbedaan kemampuan, kepentingan dan adanya sifat perkembangan ekonomi yang akumulatif. Oleh karena itu, ruang perlu ditata agar dapat memelihara keseimbangan fungsi lingkungan dan memberikan dukungan yang nyaman terhadap manusia serta mahluk hidup lainnya dalam melakukan kegiatan dan memelihara kelangsungan hidupnya secara optimal.

Penataan ruang perlu didasarkan pada pemahaman potensi dan daya dukung alam, perkembangan kegiatan sosial ekonomi yang ada, serta tuntutan kebutuhan peri kehidupan saat ini dan kelestarian lingkungan hidup di masa yang akan datang. Upaya pemanfaatan ruang dan pengelolaan lingkungan ini dituangkan dalam suatu kesatuan rencana tata ruang. Sebagai salah satu proses kegiatan penataan ruang, penyusunan rencana tata ruang kawasan perkotaan perlu diselenggarakan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Rencana Tata Ruang Wilayah.

Di pihak lain, pertumbuhan kota-kota akan diikuti dengan tekanan-tekanan yang antara lain berupa: koversi lahan-lahan pertanian yang subur di sekitar kota-kota menjadi lahan-lahan non pertanian; makin kritisnya cadangan air tanah dan air permukaan; meningkatnya inefisiensi dan inefektifitas dalam pelayanan prasarana dan sarana perkotaan karena wilayah perkotaan yang makin melebar ke segala arah; serta berkurangnya tingkat produktivitas masyarakat perkotaan yang diakibatkan oleh makin besarnya tenaga dan waktu yang terbuang untuk mencapai pusat aktifitas baik itu perdagangan, jasa, pemerintahan, perbelanjaan dan sebagainya.

Oleh karena itu, peran yang makin penting dan strategis dari kawasan perkotaan secara nasional perlu diimbangi dengan pengendaliannya. Upaya pengendalian ini perlu dikelola secara jelas dan tegas serta dilaksanakan secara konsisten oleh semua pihak sehingga pembangunan perkotaan mampu mendukung pembangunan nasional, dan bukan memperlemahnya. Untuk itu, diperlukan kerangka acuan yang disepakati, mudah dipahami dan dilaksanakan oleh semua pihak baik pemerintah khususnya pemerintah daerah maupun masyarakat.

Dalam rangka pengendalian pembangunan kawasan perkotaan tersebut, acuan yang digunakan adalah penataan ruang. Penataan ruang merupakan upaya perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang (UU No 26 tahun 2007 tentang penataan ruang). Dikarenakan ruh dari penataan ruang adalah kemitraan dan peranserta aktif masyarakat, maka diperlukan suatu kerangka peraturan yang sifatnya tidak semata-mata membingkai dan mengatur ruang gerak dan kegiatan masyarakat, akan tetapi justru memberikan dorongan dan peluang agar masyarakat berpartisipasi dalam kegiatan penataan ruang.

Khusus untuk kawasan perkotaan diperlukan penataan ruang kawasan perkotaan yang memuat konsepsi, kebijakan, proses dan prosedur serta mekanisme serta petunjuk yang jelas, serta mampu mengakomodasikan berbagai kepentingan dari pihak-pihak yang terkait, baik pemerintah pusat, pemerintah daerah, serta berbagai kalangan yang ada di masyarakat.

Perencanaan tata ruang yang terintegrasi antar-daerah dalam satu ekosistem dimaksudkan agar keseimbangan (dalam bentuk ruang yang nyaman, produktif, dan berkelanjutan) dapat diwujudkan dalam satu kesatuan ekosistem, tidak hanya terbatas pada wilayah yang direncanakan. Pengabaian terhadap prinsip ini akan mengakibatkan kerusakan lingkungan hidup di wilayah lain, misalnya di wilayah hilir apabila perencanaan di wilayah hulu tidak memperhatikan dampak yang ditimbulkan dari implementasi rencana tata ruangnya terhadap wilayah hilir. Misalnya pada kasus banjir di wilayah Jakarta. Kebijakan penataan ruang sektoral akan memperparah dan memperluas tingkat kerawanan banjir di Jakarta. Tata ruang hendaknya mengintegrasikan seluruh wilayah dari hulu hingga hilir seperti yang tertera pada Peraturan Presiden mengenai tata ruang Jabodetabekpunjur.

Di samping keterpaduan antar-daerah dalam satu ekosistem, perencanaan tata ruang juga harus disusun dengan memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan, sebagaimana ditegaskan dalam penjelasan Pasal 19 huruf e, Pasal 22 ayat (2) huruf d dan Pasal 25 ayat (2) huruf d, Pasal 34 ayat (4) huruf c, UU 26 tahun 2007 Tentang Penataan Ruang. Perhatian terhadap daya dukung dan daya tampung lingkungan dimaksudkan agar pemanfaatan ruang tidak sampai melampau batas-batas kemampuan lingkungan hidup dalam mendukung dan menampung aktivitas manusia tanpa mengakibatkan kerusakan lingkungan. Kemampuan tersebut mencakup kemampuan dalam menyediakan ruang, kemampuan dalam menyediakan sumberdaya alam, dan kemampuan untuk melakukan perbaikan kualitas lingkungan apabila terdapat dampak yang mengganggu keseimbangan ekosistem.

Penataan ruang yang didasarkan pada karakteristik, daya dukung dan daya tampung lingkungan, serta didukung oleh teknologi yang sesuai akan meningkatkan keserasian, keselarasan, dan keseimbangan subsistem. Hal itu berarti akan dapat meningkatkan kualitas ruang yang ada. Karena pengelolaan subsistem yang satu berpengaruh pada subsistem yang lain dan pada akhirnya dapat mempengaruhi system wilayah ruang nasional secara keseluruhan, pengaturan penataan ruang menuntut dikembangkannya suatu sistem keterpaduan sebagai ciri utama.

Menurut Emir Hadi (2009), daya dukung ekosistem atau kemampuan ekosistem dalam penyediaan (supply) kebutuhan hidup manusia terbatas hanya dari segi produktifitas lahan aktual dalam menghasilkan pangan dan penyediaan air serta kebutuhan manusia dari sisi permintaan. Kondisi supply-demmand menentukan status daya dukung ekosistem pada masa tertentu. Daya dukung dapat dinilai atas ecological carrying capacity atau yang sering disebut ecological footprinting. Pada dasarnya ecological footprint (EF) adalah pengukuran beban yang diakibatkan oleh suatu populasi dan harus ditanggung oleh lingkungan. Dengan maksud lain, bagaimana mengukur berapa kebutuhan lahan yang diperlukan untuk menjamin keberlangsungan konsumsi dan mendaur ulang limbah yang dihasilkan (Haryadi, 2006)

Berdasarkan pola konsumsinya, kebutuhan lahan diperlukan untuk memenuhi enam kebutuhan pokok manusia, yaitu: lahan untuk tanaman pangan, lahan untuk ternak, lahan untuk penangkapan ikan, lahan untuk pemenuhan kebutuhan kayu dan hasil hutan, lahan untuk membangun infrastruktur dan lahan untuk menyerap emisi CO2 hasil pemanfaatan energy yang diperlukan (Haryadi, 2006). Kesejahteraan suatu bangsa akan menentukan pola konsumsi rakyatnya. Semakin sejahtera suatu bangsa, maka semakin besar lahan yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhannya. Sebagai contoh, nilai EF dalam satuan Global Hectare (Gha) di beberapa Negara adalah Amerika Serikat 9,7 perkapita, Canada 8,4 perkapita, Perancis 5,3 perkapita, Jepang 4,8 perkapita, Zimbabwe 1,3 perkapita, dan Bangladesh 0,8 perkapita. Untuk tingkat global rata-ratanya adalah 2,3 perkapita. Menurut perhitungan di tahun 2000, Indonesia nilai 0,98 Gha perkapita (Haryadi, 2006).

Jejak ekologis merupakan instrumen untuk mengukur tingkat keberlanjutan wilayah. Instrumen ini mengukur kesenjangan antara ketersediaan sumber daya alam dengan konsumsi populasi serta kebutuhan sumber daya di wilayah tersebut dari wilayah lain

Kaidah lingkungan dalam penataan ruang mencakup Prinsip 5 E (Eko Budiharjo, 1998):

a. Employment atau Economy, yaitu ketersediaan lapangan kerja yang mencukupi untuk seluruh lapisan masyarakat.

b. Environment atau Ecology yaitu terjaminnya kelestarian keseimbangan fungsi lingkungan, demi kelangsungan kehidupan manusia, hewan, tumbuhan dan makhluk lainnya.

c. Equity atau Democratization yaitu pemerataan, termasuk diantaranya pemerataan akses terhadap segenap fasilitas perkotaan.

d. Engagement atau Participation yaitu keterlibatan secara aktif dari berbagai pelaku pembangunan, khususnya masyarakat luas.

e. Energy Conservation yaitu perencanaan tata ruang dan pembangunan yang hemat energi, tidak memboroskan sumberdaya yang kita miliki, baik yang terbarukan maupun tidak terbarukan.

Pada kebanyakan perencanaan kota dan lingkungan, masyarakat acapkali dilihat sekedar sebagai konsumen yang pasif. Mereka hanya diberi tempat untuk aktivitas kehidupan, kerja, rekreasi, belanja dan bermukim, akan tetapi kurang diberi peluang untuk ikut dalam proses penentuan kebijakan dan perencanaannya. Padahal, sebagai mahkluk yang berakal dan berbudaya, manusia membutuhkan rasa pengelolaan dan pengawasan terhadap habitat atau lingkungannya. Rasa tersebut merupakan faktor dasar untuk menumbuhkan rasa memiliki yang selanjutnya diharapkan ikut melestarikan.

Bila penduduk kota tidak dilibatkan dalam proses perencanaan dan pembangunan kotanya, tidak diberi kesempatan untuk bertindak secara aktif memberikan “cap” pribadi atau kelompok pada lingkungannya, tidak memperoleh peluang untuk membantu, menambah, melestarikan, menyempurnakan lingkungannya, maka yang timbul yaitu masyarakat kota yang apatis, dan acuh tak acuh (Eko Budiharjo, 1998).

Pelibatan masyarakat dalam perencanaan kota di Indonesia masih sering diabaikan, padahal perlu untuk menumbuhkan harga diri, percaya diri dan jati diri. Apalagi bagi kaum miskin, keterlibatan mereka boleh dikata tidak ada. Hal tersebut karena anggapan bahwa tingkat pendidikannya yang rendah sehingga dianggap tidak dapat berkontribusi. Padahal sebetulnya mereka memilki kearifan tersendiri yang tidak dapat dinalar dengan logika linear (Eko Budiharjo, 1998).

Show More

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Back to top button