LingkunganUncategorized

Solusi Menangani Banjir

Strategi Pengendalian Banjir

Strategi pengendalian banjir meliputi: 

a. Pengendalian Tata Ruang
Pengendalian tata ruang dilakukan dengan perencanaan penggunaan ruang sesuai kemampuannya dengan mempertimbangkan permasalahan banjir, pemanfaatan lahan sesuai dengan peruntukannya, penegakan hukum terhadap pelanggaran rencana tata ruang yang telah memperhitungkan Rencana Induk Pengembangan Wilayah Sungai. 

b. Pengaturan Debit Banjir
Pengaturan debit banjir dilakukan melalui kegiatan pembangunan dan pengaturan: bendungan dan waduk banjir, tanggul banjir, palung sungai, pembagi atau pelimpah banjir, daerah retensi banjir, dan sistem polder. 

c. Pengaturan Daerah Rawan Banjir
 Pengaturan daerah rawan banjir dilakukan dengan cara:

  • Pengaturan tata guna lahan dataran banjir (flood plain management).
  • Penataan daerah lingkungan sungai seperti: penetapan garis sempadan sungai, peruntukan lahan dikiri kanan sungai, penertiban bangunan disepanjang aliran sungai.

d. Peningkatan Peran Masyarakat

Peningkatan peran masyarakat dalam pengendalian banjir diwujudkan dalam:

1) Pembentukan forum peduli banjir sebagai wadah bagi masyarakat untuk berperan dalam pengendalian banjir.

2) Bersama dengan Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam menyusun dan mensosialisasikan program pengendalian banjir.

3) Mentaati peraturan tentang pelestarian sumberdaya air antara lain tidak melakukan kegiatan kecuali dengan ijin dari pejabat yang berwenang untuk:

  • mengubah aliran sungai;
  • mendirikan, mengubah atau membongkar bangunan-bangunan di dalam atau melintas sungai;
  • membuang benda-benda dan atau cair ataupun yang berupa limbah ke dalam maupun di sekitar sungai yang diperkirakan atau patut diduga akan mengganggu aliran;
  • pengerukan atau penggalian bahan galian golongan C dan atau bahan lainnya;

 e. Pengelolaan Daerah Tangkapan Air
Pengelolaan daerah tangkapan air dalam pengendalian banjir antara lain dapat dilakukan melalui kegiatan:

  1. Pengaturan dan pengawasan pemanfaatan lahan (tata guna hutan, kawasan budidaya dan kawasan lindung);
  2. Rehabilitasi hutan dan lahan yang fungsinya rusak;
  3. Konservasi tanah dan air baik melalui metoda vegetatif, kimia, maupun mekanis;
  4. Perlindungan/konservasi kawasan – kawasan lindung.

f. Penyediaan Dana
Penyediaan dana dapat dilakukan dengan cara :

  1. Pengumpulan dana banjir oleh masyarakat secara rutin dan dikelola sendiri oleh masyarakat pada daerah rawan banjir.
  2. Penggalangan dana oleh masyarakat umum di luar daerah yang rawan banjir
  3. Penyediaan dana pengendalian banjir oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah.

Biaya rekonstruksi dan rehabilitasi pasca bencana relatif jauh lebih besar dibandingkan dengan biaya untuk pencegahan dan dan mitigasi. Karena itu perlu penekanan pada upaya-upaya pencegahan dan kesiapsiagaan dengan cara mengurangi risiko bencana berupa : integrasi penanggulangan bencana dalam pembangunan nasional, risk assessment dan system peringatan dini, membiasakan budaya keselamatan dan ketahanan/resilence, mengurangi faktor penyebab dasar bencana dan kesiapsiagaan menghadapi bencana.

 Regulasi
Aspek regulasi yang perlu diperkuat untuk mengelola banjir adalah:

a. Pengaturan dan pengendalian aliran air di sumber air.
b. Penegakan hukum secara konsisten atas pelanggaran tata ruang, tata kota dan tata bangunan.
c. Pengendalian pemanfaatan lahan untuk perkotaan, perumahan, industri dan keperluan lainnya dengan penerapan rasio lahan terbangun.

Rasio lahan terbangun telah diatur pada Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 1999 tentang Izin Mendirikan Bangunan (IMB), dan Surat Keputusan Gubernur Nomor 63 Tahun 2000 tentang Biaya Mengurus IMB.

Dinas Pengawas dan Penataan Bangunan pemerintah DKI Jakarta menyatakan bahwa rumah di Jakarta yang mempunyai IMB hanya 25 persen (325 ribu unit) dari total 1,3 juta unit. Dengan kata lain, 75 persen (925 ribu unit) rumah di Jakarta adalah “rumah liar”. Minimal ada tiga langkah yang bisa dilakukan oleh pemerintah DKI Jakarta dan juga masyarakat untuk menegakkan Perda tersebut.

1) praktek “jual-beli” surat IMB harus dihentikan.

2) harus ada review regulasi soal tata guna lahan, khususnya soal jual-beli tanah di Jakarta. Di Jakarta, jual-beli tanah sangat variatif, bukan hanya mencapai ribuan meter persegi, melainkan juga banyak yang hanya 30-50 meter persegi. Dengan luas tanah yang sangat minimalis tersebut rasanya terlalu sulit menerapkan prinsip 70 persen untuk luas bangunan dan 30 persen disisakan untuk RTH.

3) harus ada terobosan yang radikal agar 75 persen rumah di wilayah ini segera mempunyai IMB, misalnya memberikan kemudahan birokrasi atau bahkan pemutihan. Proses kemudahan/pemutihan tersebut harus “ditebus” oleh warga untuk membuat rumah yang benar-benar memenuhi syarat, yaitu mempunyai RTH atau sumur resapan.

d. Pelarangan pembangunan di bantaran sungai

e. Peraturan pembuangan sampah di sungai

f. Kewajiban membuat sumur resapan di permukaan

g. Pembatasan secara ketat perubahan penggunaan lahan

h. Kewajiban penanaman di lahan guntai dan HGU terlantar.

i. Penerapan mekanisme insentif-disinsentif antara daerah hulu dan daerah hilir.

Koordinasi Antar Pemerintah Daerah

 Tiga belas sungai yang mengalir ke DKI Jakarta, hulunya mulai di daerah puncak Bogor, tengahnya di wilayah Cibinong, dan juga Depok. Di sana terjadi penggundulan hutan, pohon-pohonan hilang diganti dengan villa dan sebagainya. Itu yang berpengaruh sangat besar, bukan saja pohonnya yang tidak menyerap air, tanahnya pun tidak bisa menyerap air. Untuk pembenahannya bisa dilakukan secara teknis, misalnya dengan membuat penyerapan buatan. Hanya saja aturan yang ada membatasi pemda DKI Jakarta melakukan pembiayaan di luar daerahnya. Padahal daerah puncak, bogor dan depok di bawah Pemda Jawa Barat dengan anggaran yang tersedia relatif sedikit. Upaya antisipasi banjir secara menyeluruh di Jakarta membutuhkan kerja sama yang konsisten dari pemerintah pusat, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, dan Pemerintah Provinsi Jawa Barat.

Terkait masalah situ, tanggul Situ Gintung yang berada di Provinsi Banten mengalami rusak. Aliran air dari wilayah Tangerang ditampung terlebih dahulu di Situ Gintung (daerah retensi) sehingga pengaliran air ke laut dapat dikendalikan bertahap dan tidak terjadi sekaligus. Tetapi sekarang tidak demikian halnya, air dari hulu langsung dialirkan ke Jakarta, dan bila curah hujan di hulu sedang tinggi maka tidak ada lagi pengendaliannya karena Situ Gintung tidak berfungsi lagi. Sekarang ini sangat dikhawatirkan Kali Pesanggrahan, Kali Angke, dan Cengkareng Drain tidak akan mampu lagi menampung limpahan air yang datang dari hulu sehingga terjadilah banjir karena kali- kali tersebut luber.

Hal ini dapat diibaratkan menuangkan air kedalam sebuah gelas, yang bila dilakukan perlahan-lahan maka air tidak akan luber tetapi bila dilakukan sekaligus maka air akan langsung tumpah ke tanah.

 Inovasi Mitigasi Banjir

1. Taman Hujan

Taman hujan adalah konsep baru penyerapan hujan ke dalam tanah, yang berupa neraca air mini. Neraca air adalah tempat air hujan berkumpul dan terserap, sehingga tercipta keseimbangan air tanah, seperti terbentuknya danau, rawa, empang, dan situ. Selain dapat berfungsi sebagai drainase, taman ini juga dapat menyaring polutan logam berat, seperti tembaga, cadmium, chrom, timah, dan zinc, yang terlarut dalam air hujan. Penyaringannya oleh lapisan mulsa serbuk gergaji dan serpihan kayu. Taman hujan dapat diletakkan di pinggir perkerasan, seperti carport, driveway, dan pool deck, sehingga run off (aliran air) dapat langsung diserap. Talang dari atap dapat disalurkan melalui pipa atau selokan alami yang tertutup rumput ke taman ini. 

2 Undang-undang Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Terpadu

Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Terpadu adalah suatu proses penataan yang mengintegrasikan kegiatan berbagai sektor terkait dalam jajaran Pemerintahan bersama swasta maupun dengan masyarakat dalam hal perencanaan, pelaksanaan, pembinaan dan pemberdayaan serta pengendalian kawasan daerah aliran sungai mulai dari hulu sampai hilir bagi kepentingan pembangunan demi peningkatan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat dengan tetap mempertahankan kelestarian ekosistim kawasan tersebut.

Pengelolaan DAS Terpadu bertujuan untuk :

a. Terwujudnya koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan sinergi antar berbagai pihak dalam pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan DAS;

b. Terwujudnya kondisi tata air di DAS yang optimal, meliputi jumlah, kualitas dan distribusinya;

c. Terwujudnya kondisi lahan yang produktif sesuai daya dukung dan daya tampung lingkungan DAS;

d. Terwujudnya peningkatan kesejahteraan masyarakat.

 3 Eco-Hidraulik

Kini, negara-negara maju di Eropa, Jepang, dan lainnya telah melakukan penanggulangan banjir dengan metode ekohidraulik (ecological hydraulics). Metode itu diperkenalkan tahun 1980-an dengan mengutamakan peningkatan fungsi alam secara integral dalam pencegahan banjir.

Kunci pokok penanggulangan dan pencegahan banjir metode ekohidraulik adalah DAS yang sebenarnya juga telah diperkenalkan di Indonesia sebelum tahun 1970. Renaturalisasi sungai, mengembalikan belokan-belokan sungai yang sebelumnya diluruskan, menghidupkan bekas potongan sungai lama dengan membuka tanggul pelurusan sungai, memelihara kealamiahan sungai-sungai level menengah dan parit, serta melakukan penanaman pada daerah hulu dan sepanjang aliran sungai, merupakan langkah cara ekohidraulik, menggantikan cara konvensional yang lebih mementingkan cara teknik sipil itu.

Drainase ramah lingkungan didefinisikan sebagai upaya mengelola air kelebihan dengan cara sebesar-besarnya diresapkan ke dalam tanah secara alamiah atau mengalirkan ke sungai dengan tanpa melampaui kapasitas sungai sebelumnya.

Dalam drainase ramah lingkungan, justru air kelebihan pada musim hujan harus dikelola sedemikian sehingga tidak mengalir secepatnya ke sungai. Namun diusahakan meresap ke dalam tanah, guna meningkatkan kandungan air tanah untuk cadangan pada musim kemarau. Konsep ini sifatnya mutlak di daerah beriklim tropis dengan perbedaan musim hujan dan kemarau yang ekstrem seperti di Indonesia.

Berikut ini diketengahkan beberapa metode drainase ramah lingkungan yang dapat dipakai di Indonesia, di antaranya adalah metode kolam konservasi, metode sumur resapan, metode river side polder, dan metode pengembangan areal perlindungan air tanah (ground water protection area):

• Metode kolam konservasi dilakukan dengan membuat kolam-kolam air, baik di perkotaan, permukiman, pertanian, atau perkebunan. Kolam konservasi ini dibuat untuk menampung air hujan terlebih dahulu, diresapkan dan sisanya dapat dialirkan ke sungai secara perlahan-lahan.

• Metode sumur resapan merupakan metode praktis dengan cara membuat sumur-sumur untuk mengalirkan air hujan yang jatuh pada atap perumahan atau kawasan tertentu (Dr Sunjoto, UGM). Sumur resapan ini juga dapat dikembangkan pada areal olahraga dan wisata.

• Metode river side polder adalah metode menahan aliran air dengan mengelola/menahan air kelebihan (hujan) di sepanjang bantaran sungai. Pembuatan polder pinggir sungai ini dilakukan dengan memperlebar bantaran sungai di berbagai tempat secara selektif di sepanjang sungai.

• Metode areal perlindungan air tanah dilakukan dengan cara menetapkan kawasan lindung untuk air tanah, di mana di kawasan tersebut tidak boleh dibangun bangunan apa pun. Areal tersebut dikhususkan untuk meresapkan air hujan ke dalam tanah.

Show More

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Back to top button