Peradaban teknologi informasi menjadikan dunia semakin kecil dan dinamis. Kennedy dan Cohen mengatakan transformasi ini telah membawa dunia pada globalisme, suatu pemahaman baru bahwa dunia adalah satu. Sedangkan Giddens menegaskan bahwa kebanyakan dari kita sadar bahwa sebenarnya diri kita turut ambil bagian dalam suatu dunia yang harus berubah tanpa terkendali yang dicirikan dengan selera, rasa dan ketertarikan akan hal sama, perubahan dan ketidakpastian, serta kenyataan yang mungkin terjadi.
Namun anggapan diatas dibantah oleh John Naisbitt (1988), dalam bukunya yang berjudul Global Paradox, kemajuan teknologi informasi memang membuat batas dan jarak menjadi samar dan tidak berguna tetapi tindakan dan cara berpikir kita semakin local. Tindakan dan cara yang berpikir local secara tidak langsung merupakan bentuk perlawanan masyarakat terhadap globalisasi khususnya globalisasi budaya. Pengembangan budaya, tarian, pakaian hingga makanan local membuktikan hal tersebut.
Sistem, kebijakan, dan kurikulum perlu direvitalisasi agar dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan globalisasi. Penyesuaian sistem bukan berarti setiap saat harus memperbaiki sistem seperti yang dilakukan pejabat Indonesia, setiap pergantian pejabat pemerintahan sistempun diganti. Penyesuaian sistem dengan kondisi global berarti menciptakan sistem yang mampu mengikuti perkembangan kemajuan global tanpa kehilangan identitas local.
Sistem yang dibuat perlu mengacu pada subtansi globalisasi itu sendiri. Subtansi globalisasi diakui atau tidak berasal dari kapitalisme, sedangkan kapitalisme adalah mewujudkan kesejahteraan dengan mewujudkan kebebasan bagi tiap individu untuk berusaha. Oleh karena itu sistem yang dibuat perlu merujuk pada upaya pengembangan individu-individu. Pengembangan individu tidak berarti setiap individu harus mengarah pada sistem yang dibuat namun sistem dibentuk agar dapat menampung seluruh potensi individu. Individu diarahkan pada minat dan potensi yang mereka miliki kemudian dikembangkan selanjutnya diperkuat oleh sikap dan perilaku yang tepat. Sistem seperti diatas disebut pembebasan potensi.
Muhammad Yunus periah hadiah nobel bidang ekonomi (2006) mengatakan, setiap manusia memiliki potensi yang dibawa sejak lahir, hanya kesempatan untuk mengakses sumberdaya yang membuat mereka kalah bersaing dengan yang lainnya. Muhammad Yunus melalui Grameen Bank sebelum memberikan kredit kepada orang miskin baik di Bangladesh, Arkansas (AS), maupun Negara lain selalu bertanya mengenai potensi apa yang dimiliki oleh orang miskin tersebut kemudian kredit diarahkan untuk mendukung potensi mereka, misalnya mereka mampu membuat anyaman bambu, maka kredit untuk membeli bahan mentah, atau pengemis di Bangladesh hanya mampu menjual barang, maka dibelikan barang-barang untuk dijual oleh pengemis tersebut.
Pembebasan potensi lebih mudah diterapkan pada usia dini. Sekarang sudah banyak sekolah khususnya sekolah alam yang menerapkan model pembebasan potensi bagi anak di usia dini agar mereka mampu menjadi yang terbaik dibidangnya dalam menghadapi globalisasi. Namun yang perlu diingat pembebasan potensi adalah suatu proses efektif yang dinamis berdasarkan perkembangan usia anak.
Sekolah sebagai garda depan pembentukan SDM yang berkualitas hendaknya memperhatikan hal ini. Kurikulum sulit mengikuti perkembangan globalisasi namun manusia memiliki daya adaptasi yang luar biasa. Menurut Robert Merton, sumberdaya manusia yang kompeten adalah transformasi yang paling dominan dan signifikan atas terjadinya perubahan. SDM dapat dioptimalkan perannya sesuai dengan fungsi dan tugas yang dimilikinya. Karena kurikulum hendaknya diarahkan pada optimalisasi peran dan fungsi yang dimiliki individu. Konkretnya untuk menghadapi globalisasi tidak semua pelajaran harus diberikan di sekolah mulai dari belajar berbagai bahasa, keterampilan, dan skill lainnya tetapi yang lebih penting sekali lagi subtansinya, setiap anak diarahkan untuk menekuni potensinya seoptimal mungkin sedangkan pelajaran yang tidak banyak berhubungan dengan pembentukan potensi diri lebih baik ditiadakan.
Hal ini menjadi demikian krusial karena saat ini beban anak semakin lama makin berat di sekolah. Penulis tinggal di dekat sebuah kampung di Kota Bogor dimana kebanyakan anak tidak melanjutkan ke SMP bukan karena alasan tidak mampu tetapi karena mereka merasa tidak sanggup mengikuti pelajaran. Pelajaran yang di terima ketika SD sangat berat sedangkan mereka tidak mengetahui manfaat dari pelajaran yang mereka dapatkan. Walaupun belum ada penelitian yang membahas secara detail mengapa mereka putus sekolah, namun problem kurikulum yang berat juga dirasakan oleh orang tua siswa SD di berbagai forum diskusi dan media massa.
Sekolah yang membebaskan potensi dapat menjadi jalan keluar bagi permasalahan tersebut. Anak yang berbakat dibidang melukis, diarahkan menjadi pelukis, anak yang berbakat menyanyi di dorong untuk melatih vocal dan mencipta lagu, anak yang tertarik dengan teknologi diarahkan untuk menekuni teknologi. Tidak perlu seorang anak yang berbakat nyanyi diajarkan kimia atau fisika, atau seorang yang berbakat teknologi diajarkan filsafat. Orang tua yang bijak juga tidak memaksa anaknya menjadi sesuatu yang belum tentu cocok dengan potensi anak, missal seorang ayah yang professor tidak memaksa anaknya menjadi akademisi juga namun yang terpenting bagaimana seorang anak menjadi yang terbaik di bidangnya. Guru yang cerdas juga tidak mengeksploitasi anak dengan kegiatan-kegiatan yang tidak relevan, kunjungan ke meseum, study tour ke Bali dan sebagainya. Kunjungan dapat merupakan proses dinamis bagi anak yang tertarik mempelajari budaya (antropologi) tetapi tidak bagi anak yang berpotensi menjadi scientis atau teknokrat. Sistem yang jitu tidak akan membentuk anak menjadi generalis, semuanya bisa tetapi yang dasar-dasar saja. Sistem harus mengarahkan pada upaya pembebasan potensi dan pembentukan profesionalitas anak sejak dini.
Sistem pembebasan potensi bertujuan selain membebaskan anak menyalurkan bakat sesuai dengan potensinya tetapi juga memperkuat potensi dengan ilmu-ilmu dasar kehidupan. Ilmu-ilmu dasar kehidupan seperti kepemimpinan, motivasi dan etika (akhlak) perlu diberikan pada anak sebagai bekal mencapai impian mereka.
Ilmu-ilmu dasar kehidupan telah membimbing manusia-manusia biasa menjadi manusia super, seperti Bill Gates, Michael Dell, Robert Kiyosaki, dsbnya. Ilmu dasar kehidupan banyak dibahas oleh beberapa pakar, namun yang memberikan wawasan pengembangan diri yang baik ada dalam buku Rich Dad Guide To Investing, karangan Robert Kiyosaki. Kiyosaki mengatakan bahwa dunia pasti akan mengalami perubahan terus menerus, sehingga potensi dasar harus kita bentuk untuk menghadapi persoalan masa depan.
Pembentukan potensi dasar yang utama adalah menanamkan harapan. Orang yang memiliki harapan, memiliki semangat juang yang tinggi dan pantang menyerah menghadapi masalah. Dengan harapan, manusia mau diarahkan apa saja untuk mencapai cita-cita. Orang bijak di Mesir mengatakan harapan hari ini adalah kenyataan esok hari.
Potensi dasar lainnya adalah kepemimpinan. Kiyosaki kecil ditanamkan oleh ayah kayanya untuk menjadi seorang super kaya. Ketika Kiyosaki telah tamat sekolah dan kemudian menemui ayah kayanya dengan harapan ayah akayanya akan meminta ia untuk berwirausaha, ternyata ayah kayanya meminta Kiyosaki menjadi tentara. Lantas Kiyosaki bertanya mengapa ia diminta menjadi tentara padahal ayah kayanya selalu mengajarkan menjadi orang kaya, dan dengan menjadi tentara tidak mungkin seseorang menjadi super kaya. Kemudian ayah kayanya menjawab, pelajaran kepemimpinan terpenting ada dalam tentara. Inti kepemimpinan adalah mampu mengambil keputusan di saat genting sekalipun. Suasana tersebut paling baik ditemukan di dalam perang. Ketika kita ditunjuk menjadi komandan perang, kemudian anak buah kita banyak yang tertembak, apa yang harus kita lakukan maju terus atau mundur. Ketika perusahaan kita mengalami penurunan produktifitas, apa yang harus dilakukan CEO, terus bersaing dengan pola lama atau berbelok untuk mengatur siasat baru.
Pelajaran dasar kehidupan lainnya adalah kemampuan untuk bangkit setelah mengalami kegagalan. Di dunia ini tidak ada manusia yang tidak pernah mengalami kegagalan, namun yang menjadikan manusia kuat adalah ketika ia mampu melewati masa kegagalan dengan baik dan bahkan menjadikan kegagalan sebagai cambuk bagi kesuksesannya. Karena itu setelah menjadi tentara, Kiyosaki diminta ayah kayanya menjadi seorang salesmen, bukan tanggung-tanggung yang coba dijualnya adalah mesin faks. Mesin faks sangat sulit dijual pada penjualan awal karena jaringan yang terbangunnya juga sedikit. Hampir selama tiga tahun Kiyosaki tidak dapat menjual satu mesin pun, namun ia dinasehati ayahnya agar tidak berputus asa dan terus berusaha. Penolakan-penolakan oleh calon customer menjadikan Kiyosaki kuat dan terbiasa untuk menghadapi kegagalan.
Dari paparan diatas pelajaran dalam kehidupan yang paling penting adalah harapan, kepemimpinan dan motivasi.
Sebenarnya hal tersebut telah lama diajarkan dalam Islam, kita lihat dalam Sirah Nabawiyah, bagaimana Nabi Muhammad memberikan harapan besar kepada sahabatnya untuk menaklukan Byzantium (Turki sekarang) dan Romawi, justru ketika umat Islam mengalami pengepungan dari seluruh pemuka kafir Quraisy ketika perang Khandaq.
Dan bagaimana Rasulullah memberikan suatu keputusan yang sulit disaat beliau menandatangi perjanjian Hudaibiyah, yang diboikot oleh sahabat-sahabat utama kecuali Abu Bakar. Namun beliau tetap tenang dan konsisten menerapkan keputusannya itu. Dan terbukti kemudian perjanjian tersebut memberikan keuntungan besar bagi umat Islam, karena orang yang masuk Islam dan tidak boleh masuk ke Madinah berdiam di sekitar Madinah dan mengganggu kafilah dagang Quarisy, akhirnya perjanjian dicabut atas kehendak kaum kafir Quraisy.
Motivasi yang tinggi juga ditunjukkan oleh Rasulullah, ketika beliau berhijrah ke Thaif. Di Thaif beliau dilempari batu hingga kakinya berdarah, kemudian malaikat Jibril menawarkan bantuan untuk menghancurkan kaum Thaif tetapi Rasulullah tidak menanggapinya bahkan berdoa akan anak-cucu mereka dapat masuk Islam kedepannya.
Hakikatnya membebaskan potensi dengan membangkitkan harapan, kepemimpinan dan motivasi apabila diarahkan mencapai kebahagiaan abadi di akhirat tentu akan menimbulkan kekuatan yang luar biasa untuk kembali menjadikan Islam sebagai rahmatalil alamin.