Tahun 80-an, saya masih ingat ketika membeli makanan di kampung, penjualnya membungkus makanan dengan daun pisang atau daun jati. Ketika ibu berbelanja pun, tas belanja berasal dari rotan, bamboo atau anyaman gedebok pisang. Masyarakat ketika itu menggunakan bahan organic untuk membungkus makanan organic.
Herannya sekarang, ditengah-tengah semakin menipisnya energi fosil di Indonesia. Plastik yang notabe nya berasal dari energi fossil justru semakin banyak penggunaannya. Kantong plastik terbuat dari penyulingan gas dan minyak yang disebut ethylene. Diperkirakan ada 500 juta sampai 1 milyar kantong plastik digunakan penduduk dunia dalam satu tahun. Ini berarti ada sekitar 1 juta kantong plastik per menit. Untuk membuatnya, diperlukan 12 juta barel minyak per tahun, dan 14 juta pohon ditebang.
Plastik dapat kita temui di hampir setiap produk dan sudut ruangan. Mulai dari botol minum, alat makanan (sendok, garpu, wadah, gelas), kresek, TV, kulkas, pipa pralon, plastik laminating, gigi palsu, sikat gigi, flash disk, kutex (cat kuku), mainan anak-anak, bahkan kendaraan bermotor.
Sekitar 50 miliar botol plastik digunakan setiap tahun di seluruh dunia. Menurut Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), konsumsi plastik di Indonesia per kapita sudah mencapai 17 kilogram per tahun, sementara pertumbuhan konsumsi mencapai 6 hingga 7 persen per tahun. Sementara KLHK menyampaikan bahwa total sampah Indonesia di 2019 akan mencapai 68 ton. Dari jumlah itu sampah plastik diperkirakan mencapai 9,52 juta ton atau 14% dari total sampah yang ada.
Bahan pembuat plastik umumnya berasal dari polimer polivinil terbuat dari polychlorinated biphenyl (PCB) yang mempunyai struktur mirip DDT. Polimer tersusun dari rantai karbon yang sulit terurai dalam jangka waktu panjang. Diperkirakan plastik dapat terurai antara 100 hingga 500 tahun atau dibutuhkan 20 generasi untuk mengurai plastik.
Selain itu, dampak negatif plastik yang perlu diperhatikan antara lain, yaitu:
• Senyawa kimia yang beracun yang terdapat pada plastik dan masuk ke tahan akan membunuh hewan-hewan pengurai di dalam tanah seperti cacing, dan mikroba tanah lain.
• Kesuburan tanah akan menurun karena plastik dapat menghalangi sirkulasi udara di dalam tanah dan ruang gerak makhluk bawah tanah yang mampu meyuburkan tanah.
• Partikel plastik yang termakan oleh binatang maupun tanaman akan terakumulasi sesuai urutan rantai makanan.
• Kantong plastik akan mengganggu jalur air yang teresap ke dalam tanah sehingga dapat menyebabkan genangan air
• Kantong plastik yang ringan, dan sukar diurai akan mudah diterbangkan angin hingga ke laut sekalipun.
• Hewan-hewan dapat terjerat dalam tumpukan plastik.
• Menyebabkan kematian Hewan-hewan laut seperti kura-kura, lumba-lumba, dan anjing laut karena memakan kantong-kantong plastik tersebut
• Ketika hewan mati, kantong plastik yang berada di dalam tubuhnya tetap tidak akan hancur menjadi bangkai dan dapat meracuni hewan lainnya.
• Pembuangan sampah plastik sembarangan di sungai-sungai akan mengakibatkan sedimentasi sungai atau penyumbatan aliran sungai sehingga dapat menyebabkan banjir.
Sedangkan dampak plastik bagi manusia menurut penelitian adalah dapat menimbulkan berbagai gangguan kesehatan, karena dapat mengakibatkan pemicu kanker dan kerusakan jaringan pada tubuh manusia (karsinogenik). Selain itu plastik pada umumnya sulit untuk didegradasikan (diuraikan) oleh mikro organisme. Berbagai penelitian telah menghubungkan BisphenolA dengan dosis rendah dengan beberapa dampak terhadap kesehatan, seperti meningkatkan kadar prostat, penurunan kandungan hormon testoteron, memungkinkan terjadinya kanker payudara, sel prostat menjadi lebih sensitif terhadap hormon dan kanker, dan membuat seseorang menjadi hiperaktif.
Sampah plastik jika dibakar akan menghasilkan gas yang mencemari udara dan membahayakan pernafasan manusia, dan jika sampah plastik ditimbun dalam tanah maka akan mencemari tanah, air tanah.
Kebanyakan plastic seperti PVC, agar tidak bersifat kaku dan rapuh ditambahkan dengan suatu bahan pelembut. Beberapa contoh pelembut adalah epoxidized soybean oil (ESBO), di(2-ethylhexyl)adipate (DEHA), dan bifenil poliklorin (PCB), acetyl tributyl citrate (ATBC) dan di(2-ethylhexyl) phthalate (DEHP). Penggunaan bahan pelembut ini dapat menimbulkan masalah kesehatan, sebagai contoh, penggunaan bahan pelembut seperti PCB dapat menimbulkan kamatian pada jaringan dan kanker pada manusia (karsinogenik), oleh karenanya sekarang sudah dilarang pemakaiannya.
Di Jepang, keracunan PCB menimbulkan penyakit yang dikenal sebagai yusho. Tanda dan gejala dari keracunan ini berupa pigmentasi pada kulit dan benjolan-benjolan, gangguan pada perut, serta tangan dan kaki lemas. Sedangkan pada wanita hamil, mengakibatkan kematian bayi dalam kandungan serta bayi lahir cacat. Contoh lain bahan pelembut yang dapat menimbulkan masalah adalah DEHA. Berdasarkan penelitian di Amerika Serikat, plastik PVC yang menggunakan bahan pelembut DEHA dapat mengkontaminasi makanan dengan mengeluarkan bahan pelembut ini ke dalam makanan.
Hal lain yang perlu diperhatikan dalam penggunaan plastik dalam industri makanan adalah kontaminasi zat warna plastik dalam makanan. Sebagai contoh adalah penggunaan kantong plastik (kresek) untuk membungkus makanan seperti gorengan dan lain-lain. Menurut penelitin, zat pewarna hitam ini kalau terkena panas (misalnya berasal dari gorengan), bisa terurai terdegradasi membentuk radikal dan menyebabkan penyakit.
Untuk mengurangi penggunaan Plastik, maka kita perlu:
1. Melakukan perubahan perilaku: memilih membawa tas belanja dari rumah ketimbang mendapatkan plastik dari pasar atau retail.
2. Mengurangi sampah plastik dengan cara melakukan recycle atau reuse penggunaan plastik.
3. Mengurangi sampah plastik di daerah pesisir dan laut dengan cara melakukan gerakan pembersihan sungai, pesisir pantai atau laut
4. Penegakan hukum: memberikan hukuman yang tegas kepada setiap orang atau organisasi yang membuang sampah ke perairan.
5. Penguatan kelembagaan: mendukung dan memberdayakan lembaga masyarakat yang ikut serta dalam program pengurangan sampah plastik di perairan