REKAYASA PENGEMBALIAN MODEL DELTA MAHAKAM YANG RUSAK

I. PENDAHULUAN
Delta Mahakam merupakan suatu kawasan delta yang terdiri dari beberapa pulau yang terbentuk akibat adanya endapan di muara Sungai Mahakam dengan Selat Makassar, Kalimantan Timur. Jika dilihat dari angkasa, kawasan delta ini berbentuk menyerupai bentuk kipas.
Secara administratif, kawasan Delta Mahakam berada dalam wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara, tepatnya berada di Kecamatan Anggana, Muara Jawa, dan Sanga-Sanga.
Kawasan Delta Mahakam memiliki luas sekitar 150.000 ha (termasuk wilayah perairan). Namun jika dihitung luas wilayah daratan saja, luas kawasan ini mencapai kurang lebih 100.000 ha.
Kawasan Delta Mahakam merupakan wilayah yang kaya akan sumber daya alam, terutama minyak bumi dan gas alam (migas). Cadangan terbesar terdapat di lapangan Peciko dan Tunu yang kini dieksploitasi perusahaan migas multinasional asal Prancis, Total E&P; Indonesia.
Sebaran hutan mangrove di dataran Delta Mahakam, yang terletak di Propinsi Kalimantan Timur, mengalami degradasi akut. Kawasan yang memiliki arti penting bagi lingkungannya tersebut telah digantikan oleh ribuan hektar tambak udang semenjak krisis moneter di tahun 1997, yang didorong oleh harga udang ekspor yang melejit. Setelah periode kemakmuran yang sangat singkat tersebut, hanya sekitar 5 tahun dan dimana sebagian besar keuntungan lari kepada investor luar, penduduk setempat kini menghadapi lingkungan yang rusak. Kualitas air minum menurun, ternak udang terkena penyakit, erosi pantai dan sungai meningkat, konflik horisontal penggunaan lahan meruncing, dan potensi perikanan di kawasan hutan mangrove merosot drastis. Ditengah-tengah fokus upaya penyelamatan lingkungan di kawasan tersebut, tulisan ini mencoba melihat proses-proses alamiah yang turut berperan dalam perubahan tersebut.

II. PERAN HUTAN MANGROVE
Delta Mahakam terbentuk dari hasil sedimentasi Sungai Mahakam, sebuah sungai terpanjang di Kalimatan Timur, selama ribuan tahun. Luas datarannya adalah sekitar 1700 km2 yang terbagi menjadi 4 zona vegetasi, yaitu: hutan tanaman keras tropis dataran rendah, hutan campuran tanaman keras dan palma dataran rendah, hutan rawa nipah dan hutan bakau (Gambar 1).
Dua zona vegetasi yang terakhir, karena penyebarannya tergantung pada keberadaan air laut, seringkali disebut bersama-sama sebagai hutan mangrove, dan menutupi 60% luas dataran delta. Sistem perakaran hutan mangrove yang kokoh mampu menahan hempasan ombak dan mencegah abrasi pantai, membuatnya berfungsi sebagai zona penyangga (buffer zone).
Ekosistem hutan mangrove merupakan habitat bagi beragam jenis biota laut. Penduduk setempat sudah lama memanfaatkan kawasan ini sebagai areal tangkapan ikan, udang, dan kepiting. Kekayaan ekosistem Delta Mahakam sangat didukung oleh lokasi delta tersebut yang terletak di tepi barat Selat Makassar, sebuah selat yang sangat penting bagi iklim dan ekonomi dunia. Melalui selat inilah, arus laut antara Samudera Pasifik dan Samudera Hindia mengalir dan kaya akan zat-zat nutrisi.

Gambar 1. Zonasi tumbuhan di Delta Mahakam
III. KERUSAKAN EKOSISTEM HUTAN MANGROVE
Luas hutan mangrove di Delta Mahakam semula diperkirakan mencapai 1000 km2, namun saat ini yang tersisa hanya 20 %. Sekitar 80 % lainnya telah musnah dibabat dan berganti menjadi ribuan hektar tambak udang dengan produksi sekitar 5600 ton per tahun (Gambar 2 dan 3).
Selama ini, pengaruh pembabatan hutan mangrove terhadap penurunan daya dukung fisik pesisir dapat dikategorikan menjadi 3 hal, yaitu peningkatan laju abrasi, intrusi air laut, dan penurunan potensi perikanan.

Gambar 2. Citra satelit SPOT meliputi sebagian Delta Mahakam. Warna merah mengindikasikan tutupan vegetasi, termasuk hutan mangrove. (a) Tahun 1992, tambak udang hanya meliputi 4 % dari luas hutan mangrove. (b). Tahun 1998, tambak udang telah merusak 41% dari luas hutan mangrove. (c) Inset dari daerah di dalam kotak bergaris putih pada gambar (b), menunjukkan pola tambak yang berkembang di kawasan tersebut.

Gambar 3. Proses perubahan lahan secara drastis di Delta Mahakam sebagai dampak krisis moneter. Perubahan paling besar dialami oleh hutan nipah (dimodifikasi dari Bourgeois et al.).
Semenjak tahun 1996, laju abrasi diperkira-kan mencapai sekitar 1.4 km2 per tahun; sementara sebelumnya hanya sekitar 0.13 km2 per tahun. Angka-angka tersebut sungguh mengejutkan, karena menunjukkan adanya peningkatan laju abrasi pantai sebesar 10 kali lipat akibat rusaknya hutan mangrove.
Dewasa ini, penduduk di bagian hilir daerah aliran sungai (DAS) Mahakam semakin sering mengalami intrusi air laut terhadap sumur-sumur mereka dan menyebabkan air sumur menjadi berasa payau. Hampir setiap musim kemarau intrusi airlaut masuk puluhan kilometer dari garis pantai dan juga diduga menyebabkan semakin menghilangnya berbagai jenis ikan air tawar.
Kegiatan pertambakan di Delta Mahakam telah melebihi daya dukung lingkungan. Ketika luas areal mangrove yang dialihfungsikan melebihi 20%, masalah degradasi lingkungan mulai muncul yang berdampak pada kematian udang hingga kegagalan panen. Diperkirakan kematian udang tersebut antara lain disebabkan oleh pencemaran pakan udang, penggunaan benih udang yang tidak bebas penyakit dan sistem sanitasi tambak yang buruk. Kegagalan panen tambak tersebut kemudian berakibat pada terpicunya konflik horisontal antara dua pelaku utama ekonomi utama daerah tersebut, yaitu petani tambak dan perusahaan industri minyak dan gas bumi. Petambak mengklaim bahwa polusi dan limbah buangan dari perusahaan yang menjadi penyebabnya. Sedangkan perusahaan mengatakan telah menggunakan teknik eksploitasi dan pengelolaan limbah yang aman terhadap lingkungan.
Sementara untuk studi bidang ekonomi banyak ditemukan usaha tambak rakyat produksinya semakin menurun dari tahun ke tahun, disamping semakin intensifnya perusahaan migas melakukan kegiatan operasinya dengan demikian masalah sosial juga meningkat pula.
Hancurnya ekosistem mangrove juga berakibat punahnya kawasan memijah dan pembesaran untuk beragam jenis ikan di Delta Mahakam dan kawasan laut di sekitarnya. Kondisi tersebut mengakibatkan merosotnya produksi perikanan pesisir. Menurut pengakuan seorang nelayan, sebelum marak pembukaan tambak tahun 1999, mereka bisa menangkap ikan bawal sekitar 20 kilogram per hari. Namun, saat ini, untuk mendapat 10 kilogram bawal per hari sudah cukup sulit. Bahkan para pencari bibit udang sudah mengeluh karena hasil perolehan bibit terus mengalami penurunan.
Akibat lain kerusakan mangrove adalah terganggunya rantai makanan di wilayah tersebut. Kejadian anjing memangsa manusia di Kutai Kartanegara, sama halnya seperti harimau memangsa manunia di Sumatra atau buaya memangsa manusia di Sangatta, Kutai timur. Kehidupan ini sudah diatur yang maha kuasa dengan rantai makanan. Hanya saja, ketika ekosistem tidak seimbang, dimana salah satu rantai makanan putus, maka makhluk hidup akan mencari alternatif makanan untuk bertahan hidup. Secara ekstrem, kerusakan ekosistem di daerah delta mahakam membuat sumber makanan bagi anjing-anjing liar semakin menipis. Efek sampingnya, anjing-anjing tersebut harus mencari makanan alternatif sebagai sumber kehidupan, dan kebetulan manusialah yang berada di sekitar mereka dan membuat mereka tak memiliki alternatif selain memangsa manusia.
Pemerintah setempat yang telah mengeluarkan izin tambak tanpa membuat aturan atau sistem pertambangan yang dapat menjaga keseimbangan ekosistem. Bukti konkretnya dapat dilihat dari rusaknya delta mahakam sebanyak 80 persen. Dalam sistem konservasi, dalam pembukaan lahan untuk kepentingan tertentu, seharusnya tetap disediakan beberapa lahan sebagai plasma nutfah yang berfungsi sebagai penyeimbang ekosistem.
Terjadinya degradasi lingkungan di delta mahakam ternyata juga berakibat hewan-hewan khas daerah tersebut menyusut populasinya. Penelitian lingkungan 15 hingga 10 tahun lalu banyak ditemukan di Delta Mahakam satwa seperti Bekantan namun saat ini binatang tersebut sulit ditemukan.

Gambar 4. Salah satu kawasan Delta Mahakam yang dijadikan tambak udang

IV. PENGARUH PROSES ALAMIAH
Secara alamiah Delta Mahakam menghadapi naiknya muka air laut yang menyebabkan pengaruh energi laut semakin kuat dan laju abrasi pantai semakin meningkat. Secara umum, proses naiknya air laut tersebut disebabkan oleh dua faktor, yaitu pemanasan global dan penurunan geologis. Semenjak abad ke 20, diperkirakan akan terjadi kenaikan muka airlaut sebesar 3 mm/tahun akibat pemanasan global. Sebelumnya, kenaikan muka air laut akibat penambahan volume air laut di kawasan tersebut diperkirakan hanya sebesar 0.8 mm/tahun. Secara geologis, Delta Mahakam juga terus-menerus mengalami penurunan permukaan daratan (land subsidence) dengan kecepatan sekitar 0.5 mm/tahun. Hal ini terjadi karena sekitar 80 % dari volume delta tersebut tersusun oleh endapan lumpur yang bersifat mudah terpadatkan. Selain itu, Delta Mahakam terletak pada kawasan tektonik aktif, dimana kerak bumi mengalami pergerakan secara vertikal, membuat proses penurunan daratan tersebut menjadi semakin signifikan. Hasil analisa geomorfologi dan sedimentologi menunjukkan proses penurunan geologis tersebut diperkirakan sekitar 2.7 mm/tahun.
Sungai Mahakam sebetulnya adalah jenis sungai pasang-surut dimana pengaruh proses pasang surut dari laut mencapai jarak 140 km dari garis pantai ke arah hulu. Bahkan pada musim kemarau yang sangat ekstrim, seperti yang terjadi pada penghujung tahun 1982, pengaruh pasang surut tersebut mampu mencapai 360 km dari garis pantai. Debit rerata air laut yang terbawa masuk ketika pasang dapat mencapai 2,5 kali lebih besar daripada debit rerata air tawar Sungai Mahakam, dan analisa dinamika arus menunjukkan bahwa transportasi sedimen pada bagian muara delta adalah bergerak ke arah daratan. Data-data tersebut menunjukkan bahwa secara alamiah pengaruh laut terhadap delta dan DAS Mahakam bagian hilir adalah besar dan signifikan.
Meskipun demikian, berkurangnya hutan mangrove di kawasan delta membuat pengaruh proses pasang-surut tersebut semakin dominan dan menyebabkan air laut semakin mudah masuk ke arah daratan dan membawa kembali limbah dari DAS Mahakam. Hal ini cukup mudah dipahami karena luasan hutan mangrove Delta Mahakam yang dapat menampung sementara air laut saat pasang semakin berkurang.

V. PENDEKATAN HOLISTIK PENYELESAIAN MASALAH DELTA MAHAKAM
1. Perlu penanganan secara kontinyu dan konsisten terhadap pengurangan luas hutan Mangrove yang ada di Delta Mahakam dan pesisir. Karena setiap tahun luasan hutan mangrove dikawasan itu semakin berkurang akibat berbagai kegiatan seperti pembukaan usaha pertambakan yang tak terkendali diiringi dengan semakin luasnya pemukiman penduduk serta meningkatnya usaha pertambangan migas.
2. Saat ini ada empat permasalahan yang diprioritaskan pemecahannya terkait dengan konflik lahan dan akses lahan di delta Mahakam yakni penanganan erosi dan abrasi, keberlanjutan dan meningkatkan hasil produksi tambak, tersedianya kawasan perkembangbiakan satwa perairan serta mencegah terjadinya pencemaran.
3. Hilangnya zona penyangga pesisir kawasan hutan mangrove akibat industri tambak disertai oleh proses penurunan delta secara alamiah karena faktor geologis. Kombinasi faktor antropogenik dan alamiah tersebut menyebabkan degradasi kualitas lingkungan berlangsung sangat cepat. Limbah-limbah dari DAS Mahakam, yang mestinya mampu dibuang ke laut lepas, akhirnya terperangkap di kawasan delta yang semakin terbuka terhadap energi laut yang semakin menguat. Untuk itu diperlukan studi lingkungan yang integral dan multidisiplin, yang tidak hanya meliputi kawasan Delta Mahakam saja, namun juga mempelajari perubahan lingkungan di sepanjang daerah aliran Sungai Mahakam.
4. Peluang untuk membenahi kawasan delta mahakam masih terbuka asal para stakeholder yang memanfaatkan delta mahakam dapat saling berkoordinasi dan memiliki komitmen yang sama. Pemkab Kutai Kartanegara bersama pihak terkait segera membuat tata ruang kawasan yang lebih detil dan up to date, kemudian melakukan reboisasi massal terhadap hutan mangrove dan pencegahan abrasi pantai-pantai di delta mahakam.
5. Menghadapi rusaknya hutan mangrove, sebaiknya dilakukan langkah-langkah praktis. Diperlukan penetapan status perlindungan pada areal mangrove yang masih utuh dan dilanjutkan dengan rehabilitasi kawasan yang telah rusak.
6. Badan pengelola terpadu perlu diaktifkan kembali untuk mencegah kerusakan Delta Mahakam lebih lanjut. Selama ini ijin pembukaan tambak hanya diberikan oleh kepala desa tanpa wewenang dari pihak diatasnya. Secara organisasi, pelestarian kawasan delta semestinya dikendalikan oleh Departemen Kehutanan. Sedangkan potensi perikanan dan budidayanya ditangani oleh Departemen Kelautan dan Perikanan.
7. Strategi yang diambil untuk mempertahankan fungsi ekologis dan keuntungan-keuntungan ekonomis dalam jangka waktu yang panjang dan terus-menerus ini adalah dengan menerapkan suatu model pengelolaan yang berkelanjutan di kawasan delta Mahakam dengan melibatkan seluruh stakeholder yang peduli baik skala lokal, nasional maupun internasional.
8. Lembaga-lembaga yang akan terlibat selain lembaga pemerintahan seperti Pemprov Kaltim dan Pemkab Kutai Kartanegara juga melibatkan perusahaan-perusahaan, LSM, lembaga pendidikan, penelitian, perguruan tinggi serta lembaga-lembaga internasional seperti CIRAD (Perancis), JICA (Jepang), USAID (Amerika Serikat), GTZ (Jerman), Komisi Eropa, UNESCO, UNDP, UNV, FLB, CIFOR, TNC dan Wetlands International.
9. Untuk membantu pendanaan bagi pengelolaan sumberdaya delta Mahakam ini, pada lima tahun pertama akan memperoleh dukungan mitra nasional serta donatur internasional. Kemudian langkah progresif dilakukan agar lima tahun berikutnya dapat membiayai sendiri atau lepas dari dukungan donatur.
10. Pengelolaan delta Mahakam ini akan dijaring tenaga-tenaga di tingkat daerah, nasional maupun internasional yang akan menempati posisi-posisi seperti Supervisor, Manager Program, Penasehat Teknis, Pimpinan dan Staf Tim Koordinasi Stakeholder (TKS), Pimpinan dan Staf Pelayanan Informasi serta Sekretaris. Ada 4 TKS yang dibentuk untuk menangani 4 permasalahan utama di delta Mahakam yakni TKS Penggunaan Lahan, TKS Sylvofishery, TKS Erosi serta TKS Pencemaran dan Pemeliharaan Kawasan. Keempat TKS ini bertanggung jawab kepada Manajemen UKP (Unit Koordinasi Program) yang terdiri dari Manajer Program, Supervisor dan Penasehat Teknis. Adapun tugas-tugas yang akan dilakukan masing-masing TKS diantaranya adalah untuk mengidentifikasi permasalahan, melakukan evaluasi, membuat definisi aturan, menulis legal dokumen, membuat usulan/kebijakan serta memonitor keter-libatan/keikutsertaan dari berbagai stakeholde
11. Pemerintah pusat, melalui Program Kemitraan Bahari yang telah digulirkan beberapa tahun lalu oleh Departemen Kelautan dan Perikanan bekerjasama dengan Universitas Mulawarman, Samarinda, berupaya mendorong pembangunan ekonomi berbasis lingkungan di wilayah tersebut. Sebetulnya bukan tidak mungkin untuk menjadikan kawasan Delta Mahakam sebagai tempat tujuan wisata, apalagi delta ini sungguh unik dari sisi geologi sebagai contoh delta modern di kawasan tropis.
12. Adanya kesadaran dan tanggung-jawab yang tinggi bagi mereka yang memanfaatkan hutan mangrove Delta Mahakam dan yang ada di pesisir untuk menghijaukan kembali areal sekitar tambak dengan menanam tanaman bakau, selain diadakannya penghijauan kembali hutan mangrove, masyarakat yang hidupnya berasal dari tambak, agar dapat membuat tambak dengan sistem Empang Parit yaitu dengan penanaman mangrove didalam tambak, tambak terbuka yaitu penanaman mangrove diluar tambak atau menggunakan sistem Kurung Tancap yaitu pemasangan bambu yang dipasang jaring mengelilingi mangrove tanpa harus menebang. Ketiga sistem ini menurutnya merupakan sistem yang dianggap mampu mengurangi kerusakan hutan mangrove atau ramah lingkungan.
13. Menyangkut masalah sanksi hukum apabila dengan sengaja merusak hutan mangrove maka sesuai dengan pasal 21 U. U. No. 5 Tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya akan memberikan tindakan tegas dengan pidana penjara selama 5 tahun dan denda sedikitnya sebesar 100.000 juta.
14. Dan yang paling utama demi kelestarian alam berkesinambungan adalah perlunya upaya peningkatan pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang pentingya pelestarian hutan mangrove. Salah satu cara yang dapat ditempuh adalah dengan memasukkan materi tersebut sebagai muatan lokal di dalam kurikulum sekolah, seperti yang telah dirintis dan berhasil baik oleh beberapa lembaga swadaya masyarakat di Tiwoho, Taman Laut Nasional Bunaken, Sulawesi Utara.

VI. UPAYA MEMBANGUN EKONOMI MASYARAKAT DI SEKITAR DELTA MAHAKAM DALAM RANGKA PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN
1. Menciptakan mata pencaharian alternatif melalui studi kelayakan.
2. Perlunya dilakukan studi pasar untuk menjamin pemasaran produk yang dikembangkan.
3. Perlunya dilakukan berbagai pelatihan masyarakat terhadap kegiatan ekonomi yang baru.
4. Pemerintah mendukung pendanaan ekonomi masyarakat yang baru dalam bentuk pinjaman tanpa agunan (gramien bank model)
5. Perlunya dilakukan studi kelayakan potensi perikanan mangrove dan sumberdaya laut lainnya.
6. Pemanfaatan hutan mangrove untuk kegiatan ekowisata.

VII. UPAYA PEMBINAAN KUALITAS MANUSIA (LINGKUNGAN SOSIAL BUDAYA) DI DELTA MAHAKAM DALAM RANGKA PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN
A. PEMIMPIN
Definisi Pemimpin menurut George R Terry adalah aktifitas untuk mempengaruhi orang-orang agar diarahkan mencapai tujuan organisasi .
Pelibatan pemimpin yang diakui keberadaaannya di tengah masyarakat mutlak dilakukan agar sosialisasi dapat berjalan lancar. Pemuka agama, sesepuh masyarakat, atau tokoh masyarakat perlu diarahkan agar program penanganan delta mahakam berjalan lancar.
Mengarahkan pemimpin agar dapat mendukung program penanganan delta mahakam dengan cara menerapkan program kepemimpinan yang efektif. Pemimpin yang efektif adalah pemimpin yang mengadaptasi perilaku pengikut untuk memenuhi kebutuhan mereka dalam lingkungan tertentu. Efektifitas kepemimpinan tergantung dari pada pemimpin, pengikut, dan variabel situasinya K = f ( P, p, s ).
Pemimpin harus dapat membangkitkan motivasi pengikut agar pengikut bersemangat menjalankan program yang telah disepakati. Karena itu pemimpin harus dapat membagi peran menjadi pelatih, penilai, penasihat, dan agent rujukan.

Tabel 1. Empat Peran Pemimpin
Pelatih Penilai Penasihat Agen Rujukan
Mendengar, menjelaskan, menyelidiki, menyatakan keprihatinan Memberikan umpan balik, menjelaskan standar, menjelaskan tanggungjawab jabatan Menghasilkan pilihan, Membantu menetapkan tujuan, Merekomendasikan atau memberi nasihat Menautkan pengikut dengan sumber daya atau orang, Mengkonsultasikan rencana tindakan

Sosialisasi penanganan delta mahakam tidak akan banyak berhasil tanpa memperhitungkan factor penentu keberhasilan suatu program. Faktor penentu keberhasilan suatu program yaitu penyeliaan yang simpatik, program yang menantang, system reward yang efektif, kondisi tempat bekerja yang menyenangkan dan adanya system umpan balik
Pemimpin juga sangat berperan dalam menentukan keberhasilan program dengan cara meningkatkan kepuasan kerja masyarakat. Kepuasan kerja meningkatkan motivasi kerja, motivasi kerja dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas kinerja. Faktor yang mendorong kepuasan kerja masyarakat adalah
a. Kerja yang secara mental menantang.
Manusia cenderung lebih menyukai pekerjaan-pekerjaan yang memberi mereka kesempatan untuk menggunakan keterampilan dan kemampuan mereka dan menawarkan beragam tugas, kebebasan dan umpan balik mengenai betapa baik mereka mengerjakan. Karakteristik ini membuat kerja secara mental menantang.
b. Ganjaran yang pantas.
Masyarakat menginginkan kompensasi yang mereka persepsikan sebagai adil, tidak bermakna ganda, dan segaris dengan harapan mereka. Bila kompensasi dilihat sebagai adil yang didasarkan pada tuntutan pekerjaan, tingkat keterampilan individu, dan standar kompensasi komunitas, kemungkinan besar akan dihasilkan kepuasan. Banyak orang bersedia menerima baik uang yang lebih kecil untuk bekerja dalam lokasi yang lebih diinginkan atau dalam pekerjaan yang kurang menuntut atau mempunyai keleluasaan yang lebih besar dalam kerja yang mereka lakukan dan jam-jam kerja. Tetapi kunci yang menautkan upah dengan kepuasan bukanlah jumlah mutlak yang dibayarkan, lebih penting adalah persepsi keadilan. Serupa pula, masyarakat berusaha mendapatkan kebijakan dan praktik promosi yang adil.
c. Kondisi Kerja yang Mendukung.
Masyarakat peduli akan lingkungan kerja yang mendukung kenyamanan pribadi maupun untuk memudahkan mengerjakan tugas yang baik. Studi-studi menunjukkan bahwa masyarakat lebih menyukai keadaan fisik yang tidak berbahaya dan merepotkan. Temperatur, cahaya, suara, dan faktor-faktor lingkungan lain seharusnya tidak terlalu ekstrim terlalu banyak atau terlalu sedikit-misalnya terlalu panas atau terlalu remang-remang.
d. Perilaku pimpinan juga merupakan determinan utama dari kepuasan.
Umumnya studi mendapatkan bahwa kepuasan masyarakat ditingkatkan bila penyelia langsung bersifat ramah dan dapat memahami, menawarkan pujian untuk kinerja yang baik, mendengarkan pendapat masyarakat, dan menunjukkan suatu minat pribadi pada mereka.
Upaya pemimpin meningkatkan peran serta masyarakat delta mahakam terlibat aktif dalam program penanganan delta mahakam perlu di ukur tingkat keberhasilannya. Pengukuran tingkat keberhasilan berguna untuk
a. Apabila belum mencapai target yang diinginkan perlu ada evaluasi pelaksanaan program dan
b. Bila dianggap berhasil, maka masyarakat perlu diberikan penghargaan agar ada perasaan bangga terhadap hasil kerja dan timbul semangat untuk terus meningkatkan kinerja.

B. MASYARAKAT
Manusia dengan berbagai macam karakternya dibagi menjadi dua model menurut Douglas McGregor. Dua model tersebut sangat mempengaruhi tipe kepemimpinan. Kedua model tersebut adalah tipe X dan tipe Y:
1. Tipe X
a. Pembawaan manusia rata-rata adalah malas atau tidak menyukai pekerjaan dan bila mungkin akan menghindarinya.
b. Karena karakteristik manusia tersebut, orang harus dipaksa, diawasi, diarahkan atau diancam dengan hukuman agar mereka menjalankan tugas untuk mencapai tujuan organisasi
c. Manusia rata-rata lebih menyukai diarahkan, ingin menghindar dari tanggung jawab, mempunyai ambisi yang relatif kecil dan menginginkan keamanan atu jaminan hidup diatas segalanya.
2. Teori Y
a. Penggunaan usaha fisik dan mental dalam bekerja adalah kodrat manusia, seperti bermain atau istirahat
b. Rata- rata manusia dalam kondisi layak, belajar tidak hanya untuk menerima tetapi mencari tanggung jawab.
c. Potensi intelektual rata-rata manusia hanya digunakan sebagian saja
d. Penghargaan yang berhubungan dengan prestasi merupakan tujuan.
e. Punya kapasitas untuk melakukan imajinasi, kecerdikan dan kreatifitas dalam penyelesaian masalah organisasi yang tersebar secara luas pada seluruh anggota.
f. Pengarahan dalam usaha pencapaian tujuan organisasi tidak hanya dengan cara mengawasi dan mengancam dalam bentuk hukuman. Orang akan melakukan pengendalian diri dan pengarahan diri untuk mencapai tujuan yang telah disetujui.
Pada tipe X, pemimpin dituntut untuk lebih tegas mengarahkan pengikutnya dan tipe Y dihindari upaya kekerasan terhadap pengikutnya dan diusahkan dengan cara yang lebih santun.
Tipe kepemimpinan yang cocok dengan tipe X adalah tipe kepemimpinan otoriter dan tipe kepemimpinan yang cocok dengan tipe Y adalah tipe kepemimpinan demokratis.
Masyarakat delta mahakam kebanyakannya adalah masyarakat dengan tingkat pendidikan rendah sehingga perlu pemimpin yang tegas untuk mengatur mereka dibawah ini ada diagram tipe kepemimpinan disesuaikan dengan pengikutnya.

Tabel 2 Level Kematangan Pekerja dan Gaya Kepemimpinan yang sesuai
Level Kematangan Pekerja Gaya Kepemimpinan yang sesuai
M1 rendah
Tidak mampu, tidak mau, dan tidak yakin G1 memberitahukan
Perilaku tinggi tugas dan rendah hubungan
M2 rendah ke sedang
Tidak mampu tetapi mau dan yakin G2 Menjajakan
Perilaku tinggi tugas dan tinggi hubungan
M3 sedang ke tinggi
Mampu tetapi tidak mau atau tidak yakin G3 Mengikutsertakan
Perilaku tinggi hubungan dan rendah tugas
M4 Tinggi
Mampu atau kompeten dan mau atau yakin G4 mendelegasikan
Perilaku rendah hubungan dan rendah tugas

Tinggi

rendah———perilaku mengarahkan——–tinggi

Gambar 5 Perilaku Kepemimpinan Menurut Hersey dan Blanchard
Sedangkan untuk membentuk kedisiplinan masyarakat dengan cara mempengaruhi pengetahuan mereka terlebih dahulu. Pengetahuan masyarakat di pengaruhi dengan cara memberikan pembinaan kepada mereka mengenai bahayanya kerusakan delta mahakam, akibat dibukanya tambak udang yang melebihi daya dukung lingkungan dan bahayanya bila hutan mangrove terus ditebangi. Apabila pengetahuan berubah maka di harapkan perilaku akan berubah dan begitu juga perilaku kelompok akan berubah.

Tinggi

Tingkat
Kesukaran

Rendah
(singkat) waktu yang perlu (lama)

Gambar 6. Tahapan Perubahan Perilaku Kelompok

Sedangkan Perilaku adalah suatu fungsi dari interaksi antara seseorang individu dengan lingkungannya. Ungkapan pengertian diatas dapat dirumuskan dengan formula sebagai berikut:
P = F (I,L)
Keterangan:
P adalah perilaku
F adalah fungsi
I adalah individu
L adalah lingkungan
Dalam upaya memahami sifat-sifat manusia hendaknya dipahami prinsip-prinsip dasarnya, yaitu;
a. Manusia berbeda perilakunya karena kemampuannya berbeda
b. Manusia mempunyai kebutuhan yang berbeda
c. Orang berpikir tentang masa depan dan membuat pilihan bagaimana bertindak
d. Seseorang memahami lingkungannya dalam hubungannya dengan pengalaman masa lalu dan kebutuhannya
e. Seseorang mempunyai reaksi–reaksi senang atau tidak senang affective
f. Banyak faktor yang menentukan sikap dan perilaku seseorang

Exit mobile version