RAMADHAN BULAN PELESTARIAN LINGKUNGAN

I. Moment Pelestarian Lingkungan

Hari Bumi merupakan moment bagi masyarakat pecinta lingkungan khususnya LSM untuk menyadarkan seluruh dunia pentingnya menjaga kelestarian lingkungan. Berawal dari pidato Senator Wisconsin, Gaylord Nelson pada tahun 1969 di Seattle, Amerika Serikat. Saat itu ia mengusulkan agar diberlakukan secara nasional apa yang disebut teach in, yaitu sesi kuliah tambahan yang membahas tema-tema controversial yang sedang hangat, khususnya tema lingkungan hidup.

Gagasan tersebut berasal dari pengamatan Nelson akan kotor dan tercemarnya bumi oleh ulah manusia. Karena itu ia mengambil prakarsa bersama dengan LSM untuk mencurahkan satu hari bagi usaha penyelamatan bumi dari kerusakan yaitu setiap tanggal 22 April. Gagasan Nelson mendapat dukungan luar biasa dari masyarakat sipil, jutaan orang turun ke jalan berdemonstrasi memadati Fifth Avenue, New York. Tidak kurang 1500 perguruan tinggi dan 10 ribu sekolah berpartisipasi berunjuk rasa di New York, Washington dan San Fransisco. Majalah Time menulis sekitar 20 juta orang turun ke jalan pada hari itu, bersama-sama mencanangkan Hari Bumi dan menyerukan protes untuk memulai sebuah revoluasi hijau.

Sedangkan Hari Lingkungan didasarkan dari Konferensi PBB mengenai Lingkungan hidup yang diselenggarakan pada tanggal 5 Juni 1972 di Stockholm, sehingga tanggal konferensi tersebut ditetapkan sebagai Hari Lingkungan Hidup Sedunia.

Bagaimana dengan Islam, adakah moment untuk memperingati hari lingkungan? Ataukah Islam perlu membuat suatu kegiatan untuk mendukung pelestarian lingkungan atau ikut saja dengan model lingkungan versi Barat?

II. Ramadhan, Bulan Pelestarian Lingkungan

Dalam kajian kontemporer Islam dewasa ini, cendikiawan Islam mencoba mengaitkan berbagai risalah Allah dengan aspek horizontal (hubungan manusia dengan sesama manusia dan lingkungannya), misalkan saja sholat dimensi horizontalnya aspek fisik-kesehatan manusia, sholat jama’ah dimensi horizontalnya meningkatkan solidaritas umat, Zakat dimensi horizontalnya adalah pemberantasan kemiskinan, Haji dimensi horizontalnya adalah aspek daya tahan tubuh dan pengorbanan, sedangkan puasa aspek horizontalnya adalah kesehatan. Manfaat puasa dari aspek kesehatan antara lain yaitu: membersihkan usus-usus, memperbaiki kerja pencernaan, membersihkan tubuh dari sisa-sisa dan endapan makanan, mengurangi kegemukan dan kelebihan lemak di perut.

Penulis mencoba menawarkan aspek lain dari puasa disamping kesehatan yaitu melestarikan lingkungan. Dimensi puasa dapat ditinjau sebagai upaya Islam melestarikan lingkungan dapat dijadikan bahan diskusi bagi pemerhati Islam kontemporer. Ada beberapa alasan mengapa penulis mencoba mengaitkan puasa dengan upaya pelestarian lingkungan, yaitu:

Pertama, manfaat dari puasa salah satunya adalah menahan dari dari lapar dan haus, membiasakan kesabaran, menguatkan kemauan, mengajari dan membantu bagaimana menguasai diri. Idealnya seorang muslim di bulan Ramadhan dapat mengurangi porsi makan dari tiga kali sehari menjadi dua kali sehari. Dengan asumsi setiap orang 0,1 kg beras setiap makan, maka untuk jumlah muslim 211,2 juta (88% dari 240 juta penduduk) di Indonesia, bangsa ini bisa menghemat konsumsi beras 211,2 juta x 0,1 kg x 30 hari atau setara dengan 633,6 juta kg beras per tahun atau 0,634 juta ton per tahun. Target produksi beras nasional tahun 2007 mencapai 2 juta ton, penghematan beras ketika bulan puasa berarti 3,16% dari produksi nasional.

Berhemat menggunakan beras berarti mengurangi ketergantungan pada beras. Mengurangi ketergantungan pada beras tak sekedar urusan angka. Ini menyangkut pilihan hidup bertanggung jawab terhadap lingkungan. Penduduk dunia makin bertambah, kebutuhan sumberdaya makin banyak, lahan produktif menyusut, dan beban bumi makin berat. Dengan berhemat menggunakan beras berarti kita ikut menjaga keseimbangan lingkungan.

Penghematan tersebut tidak hanya pada sisi konsumsi beras, tapi juga dapat merambah kepada kebutuhan pupuk, air, pestisida dan benih untuk menghasilkan beras. Asumsinya dalam setiap hektar sawah tadah hujan menghasilkan misalnya 3-5 ton beras dalam setiap tahun. Untuk menghasilkan 4 ton beras dalam setahun kita membutuhkan 4.000 m3 air atau dapat juga dikatakan untuk menghasilkan 1 kilogram beras dibutuhkan air yang mempunya volume 1 m3. Kita ketahui bersama bahwa 1 m3 sama dengan 1.000 dm3 atau 1.000 liter. Jadi untuk menghasilkan 1 kilogram beras kita membutuhkan 1.000 liter air. Misalkan sekali makan nasi kita membutuhkan 0,1 kg nasi maka air yang dibutuhkan dalam sekali makan per orang sama dengan 100 liter, bila penghematan ketika bulan puasa mencapai 633,6 juta kg beras berarti penghematan air mencapai 6.336 juta liter air. Padahal banyak pakar memperkirakan di masa depan krisis energy akan beralih menjadi krisis air. Krisis air di berbagai kawasan bisa memicu perang antar Negara seperti yang terjadi di antara Lebanon dan Israel, Sri Langka-Macan Tamil, dan penyusutan air yang melanda Timur Tengah, Asia dan Sub-sahara Afrika.

Ini baru variabel beras/nasi yang merupakan sumber karbohidrat, kita belum berbicara masalah daging, telur, ikan (sebagai sumber protein) dan sayur (sumber vitamin) dan sebagainya. Fakta menunjukkan bahwa umumnya yang kita makan di meja hidangan bukan cuma nasi tetapi ada lauk pauknya.

Kedua, puasa selain menghemat sumber daya alam juga mengurangi limbah yang dihasilkan aktifitas manusia ke alam. Jumlah air yang dikeluarkan tubuh melalui air seni sekitar 1 liter per hari. Dan jumlah tinja yang dikeluarkan pada orang sehat sekitar 50 – 400 g/hari, kandungan aimya sekitar 60 – 90 % bobot tinja atau sekitar 50 – 60 ml air sehari. Sedangkan, air yang terbuang melalui keringat dan saluran napas dalam sehari maksimum 1 liter, tergantung suhu udara sekitar. Belum lagi faktor pengeluaran air melalui pernapasan. Dengan asumsi setiap muslim mengurangi 1/3 aktifitas makannya selama bulan Ramadhan berarti jumlah tinja yang dikeluarkan juga berkurang 1/3. Mengurangi jumlah limbah yang dibuang berarti memberikan kesempatan kepada alam untuk kembali pada posisi keseimbangannya atau yang dinamakan homeostatis. Konsep homeostatis atau keseimbangan lingkungan yaitu proses kembalinya suatu system ke keseimbangan atau adanya proses dalam ekosistem untuk mengatur kembali berbagai perubahan dalam system secara keseluruhan atau dalam pendekatan yang holistic (utuh menyeluruh). Limbah dari aktifitas makan manusia yang dimaksud diatas tidak hanya berkenaan dengan kotoran manusia tetapi juga limbah sabun cuci piring atau bungkus makanan dapat berkurang 1/3 juga.

Ketiga, manfaat lain dari puasa adalah meningkatkan solidaritas umat. Orang mampu menjadi lebih sadar betapa besar nikmat Allah atas dirinya. Allah mengaruniainya nikmat tak terhingga, pada saat yang sama banyak orang-orang kurang mampu yang kekurangan makanan, air bersih dan tidak pula menikah. Karena terhalangnya orang mampu dari menikmati hal-hal tersebut pada saat-saat tertentu. Kondisi tersebut akan mengingatkannya kepada orang-orang yang kekurangan. Ini akan mengharuskannya mensyukuri nikmat Allah atas dirinya berupa serba kecukupan, juga akan menjadikannya berbelas kasih kepada saudaranya yang memerlukan, dan mendorongnya untuk membantu mereka. Lebih jauh lagi berarti Islam menjauhkan umatnya dari budaya konsumerisme.

Perkembangan konsumerisme mencapai puncaknya pada tahun 1980-an, ketika ungkapan ”grred is good (rakus itu baik)” dan ”shop ’til you drop (belanja sampai pingsan)”. Orang dinilai dari apa yang mereka miliki dan bukan pada siapa mereka. Supaya dianggap sukses orang harus memiliki rumah besar, sekian mobil, barang elektronik terakhir, traveling ke luar negeri, dsbnya.

Ditinjau dari segi keseimbangan lingkungan, pola hidup konsumtif adalah faktor utama penyebab semakin cepatnya terkuras sumber daya alam dan degradasi lingkungan selain pertambahan penduduk. Pendapat tersebut didukung oleh pernyataan Francis Fukuyama dalam bukunya The Great Disruption bahwa akar kerusakan di bumi ini bersumber dari empat yaitu kemiskinan yang meningkat, kekayaan yang meningkat erosi kultural yang meluas termasuk kemerosotan religius, meningkatnya egoisme atau kepuasan individualistis diatas kewajiban komunal.

Keempat, puasa memiliki segi preventif pencemaran lingkungan yang paling efektif yaitu reduce dari tiga model preventif pencemaran lingkungan lain Reduce, Reuse dan Recycle. Sebenarnya dalam konteks lingkungan secara global, sikap yang paling berwawasan lingkungan adalah mengurangi produksi dan konsumsi sumber daya alam. Misalnya dalam kasus pemanasan global yang diakibatkan oleh CO2 khususnya kendaraan bermotor. Beberapa solusi yang telah ditawarkan yaitu reuse, mengganti bahan bakar fosil dengan bahan bakar nabati biofuel, misalnya dari jagung atau kedelai. Namun kebijakan tersebut membawa dampak naiknya harga bahan pangan tersebut di sejumlah negara akibatnya rakyat miskin semakin sulit kehidupannya. Atau mengganti bahan bakar fosil dengan bahan bakar biofuel seperti jarak atau kelapa sawit. Kebijakan tersebut menyebabkan konversi hutan di beberapa negara. Konversi hutan menjadi perkebunan kelapa sawit berarti mengurangi penyerap CO2 yang berarti berkontribusi juga pada pemanasan global atau menyelesaikan masalah dengan masalah baru. Solusi yang terbaik adalah mengurangi (reduce) penggunaan bahan yang dapat mengeluarkan CO2 misalnya menggunakan kendaaran umum ketika bepergian atau berkontribusi pada pengurangan CO2 dengan melakukan penghijauan.

Contoh lainnya adalah perbedaan antara makanan yang dikemas pabrik atau tidak. Pihak yang pro makanan dikemas pabrik mengatakan, makanan yang dikemas pabrik akan mengurangi timbulnya berbagai macam limbah, karena produk samping seperti kupasan kulit maupun sisa sayuran masih dapat dimanfaatkan lagi untuk makanan ternak maupun bahan bakar. Ditambah lagi kemasan dari pabrik dapat membuat makanan tetap segar selama beberapa bulan. Sedangkan makanan yang tidak dikemas pabrik, hasil samping akan terbuang sia-sia dan makanan cepat busuk. Sedangkan pihak yang pro makanan tidak dikemas pabrik mengatakan, terlalu banyak energi yang digunakan untuk menghasilkan makanan pabrik. Tambahan lagi bahan pengawet yang digunakan dapat mencemari tubuh dalam jangka panjang. Perdebatan tersebut tidak kunjung usai, yang terbaik adalah mengurangi konsumsi makanan. Mengurangi konsumsi makanan adalah salah satu yang diperintahkan dalam bulan Ramadhan.

Apabila puasa dijalankan secara benar dan baik, niscaya ramadhan dapat benar-benar menjadi bulan pelestarian lingkungan. Bulan pelestarian yang lebih baik dari moment pelestarian apapun karena beranjak dari aspek preventif yang paling efektif yaitu reduce. Bandingkan dengan hari bumi atau hari lingkungan yang masih berkutat pada aspek reuse dan recycle. Namun kenyataannya pada bulan Ramadhan harga-harga beranjak naik karena diikuti oleh kenaikan permintaan. Dalih yang sering digunakan adalah karena puasa mengurangi porsi makan, maka ketika sahur atau berbuka jumlah dan kualitas makanan juga ditingkatkan. Padahal Rasulullah SAW pernah berkata: “Apabila berbuka salah satu kamu, maka hendaklah berbuka dengan kurma. Andaikankamu tidak memperolehnya, maka berbukalah dengan air, maka sesungguhnya air itu suci.” Hadits tersebut mengajarkan berbuka dengan sederhana dan tidak berlebihan.

Sedangkan berbuka dengan yang manis bukanlah tuntunan Nabi tetapi hanya merupakan analisis dari Hadits diatas. Ada perbedaan yang signifikan antara kurma dengan makanan yang manis. Kurma, adalah karbohidrat kompleks. Sebaliknya, gula yang terdapat dalam makanan atau minuman yang manis yang biasa kita konsumsi sebagai makanan berbuka puasa, adalah karbohidrat sederhana. Ketika berpuasa, kadar gula darah kita menurun. Kurma adalah karbohidrat kompleks. Karbohidrat kompleks, untuk menjadi glikogen, perlu diproses sehingga memerlukan waktu yang tidak sebentar. Sebaliknya, kalau makan yang manis-manis, kadar gula darah akan melonjak naik, langsung. Hal tersebut justru dapat merusak kesehatan.

Exit mobile version