Pos Pelayanan Narkoba…(3)

Menjadi Pribadi Bebas Narkoba
Menjadi remaja yang tahan godaan, tahan banting, memang sebuah perjuangan. Dari menyelamatkan diri dari berbagai godaan sampai menepis narkoba bukan hal yang mudah. Sebuah penelitian menemukan lebih dari 70% remaja di Jakarta pernah ditawari narkoba.

Dari beberapa penelitian yang pernah dilakukan Yayasan Cinta Anak Bangsa, diketahui bahwa remaja yang tahan banting adalah remaja yang memiliki HOPES. HOPES merupakan singkatan dari kepatuhan Hukum, arahan Orang tua, Persepsi kesehatan, kematangan Emosional dan Spiritual.

Kelima hal itu ditemukan melalui sebuah studi faktor protektif yang melibatkan lebih dari sebelas ribu remaja SMP dan SMA di Jakarta. Dengan asumsi bahwa ada sekitar 8%-12% remaja di Jakarta yang pernah menggunakan narkoba, studi ini mempunyai misi yang lain. Misinya adalah menanyakan kepada remaja yang belum pernah menggunakan narkoba mengapa mereka tidak tertarik untuk mencoba-coba narkoba seperti sebagian temannya yang lain.

Empat jawaban tertinggi pada pertanyaan, mengapa kamu tidak tergoda narkoba adalah faktor spiritual, kesadaran kesehatan, pengaruh orang tua, dan hukum. Namun, untuk mempermudah mengingat faktor-faktor tersebut yang saya singkat menjadi kata HOPES ini, jika dilihat dari urutan faktor terpenting harus dilihat terbalik. Faktor paling belakang (Spiritual) ternyata adalah faktor terpenting.

2.6.1 Kesadaran hukum
Adanya hukum serta penegakannya yang jelas dapat menimbulkan deteren efek pada masyarakat. Hal ini diakui beberapa responden remaja pada penelitian di atas. Salah satu hal yang menyebabkan remaja tidak berani bermain dengan narkoba adalah takut ditangkap polisi dan dihukum keras jika tertangkap tangan. Walau seakan-akan di sisi lain ada remaja yang mengambil risiko untuk menggunakan narkoba dan yakin tidak akan tertangkap, ternyata kejelasan hukum dan penegakannya jelas telah memberi efek takut pada remaja kita.

Bahkan, lebih jauh, berdasarkan sebuah deklarasi yang dicanangkan beberapa bulan lalu oleh remaja se-Asia Pasifik di Bali, remaja setuju dengan sebuah kebijakan pemerintah yang memihak pada mayoritas. Kebijakan yang menolak segala penyalahgunaan narkoba dan semua terapi penyembuhan yang menggunakan cara-cara pengurangan dampak buruk seperti terapi substitusi metadon dan pembagian jarum suntik. Menurut mereka, rehabilitasi perlu diusahakan ke arah abstinensi dan bukan sekadar mengurangi dosis.

2.6.2 Arahan orang tua
Responden mengakui bahwa peran nasihat dan batasan yang pernah mereka dapatkan dari orang tua mereka sangat bermanfaat ketika berhadapan dengan situasi yang mengharuskan mereka memilih. Seorang ahli ilmu keluarga dari Universitas Minnesota, Dr Allen di tahun 2002 menyatakan bahwa membuat batasan dalam hidup anak itu sama seperti membangun pagar di sepanjang jembatan. Pagar ini adalah pagar kasih yang melindungi anak dari bahaya fisik dan psikologis di kehidupan sehari- hari. Ellen Galinsky dari Ohio State University menambahkan bahwa pagar ini justru membuat anak merasa lebih aman dan dicinta.

Berbagai penelitian mengonfirmasi bahwa keterlibatan aktif orang tua dalam hidup anak dapat mengurangi risiko anak terkena narkoba. Penelitian yang dilakukan oleh NIDA (National Institute of Drug Abuse, Amerika) di tahun 2002 menemukan bahwa orang tua yang berkomitmen untuk makan bersama anak setidaknya 4-5 kali seminggu akan menurunkan risiko anak terkena narkoba hingga 50%.

2.6.3 Persepsi kesehatan
Persepsi di sini bicara tentang dua hal. Pertama, persepsi remaja terhadap pengaruh narkoba pada kesehatan mereka. Kedua, persepsi remaja tentang pentingnya mengadopsi gaya hidup positif. Peran kedua persepsi terhadap pilihan-pilihan yang diambil remaja dalam hidupnya sangat besar. Persepsi yang melandasi munculnya niat atau motif untuk turut atau tidaknya ke dalam perilaku berisiko seperti narkoba dan seks bebas, misalnya. Eksposure yang memadai atas hal ini akan menumbuhkan persepsi tentang pentingnya kesehatan dan gaya hidup positif.

Ada pertanyaan sederhana yang dapat kita tanyakan kepada remaja kita untuk mengecek persepsi mereka tentang narkoba. Tanyakan kepada mereka mana yang benar, narkoba berbahaya karena ilegal atau narkoba ilegal karena berbahaya?

2.6.4 Kematangan emosi
Remaja dianggap sebagai masa topan-badai sehubungan banyaknya perubahan yang terjadi pada dirinya (fisik dan emosional). Hasil penelitian menunjukkan bahwa remaja yang mampu mengendalikan dirinya (tidak mengikuti dorongan yang meletup-letup) ternyata lebih bisa terhindar dari masalah narkoba.

Kematangan emosi juga terkait dengan bagaimana mereka mengatasi persoalan yang muncul. Mereka yang mampu menyelesaikan persoalan dengan kepala dingin ternyata lebih terhindar dari bahaya narkoba. Membiasakan remaja untuk mampu mengambil keputusan secara rasional dan mandiri merupakan salah satu cara yang sangat disarankan untuk para orang tua.

2.6.5 Spiritual
Hal yang paling menarik yang ditemukan pada penelitian ini adalah jawaban responden terhadap apa yang membuat mereka tidak mau bereksperimen dengan narkoba. Mulai dari takut masuk neraka atau takut Tuhan marah sampai ke keyakinan remaja bahwa narkoba itu kan dosa.

Dasar iman pada diri remaja adalah salah satu faktor protektif terandal. Iman diyakini remaja dapat membawa mereka kepada keluhuran budi dan moralitas. Remaja mengakui kesetiaan mereka terhadap iman yang mereka pilih membawa sejahtera dan damai di hati. Ini adalah hal pribadi yang tidak dapat dipungkiri. Memang, kebenaran yang didasari iman itu akan tertanam dalam hati kita dan kelak menjadi lentera yang menerangi jalan ketika kita menghadapi tantangan dan pilihan dalam hidup. Tingkat spiritual ini tentunya menjadi arah bagi remaja untuk membuat pilihan-pilihan bijaksana mulai dari dunia online sampai kepada pilihan mengenai narkoba.

2.7 Strategi Nasional Pencegahan, Pemberantasan Penyalahgunaan Dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN)
Menurut data United Nation Office On Drug and Crime (UNODC) pada awal tahun 2006, menyebutkan bahwa lebih dari 200 juta orang di dunia telah menyalahgunakan narkoba (BNN,2007). Perkiraan ini mungkin saja benar mengingat indikator maraknya pengungkapan kasus peredaran dan produksi gelap narkoba saat ini mungkin sering terjadi. Hal tersebut tentunya juga memiliki korelasi dengan jumlah penyalahguna narkoba yang semakin bertambah. Sebagaimana hukum pasar menyatakan bahwa peningkatan demand akan mengakibatkan peningkatan supply, maka semakin banyak permintaan akan narkoba juga mengakibatkan peningkatan terhadap faktor ketersediaannya.

Menyadari bahwa penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba dapat menimbulkan dampak yang sangat luas terhadap berbagai aspek, baik kesejahteraan, ekonomi, sosial, politik maupun keamanan maka untuk melakukan tugas pokok dan fungsi BNN dalam upaya P4GN secara komprehensif dan multidisipliner, BNN telah menetapkan arah kebijakan dan strategi dalam suatu pedoman yang disebut Strategi Nasional (Stranas) Pencegahan, Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Tahun 2005 – 2009, sebagai berikut:
1. Arah kebijakan:
a. Peningkatan sumber daya manusia
b. Pencegahan
c. Sosialisasi
d. Koordinasi
e. Kerjasama internasional
f. Peran serta masyarakat
g. Penegakan hukum
h. Pelayanan terapi dan rehabilitasi
i. Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE)
j. Pengawasan dan pengendalian
2. Arah strategi:
a. Strategi bidang pencegahan penyalahgunaan Narkoba
b. Strategi bidang penegakan hukum
c. Strategi bidang terapi dan rehabilitasi
d. Strategi bidang penelitian dan pengembangan
e. Strategi bidang informatika
f. Strategi bidang pengembangan kelembagaan

2.8 Strategi Penanggulangan Narkoba Holistik
Metode pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan narkoba yang paling mendasar dan efektif adalah promotif dan preventif. Upaya yang paling praktis dan nyata adalah represif. Upaya yang manusiawi adalah kuratif dan rehabilitatif.
1. Promotatif. Disebut juga program preemtif atau program pembinaan. Program ini ditujukan kepada masyarakat yang belum memakai narkoba, atau bahkan belum mengenal narkoba. Prinsipnya adalah dengan meningkatkan peranan atau kegiatan agar kelompok ini secara nyata lebih sejahtera sehingga tidak pernah berpikir untuk memperoleh kebahagiaan semu dengan memakai narkoba.
2. Prefentif. Disebut juga program pencegahan. Program ini ditujukan kepada masyarakat sehat yang belum mengenal narkoba agar mengetahui seluk beluk narkoba sehingga tidak tertarik untuk menyalahgunakannya.
3. Kuratif. Disebut juga program pengobatan. Program kuratif ditujukan kepada pemakai narkoba. Tujuannya adalah mengobati ketergantungan dan menyembuhkan penyakit sebagai akibat dari pemakaian narkoba.
4. Rehabilitatif. Rehabilitasi adalah upaya pemulihan kesehatan jiwa dan raga yang ditujukan kepada pemakai narkoba yang sudah menjalani program kuratif. Tujuannya agar ia tidak memakai lagi dan bebas dari penyakit ikutan yang disebabkan oleh bekas pemakaian narkoba.
5. Represif. Program represif adalah program penindakan terhadap produsen, bandar, pengedar dan pemakai berdasarkan hukum yang berlaku.

Sebagai cara untuk mencapai strategi diatas, maka tindakan yang dilakukan adalah:
1. Membangun hubungan yang harmonis antara pemerintah, instansi terkait, swasta, LSM baik dalam maupun luar negeri, organisasi profesi, masyarakat bisnis, media massa, pemuka agama, pemuka masyarakat serta melibatkan ODHA dan keluarganya dalam menyusun Strategi Penanggulangan HIV/AIDS dan penyalahgunaan narkoba di Lapas/Rutan;
2. Menerapkan Prosedur Kewaspadaan atau Pencegahan Universal dalam setiap tindakan medis di Lapas/Rutan;
3. Menggali dan mendayagunakan sumber dana dari berbagai pihak yang peduli terhadap penanggulangan HIV/AIDS dan penyalahgunaan narkoba di Lapas/Rutan baik yang berasal dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, masyarakat, swasta maupun bantuan lain dari luar negeri;
4. Monitoring dan evaluasi program dilakukan secara berkala dan terintegrasi dengan menggunakan indikator-indikator pencapaian dalam periode tahunan maupun lima tahunan;
5. Meningkatkan kemampuan petugas pemasyarakatan melalui berbagai pelatihan di bidang penanggulangan HIV/AIDS dan penyalahgunaan narkoba.

Kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan antara lain sebagai berikut:
1. Meningkatkan secara intensif informasi, komunikasi dan edukasi mengenai pencegahan penyalahgunaan narkoba; Penyediaan informasi yang akurat mengenai dampak buruk penyalahgunaan narkoba sangat dibutuhkan bagi para narapidana maupun tahanan sebagai referensi mereka untuk mengatasi masalah HIV/AIDS dan narkoba suntik.
Hal ini termasuk edukasi bagi pengguna narkoba suntik di mana informasi yang bersifat edukasi tersebut mampu membantu mereka untuk menghindari atau merubah perilaku. Upaya tersebut dapat dilakukan dengan berbagai cara, mulai dari membangun kesadaran umum melalui kampanye, pengadaan pelayanan kesehatan, pendidikan sebaya serta kolaborasi pemerintah dan lembaga swadaya masyarakat.
2. Menyediakan akses pada terapi substitusi bagi para napi/tahanan; Banyak penelitian menghasilkan bukti yang konsisten dan kuat bahwa pengobatan substitusi dikaitkan dengan pengurangan substansial dalam penyalahgunaan opiat, kriminalitas, kematian yang diakibatkan oleh kelebihan dosis, serta perilaku berisiko yang terkait dengan penularan HIV, Penasun di Lapas/Rutan hendaknya disediakan akses pada layanan substitusi yang berkesinambungan. Menjalin kesinambungan dari perawatan substitusi narkoba antara Lapas/Rutan dan komunitas umum.
3. Memperkuat dan memperluas layanan pengobatan narkoba; Layanan program pengobatan narkoba yang ada dan pengembangan program baru dengan menyediakan rehabilitasi medis, sosial, mental, dan spiritual yang berbasis penelitian kepada napi/tahanan.
4. Membentuk program sebaya untuk melaksanakan kegiatan edukasi tentang narkoba, perawatan dan pasca rawat narkoba; Program dukungan sebaya bagi napi/tahanan yang mencoba untuk berhenti dari penyalahgunaan narkoba hendaknya juga diperluas. Program-program tersebut membantu penyalahguna narkoba dalam pencegahan kambuh dan mengembangkan sikap dan keterampilan yang memadai bagi terbentuknya perubahan positif ke arah gaya hidup bebas narkoba.
5. Memperkuat dan memperluas program pascarawat di tengah masyarakat bagi mantan napi/tahanan; Mengembangkan rujukan antara pengobatan narkoba dan kelompok bantu-diri di Lapas/Rutan yang sama dengan layanan yang ada di tengah-tengah masyarakat umum.
6. Mengembangkan program pencegahan terjadinya penanggulangan tindak pidana residivis di tengah masyarakat bagi para mantan napi/tahanan yang memiliki catatan penyalahgunaan narkoba dengan cara memberikan keterampilan dan penempatan kerja yang disponsori suatu lembaga atau badan. Menciptakan kerjasama dengan Departemen Sosial, lembaga swadaya masyarakat dan sector swasta (komunitas bisnis) untuk menyediakan program keterampilan kerja, penempatan kerja, dan pengupayaan sponsor bagi para mantan napi/tahanan.

Exit mobile version