
Air merupakan kebutuhan yang sangat penting untuk mempertahankan kelansungan hidup manusia. Jumlah penduduk Jakarta yang terus bertambah mencapai sekitar 10 juta jiwa tentunya diikuti oleh meningkatnya kebutuhan air. Sementara itu, disisi lain peningkatan bagi kebutuhan penyediaan dan pemenuhan air bersih bagi warga Jakarta masih jauh dari memadai.
Perusahaan Penyedia Air Minum (PDAM) di DKI Jakarta adalah pihak yang memiliki wewenang dan tanggung jawab dalam penyediaan dan memenuhi kebutuhan air bersih bagi masyarakat Jakarta. Ada 13 aliran sungai yang melintas wilayah Jakarta. Sayang, hanya air dari Kali Krukut yang bisa diproduksi menjadi air bersih. Itu pun dengan kemampuan sangat kecil, yaitu 400 liter per detik atau 4,6 persen dari produksi air PDAM. Sisanya, PDAM mengandalkan Sungai Cisadane dan aliran air dari Waduk Jatiluhur di Kanal Tarum Barat (KTB). Mereka yang tidak terlayani PDAM, mengandalkan air tanah untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Akibatnya, persediaan air tanah semakin berkurang.
Berdasarkan catatan Institut Hijau Indonesia pengambilan air bawah tanah (ABT) oleh penduduk Jakarta sudah defisit sebanyak 66,6 juta meter kubik per tahun dari potensi yang ada. Ini dihitung berdasarkan jumlah penduduk Jakarta tahun 2010 sebesar 10 juta jiwa, di mana kebutuhan air per orang sebanyak 150 liter per jiwa per hari, sehingga kebutuhan air Penduduk Jakarta sebanyak 547,5 juta meter kubik per tahun. Sedangkan pemenuhan air oleh PDAM hanya 54 persen atau 295,6 juta meter kubik per tahun, sehingga pemakaian air bawah tanah 46 persen atau 251,8 juta meter kubik per tahun. Pada 2027 diperkirakan air tanah Jakarta habis.
Berdasarkan hasil penelitian pada 2008, air tanah dari Bogor dan Depok tak pernah sampai ke Jakarta. Aliran air terbendung batuan masif yang berada di perbatasan Depok dan Jakarta. Kesimpulan ini diperkuat oleh penelitian 2009 yang dilakukan Robert Delinom, peneliti geohidrologi di Pusat Penelitian Geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
Setelah lebih dari 13 tahun layanan air bersih di Jakarta diprivatisasi, akses masyarakat terhadap air bersih tidak membaik. PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja) dan PT Aetra Air Jakarta digandeng untuk memproduksi air bersih. Namun kedua operator tersebut saat ini hanya mampu memenuhi sekitar 54 persen kebutuhan air bersih untuk warga DKI Jakarta, sedangkan selebihnya 46 persen kebutuhan air bagi warga diperoleh dari sumber air tanah.
Kedua operator swasta gagal memenuhi harapan, untuk memberikan perbaikan layanan kepada masyarakat. Target-target teknis yang telah disepakati gagal dipenuhi oleh dua operator swasta. layanan yang tertuang di kontrak kerjasama tidak berhasil dipenuhi, antara lain volume air yang terjual, kebocoran air dan cakupan layanan. Tingkat kebocoran air mencapai 46% atau kurang lebih senilai Rp 1.764 miliar. Cakupan layanan hanya 63% pada akhir tahun 2008 , hal ini berarti ada 37% kelompok masyarakat Jakarta belum mendapatkan fasilitas air bersih.
PAM Jaya sendiri melalui Direkturnya menyatakan bahwa sejak diprivatisasi 13 tahun yang lalu, PAM Jaya mengalami kerugian hingga Rp. 583,67 milyar. Kerugian ini muncul akibat hutang shortfall, yaitu hutang yang muncul akibat adanya selisih antara imbalan yang diberikan kepada dua operator swasta dengan tarif . Apabila privatisasi air Jakarta tetap dilanjutkan sampai kontrak konsesi berakhir maka kerugian PAM Jaya diperkirakan sebesar Rp. 18 triliun pada tahun 2022.
Kelompok masyarakat yang paling terkena dampak akibat buruknya layanan air bersih di Jakarta adalah kelompok masyarakat miskin dan juga kelompok perempuan. Ketiadaan akses terhadap air bersih membuat masyarakat miskin harus membeli air dari pedagang air keliling yang harganya jauh lebih mahal untuk setiap m3 air . Kelompok perempuan terutama ibu-ibu, harus bangun lebih pagi hanya untuk mendapatkan air bersih, yang hanya mengalir pada saat kebanyakan masyarakat masih terlelap tidur.
<
Setiap tahun penduduk Ibu Kota membutuhkan sekitar 765 juta meter kubik air bersih. Jumlah itu hanya untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Sedangkan untuk industri dan perkantoran, jumlahnya tentu lebih besar. Total kebutuhan air per tahun diperkirakan mencapai 1 miliar meter kubik. Pada masa lalu, sungai Ciliwung bisa mencukupi kebutuhan air bersih bagi penduduk Jakarta. Namun, seiring dengan pertumbuhan penduduk dan memburuknya kualitas air sungai, air bersih semakin sulit didapat.
Masyarakat Jakarta yang belum mendapatkan pelayanan air bersih terpaksa harus mengambil air tanah. Padahal tingkat pencemaran air tanah di Jakarta telah mencapai 94% akibat bakteri ecoli (eschericia-coli) penyebab diare. Penelitian Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) mengungkapkan fakta yang lebih mencengangkan. Mutu aliran sungai di 45 titik pantau di 13 DAS Ciliwung pada 2010: kondisi baik nol persen, tercemar ringan sembilan persen, tecemar sedang sembilan persen dan tercemar berat 82 persen. Berikut table pencemaran air tanah di Jakarta
No Lokasi Baik(%)Tercemar ringan(%)Tercemar sedang(%)Tercemar berat(%)
1 Jakarta Utara 7 27 7 59
2 Jakarta Pusat 18 36 9 36
3 Jakarta Barat 27 40 27 7
4 Jakarta Selatan 35 47 18 –
Apabila pengambilan air tanah terus dilakukan, maka akan timbul masalah lain yaitu penurunan permukaan akibat pengambilan air tanah yang berlebihan. Data 2007-2008 menunjukkan bahwa bagian utara Jakarta mengalami penurunan 17-26 sentimeter per tahun seiring dengan pengambilan air tanah.
Dengan adanya penurunan permukaan tanah itu, diperkirakan, pada tahun 2050, garis pantai Jakarta akan berada di kawasan Hayam Wuruk. Jika penyedotan air tanah tidak dihentikan dari sekarang, garis pantai itu bisa berada di kawasan Semanggi pada 2050. Sebelum bencana itu tiba, pemerintah perlu membuat kebijakan yang bisa mengelola secara baik eksploitasi air tanah. Tapi kebijakan itu harus disertai dengan penyediaan air bersih yang bisa menjangkau seluruh lapisan masyarakat
Langkah yang perlu lakukan untuk mengatasi pencemaran air ini yaitu
“5R: Reduce, Reuse, Recycle, Recharge dan Recovery”
Recharge dan recovery adalah usaha pemulihan, misalnya dengan pembuatan lubang biopori dan sumur resapan. Sedangkan contoh recycle yaitu dengan memanfaatkan air mandi untuk menyiram tanaman atau nyuci kendaraan. Langkah reduce misalnya dengan mengganti peralatan yang hemat air.
Walhi Jakarta mencatat ada beberapa hal penyebab krisis air yang semakin mengancam warga kota Jakarta:
1) Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang telah menguasakan urusan air kepada pihak swasta sejak 13 tahun silam yaitu, PAM Lyonnaise Jaya (Palyja) dan Aerta Air Jakarta (Dulu Thames PAM Jaya) tanpa pengontrolan yang ketat dan aturan yan berpihak ke Negara, sehingga Pemprov praktis tidk bisa memberi sanksi kepada pengelola air tersebut saat tak mampu memenuhi distribusi air yang merata atau saat pelayanan buruk seperti air macet, keruh, berwarna, bau, tariff tinggi sampai pemutusan yang sepihak. Pelayanan pendistribusian air bersih juga dirasa diskriminasi, untuk penditribusian pemenuhan air bersih bagi pemukiman elit, apartemen dan indutri lainnya hampir terlayani dangan baik, namun yang sering merasakan dan dikeluhkan buruknya pelayanan distribusi air bersih adalah masyarakat menengah kebawah, terutama di area memungkinan padat seperti koja, pademangan, penjaringan, tambora, tamansari, kamal dan lainnya.
2) Berkurangnya sumber air baku untuk diolah menjadi air bersih. Sumber air yang ada di Jakarta seperti laut, sungai, waduk dan kanal pengendali banjir sudah sejak lama tidak lagi dapat dijadikan sumber air baku dikarenakan sungai dan waduk telah tercemar berat (85%) dan mengalami sedimentasi yang sangat tebal. Sementara air laut di sepanjang pantai Jakarta juga telah tercemar berat akibat sampah dan limbah buangan kapal termasuk limbah minyak atau oli bekas.
div class=”separator” style=”clear: both; text-align: center;”>
Solusinya yaitu perlu adanya rencana dan tindakan alternative penyediaan air baku seperti pemanfaatan kanal banjir timur (KBT) dengan menjaga kualitas air di kanal tersebut agar bebas dari sampah atau limbah yang termasuk diteruskan melalui sungai. Selain itu juga pemerintah harus bias memfaatkan sumber air laut yang melimpah menjadi air baku untuk diolah menjadi air bersih, mengingat potensinya yang besar namun belum dimanfaatkan secara optimal.
Pengelolaan air harus mencakup dua aspek penting, yaitu aspek fisik/teknis; dan sosial/non teknis.
1. Secara fisik dan teknis, untuk mengelola kualitas air tanah, pengolahan air, pengelolaan limbah, pemantauan sumur, dan pemodelan air mutu harus dilakukan baik di Jakarta Raya dan di daerah resapan. Kuantitas air dan manajemen di daerah resapan meliputi rehabilitasi lahan, penghijauan kembali, mata air konservasi, resapan buatan dan injeksi konstruksi sumur, dan memperluas daerah resapan. Di Jakarta akan mencakup pemantauan sumur, deplesi air tanah maksimum dan abstraksi, penentuan hasil air yang berkelanjutan, keseimbangan dan pemodelan aliran air lokal, dan air konstruksi kanal.
2. Secara sosial, kualitas manajemen air di daerah resapan dan daerah pengeluaran, Jabotabek, harus mencakup kontrol zona sumber air tanah konservasi; sosialisasi berbahaya dan pemanfaatan bahan ramah lingkungan, air tanah kualitas pengetahuan dasar. Kuantitas air manajemen dalam daerah resapan air akan mencakup sosialisasi pengetahuan dasar, kontrol daerah yang dibangun, kontrol sumber air tanah konservasi zona, daerah resapan pengendalian rencana, dan penegakan hukum. Sedangkan di daerah debit, debit daerah kontrol rencana, pajak air abstraksi, kontrol abstraksi air, air pemantauan kondisi perubahan, pengetahuan tanah dasar dan sosialisasi sistem sanitasi, dan penegakan hukum.
Belajar menangani air bersih dari Negara lain Dalam kasus China, pendekatan yang digunakan adalah menggunakan kembali air untuk memasok kebutuhan industri dan rumah tangga. Misalnya, Pengolahan Air Limbah Pabrik Bei Xiaohe di Beijing yang saat ini menyediakan air minum bagi 400.000 orang dan berharap diperluas dalam waktu dekat. Sementara itu, Singapura berharap untuk mendapatkan 20 persen dari kebutuhan airnya dari pabrik daur ulang. Di India, perusahaan bernama Clean India telah mengembangkan metode untuk pengolahan air berbasis ganggang yang mendaur ulang air limbah industri.