Latar Belakang
Dalam menghadapi era persaingan bebas pada saat ini, maka pembangunan suatu negara yang berbasiskan agribisnis adalah pada kemampuan untuk menghasilkan komoditas unggulan yang baik dan khas karena faktor sumberdaya domestik serta penyediaan komoditas yang bermutu dengan sistem agribisnis yang produktif dan efisien. Melalui hal ini diharapkan daya saing produk dapat ditingkatkan yang sekaligus mampu untuk meminimalisasi ancaman dari negara-negara pesaing terutama yang menghasilkan komoditas sejenis.
Salah satu komoditas unggulan tersebut adalah susu. Susu merupakan salah satu hasil komoditas sektor peternakan yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Usaha agribisnis terhadap komoditas ini telah memberikan keuntungan bagi pelakunya. Susu juga merupakan salah satu jenis produk peternakan yang paling digemari oleh masyarakat.
Konsumsi terhadap susu terus meningkat. Pada tahun 2007, konsumsi susu masyarakat Indonesia adalah 2.455 ribu ton. Dibandingkan dengan jumlah penduduk sebanyak 230 juta orang maka diperkirakan rata-rata konsumsi susu penduduk Indonesia adalah 10,38 liter/tahun atau 0,03 liter/hari.
Konsumsi susu penduduk Indonesia masih rendah bila masih rendah bila dibandingkan dengan negara lain seperti Belanda yang mencapai 122,9 liter/tahun atau Malaysia yang mencapai 27 liter/tahun. Meskipun konsumsi susu masyarakat Indonesia masih rendah, pemerintah Indonesia belum mampu mencukupi kebutuhan susu penduduk Indonesia. Pemerintah melakukan kebijakan dengan mengimpor susu dari New Zealand dan Australia untuk mencukupi kebutuhan susu penduduk Indonesia. Pada tahun-tahun mendatang, peningkatan konsumsi diharapkan terjadi seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dan kesadaran dalam mengkonsums
Salah satu subsektor unggulan dalam bidang agribisnis di Jawa Barat adalah subsektor peternakan. Berdasarkan data lima tahun terakhir (1996-2000) bahwa investasi agribisnis berbasis peternakan mengalami penurunan yang sangat tajam sehingga diperlukan upaya-upaya khusus untuk merangsang investasi agribisnis peternakan. Pentingnya melakukan upaya khusus ini dikarenakan sektor peternakan merupakan sumber pendapatan yang memiliki nilai ekonomi baik bagi pembangunan wilayah maupun bagi petani di Jawa Barat.
Selain itu, pengembangan di subsektor peternakan memberikan kontribusi pada penyerapan jumlah tenaga kerja dan sebagai penghasil sumber pangan protein dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Produksi susu telah bangkit dari kejatuhan yang terjadi dalam periode krisis tahun 1998. Angka yang dirilis tahun 2006 untuk produksi susu per tahunnya yaitu 164.250 ton memperlihatkan Jawa Barat menjadi produsen susu cair terbesar kedua di Indonesia setelah Jawa Timur dan populasi sapi perah sebesar 92.765 ekor, yang menempatkan Jawa Barat sebagai urutan ketiga dalam jumlah populasi sapi perah terbanyak di Indonesia, setelah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Dalam hal ini, Jawa Timur masih masih mengambil peran utama dalam agribisnis persusuan dengan angka yang dirilis pada tahun 2006.
Agribisnis persusuan yang berbasis pada usaha sapi perah di Jawa Barat sangat beralasan untuk dijadikan salah satu sektor yang diunggulkan untuk memasuki perdagangan bebas ASEAN (AFTA). Agribisnis persusuan menyumbang 20% dalam perdagangan komoditas peternakan dan ini masih dapat ditingkatkan dengan melakukan pembenahan usaha dari hulu sampai ke hilir. Disamping pemenuhan kebutuhan domestik sebagai upaya swasembada dan meningkatkan posisi daya saing dengan daerah provinsi lain, dalam jangka panjang sasaran berikutnya adalah mengekspor susu dan dan produk olahan susu ke negara tetangga ASEAN.
Selain Indonesia dan Thailand, umumnya negara-negara ASEAN lainnya bukan merupakan negara produsen susu. Padahal dalam aspek konsumsi negara-negara ASEAN merupakan negara-negara yang tingkat konsumsinya senantiasa meningkat dari tahun ke tahun.
Kekurangan pasokan susu di Indonesia merupakan suatu peluang yang perlu disikapi peternak sapi di Jawa Barat dengan upaya mengembangkan peternakan sapi perah yang baik, hal ini adalah peran dari Pemerintah Daerah (Propinsi, Kabupaten dan Kota), GKSI (Gabungan Koperasi Susu Indonesia) dan peternak lokal daerah. Untuk meningkatkan produktivitas sapi perah dapat dilakukan melalui perbaikan mutu pakan, manajemen usaha ternak, kesehatan ternak, perbaikan mutu genetik sapi, dan perbaikan mutu sumberdaya peternak.
Upaya perbaikan manajemen budidaya maupun genetik tidak akan berhasil bila peternakan sapi perah masih dikelola oleh peternak yang tidak memiliki kompetensi kewirausahaan. Kajian ini akan mengidentifikasi strategi persaingan dan peningkatan daya saing bisnis susu segar di Jawa Barat.