Banjir yang terjadi sejak 15 sampai 17 Januari 2013 menimbulkan berbagai dampak. BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) mencatat banjir merendam 910 RT, 337 RW, 74 Kelurahan dan 32 kecamatan di seluruh wilayah Jakarta dengan jumlah 97.608 kk yang terkena dampak banjir. Genangan air tersebut bervariasi antara 10 sentimeter sampai 400 sentimeter (4 meter).
Dalam bencana banjir lima tahunan ini dilaporkan 15 orang meninggal dunia, dan jumlah pengungsi mencapai 43.000an. Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo mengatakan kerugian yang ditimbulkan akibat banjir yang melanda ibu kota kali ini diperkirakan dapat mencapai Rp 20 triliun. Jakarta masih berstatus Tanggap Darurat banjir. Status ini masih akan berlangsung selama dua minggu setelah ditetapkan, atau sampai dengan 27 Januari 2013.
Geografi dan Iklim Kota Jakarta Jakarta merupakan wilayah dataran rendah dengan luas 650 km2. Ketinggian tanah diukur di titik nol Tanjung Priok dari pantai sampai ke kanal banjir berkisar antara 0 m – 10 m di atas permukaan laut. Sedangkan dari batas paling selatan wilayah DKI kanal banjir berkisar antara 5 m – 50 m di atas permukaan laut. Daerah pantai merupakan daerah rawa atau daerah yang selalu tergenang air pada musim hujan. Di daerah bagian selatan kanal banjir terdapat perbukitan rendah dengan ketinggian antara 50 m sampai 75 m.
Dari aspek iklim, wilayah DKI Jakarta termasuk tipe iklim C dan D yang menurut klasifikasi iklim Schmit Ferguson dengan curah hujan rata-rata sepanjang tahun 2000 mm. Wilayah DKI Jakarta termasuk daerah tropis beriklim panas dengan suhu rata-rata per tahun 27OC dengan kelembaban antara 80% – 90% . Temperatur tahunan maksimum 32OC dan minimum 22OC. Kecepatan angin rata-rata 11,2 km/jam.
Pengelolaan Banjir
Pengendalian banjir di Jakarta merupakan salah satu program penting bagi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang selalu menjadi prioritas terutama pada saat musim penghujan. Dalam menanggulangi banjir Pemerintah DKI Jakarta percaya bahwa upaya pengendalian hanya akan efektif bila dilaksanakan secara menyeluruh dari hulu ke hilir, dari struktur birokrasi atas hingga masyarakat dengan melibatkan berbagai stakeholder baik itu Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Jakarta dan sekitarnya, serta masyarakat sekitarnya.
Dalam pengelolaan banjir, idealnya penanganannya terbagi atas tiga hal, yaitu (1) Perencanaan yang meliputi rencana mitigasi, (2) Siap siaga ketika banjir terjadi dan (3) Pemulihan pasca banjir. Dalam ketiga penanganan ini perlu dilakukan upaya-upaya yang bersifat struktural dan non-struktural.
Pada Perencanaan, penanganan struktural meliputi perluasan dan peningkatan aliran sungai, serta upaya pengendalian laju erosi dari daerah hulu, yang mengakibatkan masuknya tanah ke dalam sungai dalam jumlah besar. Sedangkan dalam upaya non-struktural, dapat dilakukan pemetaan terhadap lokasi rawan banjir, sebagai bahan pembuatan perencanaan mitigasi banjir dan sistem peringatan dini bagi masyarakat di lokasi tersebut. Selain itu membuat simulasi model curah hujan, simulasi banjir, serta membuat regulasi penggunaan lahan.
Pada tindakan siap siaga penanganan ketika banjir terjadi, maka upaya struktural yang dilakukan adalah membuat dan memperkuat tanggul-tanggul penahan luapan air sementara di pinggir sungai, terutama yang berbatasan langsung dengan permukiman. Sedangkan upaya non-struktural yang dilakukan misalnya dengan melakukan evakuasi warga ke daerah-daerah yang lebih aman.
Sedangkan pada pemulihan pasca banjir, upaya struktural yang dilakukan adalah rekonstruksi prasarana yang terkena banjir. Rekonstruksi ini terbagi lagi ke dalam penanganan darurat dan permanen, misalnya membuat tanggul untuk masa tanggap darurat. Hal ini bertujuan untuk mengurangi laju kerusakan jika dalam waktu dekat terjadi banjir kembali. Sedangkan dalam penanganan permanen, diperlukan perencanaan yang lebih matang untuk membuat prasarana fisik yang dapat bermanfaat pada jangka waktu yang lebih panjang. Upaya non-struktural dalam masa pemulihan pasca banjir, diperlukan upaya seperti mempersiapkan lokasi-lokasi pengungsian, merencanakan logistik dan mobilisasinya ketika banjir terjadi, terutama pengadaan makanan dan air bersih.
Pemulihan Pasca Banjir
Regulasi
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan bahwa tujuan pembentukan Negara Republik Indonesia antara lain adalah melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia. Di tengah fakta bahwa bangsa Indonesia hidup di negara yang secara geografis rawan bencana, maka menjadi tugas negara untuk melindungi bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari bencana.
Sebagai konsekuensi atas penerimaan tersebut, DPR RI telah menetapkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Untuk merealisasikan Undang-Undang tersebut, pada tahun 2008 telah diterbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 21 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana, Peraturan Pemerintah Nomor 22 tentang Pendanaan dan Pengelolaan Bencana, Peraturan Pemerintah Nomor 23 tentang Peranserta Lembaga Internasional dan Lembaga Asing Nonpemerintah dalam Penanggulangan Bencana.Dan Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2008 tentang Badan Nasional Penanggulangan Bencana.
Kondisi Obyektif
Bencana banjir menyisakan permasalahan baru bagi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Salah satunya adalah semakin banyaknya jalan-jalan yang rusak akibat terendam banjir. Dinas Pekerjaan Umum DKI Jakarta belum dapat langsung memperbaiki jalan-jalan rusak tersebut karena curah hujan yang masih tinggi. Jika perbaikan dilakukan ketika musim hujan, proses pengaspalan tidak akan maksimal.
Kepala Bidang Pemeliharaan Jalan dan Jembatan Dinas PU DKI Jakarta Maman Sukarman mengatakan, setidaknya banjir januari 2013 menyebabkan ada 8.688 titik jalan berlubang dan baru 850 titik yang sudah ditangani. Berdasarkan data yang dimiliki Dinas PU jalan berlubang tersebut luasnya 2.939.221 meter persegi.
Untuk penanganan pasca banjir awal Januari 2013, pemerintah sudah menyiapkan anggaran rehabilitasi dan rekonstruksi sebanyak Rp 4 triliun. Bujet sebesar itu hampir sama dengan alokasi dana yang pemerintah anggarkan untuk 2011 dan 2012 lalu.
Strategi
Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pasca bencana dengan sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah pascabencana.
Rehabilitasi dilakukan melalui kegiatan (a) perbaikan lingkungan daerah bencana; (b) perbaikan prasarana dan sarana umum; (c) pemberian bantuan perbaikan rumah masyarakat; (d) pemulihan sosial psikologis; (e) pelayanan kesehatan; (f) rekonsiliasi dan resolusi konflik; (g) pemulihan sosial ekonomi budaya; (h) pemulihan keamanan dan ketertiban; (i) pemulihan fungsi pemerintahan; dan (j) pemulihan fungsi pelayanan publik.
Kegiatan rehabilitasi harus memperhatikan pengaturan mengenai standar konstruksi bangunan, kondisi sosial, adat istiadat, budaya dan ekonomi
Perbaikan prasarana dan sarana umum merupakan kegiatan perbaikan prasarana dan sarana umum untuk memenuhi kebutuhan transportasi, kelancaran kegiatan ekonomi, dan kehidupan sosial budaya masyarakat. Kegiatan perbaikan prasarana dan sarana umum mencakup: (a) perbaikan infrastuktur dan (b) fasilitas sosial dan fasilitas umum.
Kegiatan perbaikan prasarana dan sarana umum memenuhi ketentuan mengenai: (a) persyaratan keselamatan; (b) persyaratan sistem sanitasi; (c) persyaratan penggunaan bahan bangunan; dan (d) persyaratan standar teknis konstruksi jalan, jembatan, bangunan gedung dan bangunan air.
Pemulihan sosial psikologis ditujukan untuk membantu masyarakat yang terkena dampak bencana, memulihkan kembali kehidupan sosial dan kondisi psikologis pada keadaan normal seperti kondisi sebelum bencana.
Kegiatan membantu masyarakat terkena dampak bencana sebagaimana dimaksud dilakukan melalui upaya pelayanan social psikologis berupa: (a) bantuan konseling dan konsultasi; (b) pendampingan; (c) pelatihan; dan (d) kegiatan psikososial
Pelayanan kesehatan ditujukan untuk membantu masyarakat yang terkena dampak bencana dalam rangka memulihkan kondisi kesehatan masyarakat melalui pemulihan sistem pelayanan kesehatan masyarakat.
Pemulihan sosial ekonomi budaya ditujukan untuk membantu masyarakat terkena dampak bencana dalam rangka memulihkan kondisi kehidupan sosial, ekonomi, dan budaya seperti pada kondisi sebelum terjadi bencana.
Kegiatan pemulihan sosial, ekonomi, dan budaya sebagaimana dimaksud dilakukan dengan membantu masyarakat menghidupkan dan mengaktifkan kembali kegiatan sosial, ekonomi, dan budaya melalui: (a) layanan advokasi dan konseling;
Pemulihan fungsi pelayanan publik ditujukan untuk memulihkan kembali fungsi pelayanan kepada masyarakat pada kondisi seperti sebelum terjadi bencana.
Kegiatan pemulihan fungsi pelayanan publik sebagaimana dimaksud dilakukan melalui upaya-upaya: (a) rehabilitasi dan pemulihan fungsi prasarana dan sarana pelayanan publik; (b) mengaktifkan kembali fungsi pelayanan publik pada instansi/lembaga terkait; dan (c) pengaturan kembali fungsi pelayanan publik.
Kebijakan penyelenggaraan rehabilitasi dilandaskan pada ketentuan sebagai berikut: Kegiatan rehabilitasi merupakan tanggungjawab Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah yang terkena bencana.
Dalam penentuan kebijakan rehabilitasi prinsip dasar yang digunakan adalah sebagai berikut :
1. Menempatkan masyarakat tidak saja sebagai korban bencana, namun juga sebagai pelaku aktif dalam kegiatan rehabilitasi.
2. Kegiatan rehabilitasi merupakan rangkaian kegiatan yang terkait dan terintegrasi dengan kegiatan prabencana, tanggap darurat dan pemulihan dini serta kegiatan rekonstruksi.
3. “Early recovery” dilakukan oleh “Rapid Assessment Team” segera setelah terjadi bencana.
4. Program Rehabilitasi dimulai segera setelah masa tanggap darurat (sesuai dengan Perpres tentang Penetapan Status dan Tingkatan Bencana) dan diakhiri setelah tujuan utama rehabilitasi tercapai.
B. Strategi
Strategi penyelenggaraan kegiatan rehabilitasi adalah :
1. Melibatkan dan memberdayakan masyarakat dalam tahapan pelaksanaan rehabilitasi.
2. Memperhatikan karakter bencana, daerah dan budaya masyarakat setempat.
3. Mendasarkan pada kondisi aktual di lapangan (tingkat kerugian/kerusakan serta kendala medan).
4. Menjadikan kegiatan rehabilitasi sebagai gerakan dalam masyarakat dengan menghimpun masyarakat sebagai korban maupun pelaku aktif kegiatan rehabilitasi dalam kelompok swadaya.
5. Menyalurkan bantuan pada saat, bentuk, dan besaran yang tepat sehingga dapat memicu/membangkitkan gerakan rehabilitasi dan penanganan bencana yang menyeluruh.
C. Sasaran
Sasaran kegiatan rehabilitasi adalah : 1. Kelompok manusia dan segenap kehidupan dan penghidupan yang terganggu oleh bencana
2. Sumberdaya buatan yang mengalami kerusakan akibat bencana sehingga berkurang nilai gunanya.
3. Ekosistem atau lingkungan alam untuk mengembalikan fungsi ekologisnya.
Untuk menjamin efektifitas dan efisiensi penyelenggaraan, kegiatan rehabilitasi mengikuti prosedur umum sebagai berikut :
A. Sosialisasi dan Koordinasi Program
1. Koordinasi jajaran pemerintahan hingga tingkat Desa/Kelurahan.
2. Sosialisasi kepada masyarakat umum dan korban.
3. Membangun kebersamaan, solidaritas, dan kerelawanan.
D. Mobilisasi Sumberdaya
Mobilisasi sumberdaya yang meliputi sumberdaya manusia, peralatan, material dan dana dilakukan dengan mempertimbangkan sumberdaya yang tersedia. Sumberdaya manusia yang memahami dan mempunyai ketrampilan secara profesional sangat diperlukan dalam semua proses dan kegiatan rehabilitasi pascabencana. Sumberdaya yang berupa peralatan, material dan dana disediakan dan siap dialokasikan untuk menunjang proses rehabilitasi.
Pelaksanaan Rehabilitasi
Pelaksanaan rehabilitasi meliputi kegiatan perbaikan fisik dan pemulihan fungsi non-fisik. Kegiatan rehabilitasi dilaksanakan di wilayah yang terkena bencana maupun wilayah lain yang dimungkinkan untuk dijadikan wilayah sasaran kegiatan rehabilitasi.
F. Monitoring, Evaluasi, dan Pelaporan
Pemantauan penyelenggaraan rehabilitasi pascabencana diperlukan sebagai upaya untuk memantau secara terus-menerus terhadap proses dan kegiatan rehabilitasi
Prof. Tjandra Yoga Aditama, Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Kementerian Kesehatan menyatakan masyarakat perlu mewaspadai berbagai penyakit yang timbul pada musim hujan dan banjir. Penyakit tersebut diantaranya :
1. Penyakit diare.
Pada saat banjir, sumber-sumber air minum masyarakat, khususnya sumber air minum dari sumur dangkal akan banyak ikut tercemar. Saat banjir biasanya juga akan terjadi pengungsian, di mana fasilitas dan sarana serba terbatas, termasuk ketersediaan air bersih. Semua itulah yang bisa menjadi penyebab terjadinya penyakit diare. Langkah antisipasinya, masyarakat disarankan untuk membiasakan cuci tangan dengan sabun setiap akan makan atau minum serta sehabis buang air kecil atau buang air besar. Selalu biasakan merebus air minum hingga mendidih setiap hari, menjaga kebersihan lingkungan, dan hindari tumpukan sampah disekitar tempat tinggal.
2. Demam berdarah.
Pada musim hujan banyak sampah, seperti kaleng bekas, ban bekas, serta tempat-tempat tertentu terisi air, dan terjadi genangan untuk beberapa waktu. Genangan air itulah akhirnya menjadi tempat berkembang biaknya nyamuk aedes aegypti, nyamuk penular penyakit demam berdarah. Masyarakat harus ikut berpartisipasi secara aktif melalui gerakan 3M (mengubur kaleng-kaleng bekas, menguras tempat penampungan air secara teratur, dan menutup tempat penyimpanan air dengan rapat). Selain itu, segera bawa keluarga ke sarana kesehatan, bila ada yang sakit dengan gejala panas tinggi.
3. Penyakit leptospirosis.
Penyakit ini disebabkan oleh bakteri yang disebut leptospira. Di Indonesia hewan penular terutama adalah tikus melalui kotoran dan air kencingnya. Pada musim hujan terutama saat banjir, tikus-tikus yang tinggal di liang tanah akan keluar menyelamatkan diri dan berkeliaran di sekitar manusia. Akhirnya, kotoran dan air kencingnya akan bercampur dengan air banjir. Seseorang yang memiliki luka, kemudian bermain atau terendam air banjir yang sudah tercampur dengan kotoran/kencing tikus yang mengandung bakteri lepstopira, maka orang tersebut berpotensi dapat terinfeksi dan jatuh sakit. Selalu menjaga kebersihan, hindari bermain air saat terjadi banjir, terutama bila ada luka. Gunakan pelindung, misalnya sepatu, bila terpaksa harus ke daerah banjir. Segera berobat ke sarana kesehatan bila sakit dengan gejala panas tiba-tiba, sakit kepala, dan menggigil.
4. Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA).
Penyebab ini dapat berupa bakteri, virus, dan berbagai mikroba lainnya. Gejala utama berupa batuk dan demam, mungkin juga disertai sesak napas, nyeri dada, dan lainnya. Atasi dengan istirahat dan pengobatan simptomatis sesuai gejala. Selain itu, cegah penularan pada orang sekitar, antara lain dengan menutup mulut ketika batuk dan tidak meludah sembarangan.
5. Penyakit kulit yang dapat berupa infeksi, alergi, atau bentuk lain.
Kalau musim banjir maka masalah utamanya adalah kebersihan yang tidak terjaga baik. Tempat berkumpulnya banyak orang, misalnya di tempat pengungsian korban banjir, juga berperan dalam penularan infeksi kulit.
6. Penyakit saluran cerna lain, misalnya demam tifoid.
Faktor kebersihan makanan memegang peranan penting, karena itu selalu perhatikan kebersihan makanan yang akan dikonsumsi.
7. Perburukan penyakit kronik
yang mungkin memang sudah diderita. Musim hujan dan banjir yang berkepanjangan, bsa menyebabkan daya tahan tubuh berkurang.
8. Gangguan Psikis
Banjir tidak hanya menimbulkan gangguan fisik tetapi juga gangguan psikis atau emosional yang tidak bisa diabaikan. Para korban banjir rental timbul stres emosional karena melihat air bah yang besar, kehilangan harta benda dan orang-orang yang dicintai mereka merupakan tekanan psikologis yang dihadapi. Pertolongan korban banjir tidak hanya gangguan fisik tetapi psikis mereka juga butuh bantuan. Masalah mental yang kerap menimpa korban banjir misalnya kecemasan, depresi, tidak bisa tidur dan lain-lain.