LainnyaLingkungan

Peil Banjir

Peil Banjir

Rencana pembangunan di suatu kawasan tertentu, akan menimbulkan dampak peningkatan air larian sebagai akibat dari tertutupnya lahan oleh bangunan. Peningkatan air larian akan menimbulkan akibat berupa berkurangnya kapasitas badan air atau bahkan mengakibatkan banjir di bagian hilir. Oleh karena itu, diperlukan upaya-upaya pencegahan dampak peningkatan air larian sehingga dapat meminimalkan dampak rencana pembangunan yang akan dilaksanakan.

Salah satu upaya pencegahan akibat dari air larian adalah dengan melalui konsep zero discharge (dikenal juga dengan istilah zero run off), dimana air larian yang timbul diupayakan tidak masuk atau seminimal mungkin masuk ke saluran drainase atau badan air di luar area kegiatan. Untuk itu, agar konsep zero discharge dapat dilaksanakan, maka diperlukan suatu Analisis Hidrologi untuk mengkaji akibat dari aspek hidrologinya. Selain itu, untuk menentukan ketinggian lantai dasar bangunan yang aman dari banjir, maka diperlukan analisis Peil Banjir.

Analisis Hidrologi dan Peil Banjir selanjutnya akan menjadi dasar untuk dikeluarkannya rekomendasi penataan drainase dan Peil Banjir sebagai bagian dari persyaratan perijinan. Dalam beberapa situasi, studi ini terkait erat dengan tindak lanjut dari implementasi AMDAL dan UKL-UPL.

Peil banjir dikeluarkan oleh Departemen Pekerjaan Umum ( bidang pengairan ). Peil ini merupakan ketinggian minimum yang diperkenankan terhadap lahan yang ada. Hal ini perlu di ketahui untuk lahan lahan yang dilalui oleh sungai, daerah sekitar pantai, lokasi yang diurug dan daerah rawan banjir.

Maksud dan tujuan dari Analisis Hidrologi adalah sebagai berikut:
• Menganalisis pola curah hujan di lokasi rencana kegiatan sebagai dasar penentuan intensitas hujan.
• Memberikan arahan penataan drainase di lokasi rencana kegiatan untuk dapat mencegah timbulnya banjir dan genangan di sekitar lokasi kegiatan.
• Merencanakan ketinggian lantai dasar bangunan (Peil Banjir) untuk menghindari kejadian banjir dilokasi kegiatan.

Peil Banjir adalah acuan ketinggian tanah untuk pembangunan perumahan/ pemukiman yang umumnya di daerah pedataran dan dipakai sebagai pedoman pembuatan jaringan drainase agar kawasan tersebut terhindar dari banjir.

Siklus Hidrologi
Siklus hidrologi adalah gerakan air laut ke udara yang kemudian jatuh ke permukaan tanah yang berupa air hujan dan akhirnya kembali mengalir ke laut lagi. Air tersebut juga akan tertahan (sementara) di sungai, danau, waduk dan dalam tanah sehingga dapat dimanfaatkan oleh manusia ataupun mahkluk lainnya.
Dalam daur hidrologi, energi matahari menyebabkan terjadinya proses evaporasi di laut atau badan-badan air lainnya. Uap air tersebut akan terbawa oleh angin melintasin daratan yang bergunung maupun datar. Dan apabila keadaan atmosfer memungkinkan, sebagian uap air tersebut akan turun menjadi hujan. Air hujan yang mencapai permukaan tanah sebagian akan masuk ke dalam tanah (infiltration).

Sedangkan air hujan yang tidak terserap ke dalam tanah akan tertampung sementara dalam cekungan-cekungan permukaan tanah, untuk kemudian mengalir ke permukaan yang lebih rendah untuk selanjutnya masuk ke sungai. Air infiltrasi akan tertahan di dalam tanah oleh gaya kapiler yang selanjutnya akan membentuk kelembaban tanah. Apabila tingkat kelembaban air tanah telah cukup jenuh maka air hujan yang masuk ke dalam tanah akan bergerak secara lateral (horisontal) untuk selanjutnya pada tempat tertentu akan keluar lagi ke permukaan tanah dan akhirnya mengalir ke sungai. Sedangkan air hujan yang masuk ke dalam tanah akan bergerak vertikal ke tanah yang lebih dalam menjadi bagian dari tanah (gound water). Air tanah tersebut terutama pada musim kemarau akan mengalir pelan-pelan ke sungai, danau atau penampungan air alamiah lainnya.

Sistem Drainase
Drainase yang berasal dari bahasa Inggris yaitu drainage mempunyai arti mengalirkan, menguras, membuang, atau mengalihkan air. Secara umum, drainase dapat didefinisikan sebagai suatu tindakan teknis untuk mengurangi kelebihan air, baik yang berasal dari air hujan, rembesan, maupun kelebihan air irigasi dari suatu kawasan atau lahan, sehingga fungsi kawasan atau lahan tidak terganggu (Suripin, 2004). Selain itu, drainase dapat juga diartikan sebagai usaha untuk mengontrol kualitas air tanah. Jadi, drainase menyangkut tidak hanya air permukaan tapi juga air tanah

Prinsip konvensional draines adalah jalur pembuangan pada waktu hujan agar air yang mengalir di permukaan diusahakan secepatnya dibuang agar tidak menimbulkan genangan yang dapat mengganggu aktivitas dan bahkan dapat menimbulkan kerugian.

Adapun fungsi drainase menurut R. J. Kodoatie adalah:
• Membebaskan suatu wilayah (terutama yang padat dari permukiman) dari genangan air, erosi, dan banjir.
• Karena aliran lancar maka drainase juga berfungsi memperkecil resiko kesehatan lingkungan bebas dari malaria (nyamuk) dan penyakit lainnya.
• Kegunaan tanah permukiman padat akan menjadi lebih baik karena terhindar dari kelembaban.
• Dengan sistem yang baik tata guna lahan dapat dioptimalkan dan juga memperkecil kerusakan-kerusakan struktur tanah untuk jalan dan bangunan lainnya.

Sistem drainase secara umum dapat didefinisikan sebagai serangkaian bangunan air yang berfungsi untuk mengurangi dan atau membuang kelebihan air dari suatu kawasan atau lahan, sehingga lahan dapat difungsikan secara optimal.
Bangunan dari sistem drainase pada umumnya terdiri dari saluran penerima (interceptor drain), saluran pengumpul (collector drain), saluran pembawa (conveyor drain), saluran induk (main drain), dan badan air penerima (receiving waters).

Menurut R. J. Kodoatie sistem jaringan drainase di dalam wilayah kota dibagi atas 2 (dua) bagian yaitu:
1. Sistem drainase mayor adalah sistem saluran yang menampung dan mengalirkan air dari suatu daerah tangkapan air hujan (Catchment Area). Biasanya sistem ini menampung aliran yang berskala besar dan luas seperti saluran drainase primer.
2. Sitem drainase minor adalah sistem saluran dan bangunan pelengkap drainase yang menampung dan mengalirkan air dari daerah tangkapan hujan dimana sebagian besar di dalam wilayah kota, contohnya seperti saluran atau selokan air hujan di sekitar bangunan. Dari segi kontruksinya sistem ini dapat dibedakan menjadi sistem saluran tertutup dan sistem saluran terbuka.

Sistem Drainase yang Berkelanjutan
Pertumbuhan penduduk dan pembangunan menyebabkan perubahan tata guna lahan, dimana yang semula lahan terbuka menjadi areal permukiman. Dampak dari perubahan tata guna lahan tersebut adalah meningkatnya aliran permukaan langsung sekaligus menurunnya air yang meresap ke dalam tanah. Air sebagai sumber kehidupan, juga berpotensi besar terhadap timbulnya bencana yang sangat merugikan. Konsep dasar dari pengembangan drainase berkelanjutan adalah meningkatkan daya guna air, meminimalkan kerugian, serta memperbaiki dan konservasi lingkungan. Prioritas utama dalam mewujudkan konsep tersebut harus ditujukan untuk mengelola limpasan permukaan dengan cara mengembangkan fasilitas untuk menahan air hujan (rainfall retention fascilities).

Berdasarkan fungsinya, fasilitas penahan air hujan dapat berupa yaitu: tipe penyimpanan (storage types) dan tipe peresapan (infiltration types)
1. Fasilitas penyimpan air hujan di luar lokasi berfungsi mengumpulkan dan menyimpan limpasan air hujan di ujung hulu saluran atau tempat lain dengan membangun retarding basin atau kolam pengatur banjir. Penyimpanan di tempat dikembangkan untuk menyimpan air hujan yang jatuh di kawasan itu sendiri yang tidak dapat dibuang langsung ke saluran. Fasilitas penyimpanan tidak harus berupa bangunan, tetapi juga dapat memanfaatkan lahan terbuka.
2. Fasilitas resapan dikembangkan di daerah-daerah yang mempunyai tingkat permeabilitas tinggi dan secara teknis pengisian air tanah tidak mengganggu stabilitas geologi. Fasilitas resapan dapat berupa parit, sumur, kolam maupun perkerasan yang porus.

Sistem drainase konvensional adalah sistem drainase dimana air hujan dibuang atau dialirkan ke sungai dan diteruskan sampai ke laut. Berbeda dengan sistem drainase berkelanjutan, sistem ini bertujuan hanya membuang atau mengalirkan air hujan agar tidak menggenang, sehingga tidak diperlukan fasilitas resapan air hujan seperti sumur resapan, kolam, dan fasilitas lainnya.

Perencanaan Saluran Drainase
Saluran drainase harus direncanakan untuk dapat melewatkan debit rencana dengan aman. Perencanaan teknis saluran drainase menurut Suripin mengikuti tahapan-tahapan meliputi: menentukan debit rencana, menentukan jalur saluran, merencanakan profil memanjang saluran, merencanakan penampang melintang saluran, mengatur dan merencanakan bangunan-bangunan serta fasilitas system drainase.

Debit Hujan
Perhitungan debit hujan untuk saluran drainase di daerah perkotaan dapat dilakukan dengan menggunakan rumus rasional atau hidrograf satuan. Dalam perencanaan saluran drainase dapat dipakai standar yang telah ditetapkan, baik periode ulang dan cara analisis yang dipakai, tinggi jagaan, struktur saluran, dan lain-lain.

Periode Ulang dan Analisis Frekuensi
Periode ulang adalah waktu perkiraan dimana hujan dengan suatu besaran tertentu akan disamai atau dilampaui. Besarnya debit hujan untuk fasilitas drainase tergantung pada interval kejadian atau periode ulang yang dipakai. Dengan memilih debit dengan periode ulang yang panjang dan berarti debit hujan besar, kemungkinan terjadinya resiko kerusakan menjadi menurun, namun biaya konstruksi untuk menampung debit yang besar meningkat. Sebaliknya debit dengan periode ulang yang terlalu kecil dapat menurunkan biaya konstruksi, tetapi meningkatkan resiko kerusakan akibat banjir.
Sedangkan frekuensi hujan adalah besarnya kemungkinan suatu besaran hujan disamai atau dilampaui. Dalam ilmu statistik dikenal beberapa macam distribusi frekuensi dan empat jenis distribusi yang banyak digunakan dalam bidang hidrologi

Show More

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Back to top button