Indonesia kaya akan berbagai mineral tambang termasuk bahan pabrik semen yaitu batu kapur. Tercatat kawasan karst atau batu kapur memiliki bentangan luas hingga 154.000 km persegi atau 0,08 persen dari total luas wilayah Indonesia. Untuk pulau Jawa saja, luasan kawasan karst mencapai sekitar 11.000 km persegi, membentang di utara dan selatan Jawa.
Menurut data Kementerian Perindustrian (Kemenperin) tahun 2015, pendirian pabrik semen menjamur di Indonesia. Pulau Jawa memimpin dengan pangsa pasar hingga 57 persen, disusul Sumatera yang hanya 21 persen, selebihnya diisi pulau lainnya. Asosiasi Semen Indonesia (ASI) memiliki 12 anggota perusahaan dengan produksi 78 juta ton per tahun (2015), di antaranya 8 perusahaan beroperasi di Jawa. PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk., misalnya, dari 14 pabrik yang mereka miliki di Indonesia, sebagian besar pabrik berada di Pulau Jawa, 10 di antaranya berlokasi di Citeureup, Bogor, Jawa Barat.
Di Jawa Tengah, ada tujuh kasus pendirian pabrik semen. Misalnya di Kabupaten Cilacap yang melibatkan PT Holcim di lahan ± 1.000 hektar, di Kabupaten Kebumen dengan PT Semen Gombong mencakup ± 5.000 hektar, Kabupaten Grobogan melibatkan PT Vanda Prima Listri dan PT Semen Grobogan di areal ± 700 hektar, dan Kabupaten Rembang yang melibatkan PT Semen Indonesia seluas ± 520 hektare.
Semen Indonesia memprioritaskan pembangunan pabrik di Jawa karena permintaan pasar di Jawa lebih besar dari pulau-pulau lain. Menurut data Asosiasi Semen Indonesia, lebih dari setengah konsumsi semen ada di Jawa. Konsumsi di Sumatera hanya 21 persen. Sedangkan pulau-pulau besar lainnya tak sampai sepuluh persen. Jawa Tengah dipilih karena Semen Indonesia hanya memiliki satu pabrik di provinsi itu, yakni di Cilacap. Jika pabrik di Rembang berhasil dibangun, akan ada penambahan produksi tiga juta ton dari Semen Indonesia.
Berdasarkan proyeksi pemerintah hingga 2020, kapasitas produksi semen lebih dari 100 juta ton, dan kebutuhan 80 juta ton. Saat ini produksi Semen Indonesia mencapai sekitar 90 juta ton per tahun, namun kebutuhan nasional masih sekitar 60 juta ton.
Industri semen memang sangat bergantung dengan lokasi bahan baku agar lebih dekat dengan pasar guna efisiensi distribusi. Namun, selagi pembangunan masih berkutat di Jawa, maka pabrik semen akan tetap mengincar tanah Jawa
Pembangunan pabrik semen di Rembang, paling banyak menyita perhatian publik. Penduduk lokal Pegunungan Kendeng, Jawa Tengah, melakukan perlawanan yang telaten terhadap pembangunan pabrik semen Rembang oleh BUMN PT Semen Indonesia. Konflik antara warga dengan PT Semen Indonesia telah berlangsung sejak tahun 2005. Ketika itu PT Semen Gresik gagal melakukan eksplorasi di kawasan Kendeng karena penolakan warga. Kemudian tahun 2010, sosialisasi pendirian pabrik semen PT Semen Indonesia dilakukan, dan warga lokal pun kembali menolaknya.
Bulan April 2016, Sembilan petani perempuan melakukan aksi mengecor kaki di depan istana Negara. 11 bulan kemudian, dilakukan aksi mengecor kaki kedua di depan istana, namun sangat disayangkan peserta aksi Patmi (48 tahun), meninggal dunia pada hari Selasa tanggal 21 Maret 2017 akibat serangan jantung. Wafatnya Patmi, petani asal kawasan Pegunungan Kendeng, Rembang Jawa Tengah, mengundang solidaritas dari berbagai pihak. Tiga hari kemudian, sebanyak 20 orang melakukan aksi mengecor kaki dengan semen sebagai bentuk dukungan terhadap perjuangan petani Kendeng. Mereka berasal dari pegiat HAM, aktifis lingkungan dan mahasiswa.
Jika pembangunan dan operasional pabrik tetap berjalan, petani Rembang terancam kehilangan sumber air dan lahan pertanian. Dalam Kajian Potensi Kawasan Karst Kendeng Utara Pegunungan Rembang yang disusun Jurusan Teknik Geologi Universitas Gadjah Mada, perubahan morfologi kawasan karst Pegunungan Watuputih akibat penambangan dapat mempengaruhi pola distribusi air. Selama ini, bukit karst berfungsi sebagai tandon air utama yang mengontrol suplai air ke dalam tanah. Dampak negatisnya adalah terjadinya banjir di musim hujan dan kekeringan di musim kemarau.
Hasil kajian dalam dokumen KLHS Tahap I menjelaskan , penambangan di kawasan CAT Watuputih, di dalamnya mengandung batuan gamping, harus dihentikan secara bertahap hingga 2020. Bahkan hasil kajian itu merekomendasikan tak ada lagi perpanjangan maupun Izin Usaha Pertambangan baru termasuk terhadap 22 perusahaan yang kini beroperasi. Jika CAT Watuputih ditambang, maka akan menyebabkan kerugian Rp2,2 triliun/tahun. Perkiraan kerugian ini, jelas membantah alasan pengelola pabrik yang mengklaim negara rugi terlanjur Rp5 triliun jika pabrik semen Rembang disetop.
Misalnya, untuk kerugian ekonomi dari hilangnya potensi serapan kawasan CAT Watuputih, tim KLHS menghitung setara Rp 38 miliar/tahun. Sementara, buat biaya penyediaan air bagi rumah tangga mencapai Rp30 miliar/tahun. Jika dikalkulasi, aktivitas penambangan selama 50 tahun oleh PT Semen Indonesia, jumlahnya mencapai Rp1,5 triliun.
Belum lagi biaya penyediaan air untuk mengaliri persawahan di dua kabupaten, Blora dan Rembang. Tim Kajian menghitung kerugian dari dampak itu mencapai Rp1,8 triliun/tahun. Sementara, jika aktivitas penambangan itu dilakukan hingga 50 tahun, total kerugiannya buat membiayai irigasi persawahan mencapai Rp 92 triliun. Sementara dampak kesehatan warga, yang bisa menimbulkan sejumlah penyakit termasuk silikosis (peradangan paru-paru karena mengisap debu silika), di Blora dan Rembang bisa menghabiskan Rp8 triliun jika aktivitas penambangan dilakukan selama 50 tahun.
Perjalanan hukum yang ditempuh masyarakat lokal pegunungan Kendeng juga tidak mudah. Mereka mengajukan peninjauan kembali (PK) atas putusan PTUN Semarang No. 064/G/2015/SMG tertanggal 16 April 2015 dan putusan banding PTUN Surabaya No. 135/B/2015/SBY tanggal 3 November 2015. Upaya PK itu bertujuan untuk membatalkan proyek yang dinilai mengancam keberlangsungan hidup petani di kawasan pegunungan Kendeng. PK diajukan atas dasar penemuan bukti baru (novum), terutama dokumen pernyataan saksi palsu yang menyebutkan kehadiran dalam sosialisasi pembangunan pabrik semen. Akhirnya keputusan akhir Mahkamah Agung (MA) mengabulkan perkara dengan nomor registrasi 99 PK/TUN/2016 ini, dan membatalkan objek sengketa atau pabrik semen yang akan dibangun. Putusan keluar pada Rabu, 5 Oktober 2016.
Walaupun menang ditingkat MA, namun masyarakat lokal harus berhadapan dengan masalah baru lagi, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo kembali menerbitkan izin lingkungan terbaru untuk PT Semen Indonesia di Kabupaten Rembang. Izin terbaru yang diterbitkan ini adalah untuk mengatur kegiatan penambangan dan pembangunan pabrik semen Indonesia. PT Semen Indonesia (Persero) Tbk menyatakan telah mengantongi izin baru dan tetap beroperasi. Sehingga putusan Mahkamah Agung Nomor 91 PK/TUN/2017 tidak berdampak apa pun terhadap kegiatan operasional pabrik Rembang.
Sekitar Juli 2017, masyarakat sekitar pabrik Semen Indonesia mulai terasa dampak pabrik beroperasi. Pohon dan tanaman terkena debu. Jumlah pertanian dan pakan ternak semakin berkurang. September 2017, petani Kendeng kembali melakukan aksi di depan istana menuntut dijalankannya putusan MA dan KLHS.
Tampaknya, kepastian hukum di Indonesia bisa dipermainkan demi ambisi kekuasaan elit dan keserakahan pemodal. Penindasan terhadap rakyat kecil terus dilakukan walau sudah jatuh korban. Atas nama pembangunan, alam dan lingkungan diabaikan. Pegunungan Kendeng bukanlah milik generasi sekarang, namun milik generasi mendatang yang dititipkan kepada kita untuk dijaga dan dilestarikan.