Pelayanan Transjakarta atau yang biasa disebut busway belum bisa dikatakan memuaskan. Standar Pelayanan Minimum (SPM), waktu tempuh, infrastruktur, kenyamanan, kebersihan dan keamanan masih jauh dari harapan. Upaya perbaikan terkendala oleh koordinasi yang lambat antar instansi, prosedur kerja yang birokratis, dan kurang fleksibel dalam mengatur pengelolaan keuangan. Pengajuan rancangan peraturan daerah (raperda) mengenai moda transportasi massal, yaitu bus rapid transit dan pembentukan badan usaha milik daerah (BUMD) PT Transjakarta diharapkan dapat meningkatkan pelayanan bus transjakarta terhadap masyarakat
Kinerja Transjakarta saat ini sangat baik dilihat dari kenaikan per tahun dari tahun 2005 sampai dengan 2011 rata-rata kenaikan penumpang 35% dan untuk tahun 2011 saja kenaikan penumpan mencapai 31%. Total penumpang yang diangkut dari tahun 2004 hampir mencapai 500 ribu orang dan tahun 2011 penumpang yang diangkut mencapai sekitar 114 ribu orang. Jumlah penumpang yang diangkut tentunya berkorelasi positif pada pengurangan angka kemacetan di Jakarta. Semakin banyak penumpang yang diangkut berarti tingkat kemacetan di Jakarta semakin menurun. Kemacetan turun berarti penggunaan BBM turun, ancaman pemanasan global semakin berkurang dan kesehatan masyarakat bisa lebih terjaga. Berdasarkan hal tersebut, pengelolaan Transjakarta yang lebih professional perlu mendapat perhatian yang khusus.
Rencana awalnya dengan adanya Transjakarta masyarakat penggunaan kendaraan dapat beralih ke Transjakarta untuk mengurangi kemacetan. Namun sebagian besar dari mereka khususnya pengguna kendaraan roda empat belum mau beralih ke Transjakarta karena berbagai hal misalnya standar pelayanan yang masih jauh dari memadai, waktu tempuh yang masih lama, lambatnya perjalanan, armada yang sering mengalami masalah teknis, ketidakkonsisten jam pelayanan, banyak pencopet, pelecehan seksual, masih sulit mendapat informasi tentang transjakarta, sulit akses menuju/dari halte, padat dan panasnya suhu di dalam halte maupun bus, waktu tunggu yang masih lama dan pelayanan petugas yang masih minimalis.
Berdasarkan studi literature Standar Pelayanan Minimal (SPM) adalah janji yang diberikan organisasi penyelenggara jasa kepada pelanggannya atas kualitas minimal yang akan diterima pelanggan saat menikmati jasa yang diberikan. Tujuannya adalah menjamin kepuasan pelanggan atas pelayanan jasa.
Peraturan Pemerintah nomor 65 tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal mengatur bahwa penerapan SPM oleh Pemerintahan Provinsi hendaknya sederhana, konkrit, mudah diukur, terbuka, terjangkau dan dapat dipertanggungjawabkan serta mempunyai batas waktu pencapaian. Selain itu SPM disesuaikan dengan perkembangan kebutuhan, prioritas dan kemampuan keuangan nasional dan daerah serta kemampuan kelembagaan dan personil daerah dalam bidang yang bersangkutan. Penyusunan SPM harus mengandung unsur-unsur jenis pelayanan dasar, indikator SPM, dan batas waktu pencapaian SPM.
Hasil pertemuan dengan konsultan dan pengelola Transjakarta pencapaian SPM terkendala beberapa hal yaitu kurangnya pengelolaan yang fleksibel dan dinamis, terutama dari sisi keuangan dan otoritas. Hal ini disebabkan oleh bentuk lembaga unit pemerintah, sehingga sesuatunya dijalankan secara birokratis. Kompleksitas dalam menjalankan operasional Transjakarta terlalu rumit dengan sistem birokrasi pemerintah. Ketergantungan terhadap Instansi pendukung yang masih tinggi, koordinasi yang lambat antar instansi, mekanisme tentang Investasi yang belum jelas dan tidak adanya payung hukum dan aturan untuk menjalankan Sistem BRT secara komprehensif.
Pengelola bus transjakarta yang saat ini berbentuk badan layanan umum (BLU). Pasal 68 dan 69 Undang-undang Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara menyebutkan bahwa BLU adalah instansi di lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.
Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 2005 tentang Badan Layanan Umum (BLU) mengatur lebih rinci mengenai BLU. BLU bertujuan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa dengan memberikan fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan berdasarkan prinsip ekonomi dan produktivitas, dan penerapan praktek bisnis yang sehat.
Saat ini pemerintah provinsi DKI Jakarta sudah mengajukan rancangan perda kepada DPRD untuk menggodok Raperda tentang Pembentukan BUMD Perseroan Terbatas Transjakarta. Nantinya PT Transjakarta bertanggung jawab dalam mengelola pelayanan dengan kualitas prima, pengoperasian dan perawatan jembatan penyeberangan orang, terowongan penyeberangan orang, terminal, halte, stasiun pengisian bahan bakar (SPBB), perawatan sarana sistem bus rapid transit, fleksibilitas untuk investasi, keuangan serta SDM.
Perda ini menjadi sangat penting karena sampai saat ini belum ada regulasi yang mengatur Bus Rapid Transit di Indonesia. Undang-Undang No 22 tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan tidak secara detail mengatur pengelolaan dan kewenangan Bus Rapid Transit di sebuah kota dan hanya menyebutkan angkutan umum massal.
Penyusunan raperda ini juga bertujuan memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan standar pelayanan minimal (SPM). Tidak hanya itu, hal ini juga untuk menjaga agar tarif layanan sistembus rapid transit (BRT) tetap terjangkau masyarakat.
Raperda pengelolaan Bus Transjakarta mengatur peran, wewenang, hak dan kewajiban stakeholder; Manajemen keuangan; Mekanisme dan justifikasi subsidi; Kepemilikan dan pengelolaan Barang Milik Daerah; Sistem tarif & formula kenaikan; Pengaturan pengadaan; Pola kerjasama dengan pihak ketiga. Perbaikan pelayanan juga diatur pada Manajemen & Operasional; Restrukturisasi organisasi; Penyempurnaan dokumen control; Assessment & penempatan SDM yang tepat; Penyiapan kebutuhan dasar operasional (sistem kontrol, ticketing, armada); dan Penerapan, monitoring dan evaluasi SPM
Dalam raperda disebutkan, modal awal PT tersebut diusulkan sebesar Rp2 triliun yang terbagi atas dua juta lembar saham, dengan nilai nominal Rp1 juta per lembar saham. Dari modal itu, 99,5 persen atau Rp1,9 triliun dikuasai oleh Pemprov DKI Jakarta, sementara sisanya 0,5 persen atau Rp10 miliar milik mitra BUMD
Peralihan Transjakarta dari BLU menjadi BUMD perlu menjadi perhatian. Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) adalah perusahaan yang didirikan dan dimiliki oleh pemerintah daerah. Kewenangan pemerintah daerah membentuk dan mengelola BUMD ditegaskan dalam Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2000 tentang kewenangan pemerintah dan kewenangan provinsi sebagai daerah otonom. Tujuan dibentuknya BUMD tersebut adalah untuk melaksanakan pembangunan daerah melalui pelayanan jasa kepada masyarakat, penyelenggaraan kemanfaatan umum dan peningkatan penghasilan pemerintah daerah. Berdasarkan tujuan tersebut BUMD harus mampu menutup seluruh biaya yang dikeluarkan, menghasilkan keuntungan dan melayani masyarakat.
Iklim usaha dan investasi yang cukup kondusif di DKI Jakarta, membuat laba Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) di Jakarta secara keseluruhan cenderung naik dan membaik. Terbukti sejak lima tahun terakhir pendapatan BUMD naik signifikan yakni rata-rata 18,21 persen per tahun. Jika pada 2007 pendapatan BUMD hanya sebesar Rp 140,91 miliar, di tahun 2011 menjadi Rp 276,06 miliar.
Walaupun demikian kita tidak menafikan masih ada inefisiensi dalam penyelenggaraan BUMD. Ketidaksehatan pengelolaan BUMD pada umumnya disebabkan pengelolaannya kurang professional, biaya operasional dan biaya pemeliharaan yang tinggi serta harga jual produk yang rendah, kondisi perusahaan diperburuk karena banyak peralatan yang rusak, dan sebagainya. Namun upaya pengawasan dan pengendalian yang dilakukan DPRD maupun komponen masyarakat dapat mengurangi inefisiensi BUMD.
Banyak elemen baik itu pemerintah, masyarakat, LSM atau media massa menaruh harapan besar terhadap pengelolaan Bus Transjakarta yang semakin baik. Harapannya dapat dikategorikan pada empat hal yaitu Kehandalan, Keamanan dan Keselamatan, Kemudahan, dan Kenyamanan. Bagi penumpang, pelayanan yang handal biasanya meliputi kedatangan yang tepat waktu, kemudahan dan keamanan saat penumpang naik dan turun bus, durasi perjalanan yang tepat waktu, terhindarnya bus dari gangguan teknis, kesigapan pramudi dalam mengemudi bus, dan lain sebagainya. Keamanan dan Keselamatan berarti Keamanan di dalam Halte, Keamanan di dalam Bus, Keselamatan di dalam Halte, Keselamatan di dalam Bus, dan Keselamatan di sepanjang Koridor. Kemudahan berarti Kemudahan mendapatkan informasi tentang TransJakarta, Kemudahan penjualan Tiket, Kemudahan melaporkan kehilangan/ menemukan barang, Kemudahan menyampaikan pengaduan, memberikan saran, dan Kemudahan akses menuju/dari Halte. Sedangkan kenyamanan berarti kebersihan di dalam Halte, Suhu di dalam Halte, Penerangan di dalam Halte, Kepadatan Penumpang di dalam Halte, Kebersihan di dalam Bus, Suhu di dalam Bus, Penerangan di dalam Bus, Kepadatan Penumpang di dalam Bus, Waktu tunggu dan ramahnya Pelayanan Petugas
Sebagai penutup Mc. Kinsey telah memperkenalkan konsep 7 S sebagai pilar organisasi modern yang dapat memberikan pelayanan yang memuaskan kepada konsumennya. Pilar tersebut yaitu, strategi, struktur, sistems, staff, style, skill, dan superordinate goals. Pengelola Bus Transjakarta diharapkan dapat mengintergrasikan, mendesain dan mengkompilasi ketujuh “S” tersebut secara harmonis agar tercipta organisasi yang efektif dan dapat memberikan kepuasan berkelanjutan bagi masyarakat.