Pengelolaan Lingkungan

Menurut Darsono (1995), kelangsungan hidup manusia bergantung pada keutuhan lingkungannya, kualitas hidup manusia terbentuk oleh lingkungannya dan sebaliknya manusia membentuk lingkungan untuk mendukung keberlangsungan hidupnya. Oleh karena itu, lingkungan hidup tidak semata-mata hanya dipandang sebagai sumberdaya yang harus dieksploitasi, melainkan terutama sebagai tempat hidup yang mensyaratkan adanya keserasian antara manusia dengan lingkungan hidupnya.

Lingkungan manusia didefinisikan sebagai segala sesuatu yang berada di sekitar manusia yang berpengaruh pada kehidupan manusia itu sendiri. Definisi lingkungan menurut UU no 23 tahun 1997 lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya. Lingkungan hidup terbagi tiga yaitu lingkungan alam, lingkungan social dan lingkungan buatan.

Soerjani (1997:3) mengatakan ekologi terapan atau yang dikenal dengan ilmu lingkungan adalah ilmu yang mempelajari bagaimana manusia harus menempatkan dirinya dalam ekosistem atau dalam lingkungan hidupnya dengan kata lain bagaimana menerapkan prinsip dan ketentuan ekologi itu dalam kehidupan manusia.

Manusia perlu menempatkan dirinya dalam ekosistem sebab setiap aktifitas manusia untuk memenuhi kebutuhan dirinya pasti mempengaruhi lingkungan. Semakin banyak manusia dan semakin beragam keinginan manusia, maka lingkungan juga semakin cepat terdegradasi. Aktifitas manusia terbagi dua yaitu fisik dan non fisik. Aktifitas manusia dalam bidang fisik paling sedikit dapat menimbulkan 6 dampak lingkungan berarti, yaitu: dampak manusia atas vegetasi, binatang, tanah, air, perubahan geomorfologi (bentangan alam) dan cuaca serta atmosfer. Selain itu dampak manusia yang bersifat non fisik adalah gangguan terhadap kesatuan manusia dan lingkungannya (Soemarwoto, 2005:34)

Sebenarnya tidak semua masalah lingkungan disebabkan oleh manusia, malah sebagian besar terjadi di luar campur tangan manusia. Gempa bumi, gunung meletus, tsunami, meteor yang jatuh dan sebagainya. Perlu diingat lingkungan memiliki daya lenting yaitu kemampuan untuk kembali ke keadaan seimbang setelah terjadinya gangguan. Keseimbangan lingkungan adalah konsep homeostatis yaitu proses kembalinya suatu sistem ke keseimbangan atau adanya proses dalam ekosistem untuk mengatur kembali berbagai perubahan dalam sistem secara keseluruhan. Atau dapat juga dikatakan homeostatis adalah kemampuan ekosistem untuk menahan berbagai perubahan dalam sistem secara keseluruhan. Keseimbangan ini diatur oleh berbagai factor yang sangat rumit, dalam mekanisme keseimbangan ini termasuk mekanisme yang mengatur penyimpangan bahan-bahan, pelepasan hara makanan, pertumbuhan organisme dan produksi, dekomposisi bahan organik. Proses homeostatis membutuhkan jangka waktu yang lama. Karena itu masalah lingkungan yang disebabkan oleh alam, maka alam sendiri yang akan mengembalikan lingkungan ke keadaan seimbang atau homeostatis.

Intervensi yang dilakukan oleh manusia terhadap lingkungan walaupun kelihatan kecil namun berulang kali terjadi sehingga total akumulatifnya dapat lebih besar dari bencana alam, misalnya menurut data WWF laju deforestasi rata-rata pertahun 2-2,5 juta ha dengan perincian menjadi karet dan kelapa sawit 160.000 ha/tahun, transmigrasi dan infrastruktur 300.000 ha/tahun, perladangan berpindah 300.000 ha/tahun, dan kebakaran hutan karena faktor alam 100.000 ha/tahun. Dari data tersebut terlihat bagaimana intervensi manusia terhadap hutan lebih besar dibandingkan dengan kerusakan hutan akibat bencana alam.

Menurut Haeruman (2007) berbagai kerusakan akibat ulah manusia tersebut disebabkan oleh berbagai faktor utama yaitu:

1. Penekanan pertumbuhan kuantitatif lebih besar dari kualitatif

2. Masalah untuk membuat produk baru sebanyak-banyaknya walaupun diketahui merusak lingkungan.

3. Kecepatan memproduksi lebih besar dari upaya memperbaiki lingkungan. Atau kecepatan pengetahuan memproduksi lebih besar dari kecepatan mengelola lingkungan

4. Kegagalan ekonomi memasukkan biaya sosial dan lingkungan kedalam pengambilan keputusan

5. Kegagalan memasukkan faktor lingkungan ke dalam perencanaan

6. Ketidakmampuan lembaga menyelesaikan masalah koordinasi

7. Tergantung pada upaya mudah dan murah tanpa mempertimbangkan dampak

8. Kegagalan menganggap lingkungan sebagai faktor integrated sistem

Faktor-faktor utama tersebut menimbulkan berbagai potensi bencana lingkungan. Bencana lingkungan akibat ulah manusia antara lain pengurasan sumber daya alam hutan, penambangan permukaan sembarangan, penggunaan peptisida, pemakaian bahan bakar, perluasan pemukiman menimbulkan banyak kerusakan kepada sumber daya alam, pemborosan dan pencemaran lingkungan. Akibat kumulatif dari kerusakan menimbulkan bencana banjir dan kekeringan, pemanasan suhu bumi, penghancuran fungsi sungai dan alam sekitarnya, penyebaran penyakit, pemusnahan kemampuan menyediakan sumber daya alam atau daya dukung dan kehancuran kehidupan itu sendiri. Sedangkan bencana lingkungan menimbulkan bencana kesehatan, antara lain

a. Penyakit saluran pernapasan yang akut akibat pencemaran udara di sekitar kawasan industri, kota, dan pusat kegiatan seperti lapangan terbang komersial

b. Penyakit pencernaan akibat sumber penyakit berasal dari air yang diminum atau yang digunakan akibat pencemaran air dan meningkatnya vektor penyakit yang berkembang di perairan

c. Keracunan bahan kimia beracun yang dihasilkan dalam produksi bahan konsumsi-asbestos dalam AC

d. Penyakit kejiwaan dan stress akibat kebisingan dan kepadatan yang berlebihan

e. Penyakit akibat dosis tinggi gelombang pendek dan panas yang berlebihan

f. Penyakit kanker yang diketahui banyak disebabkan oleh kualitas lingkungan yang buruk-asap rokok, air minum carcinogen, dsb

g. Mutasi genetika akibat terkena bahan kimia secara terus-menerus

Membiarkan kerusakan lingkungan hingga menimbulkan berbagai dampak, dapat merugikan manusia dan ekosistem disekitarnya. Kalau dikatakan saat ini bumi sedang sekarat oleh ulah manusia, pernyataan tersebut tidak tepat karena saat ini manusia yang terancam kepunahannya akibat perbuatannya sedangkan bumi keberadaannya tetap dengan ada atau tidaknya manusia. Oleh karena itu lingkungan perlu dikelola agar dapat memberikan manfaat optimal tidak hanya saat ini namun juga untuk masa depan. Dalam gambar 2.2 terdapat hubungan antara ekosistem dengan aktifitas manusia (Haeruman, 2006:1)

Gambar 2.2. Hubungan Antara Ekosistem dengan Aktifitas Manusia (Haeruman, 2006:1)

Manusia dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya selalu mengolah sumber daya alam. Sumber daya alam didefinisikan menurut Grima & Berkes (1989) dan Fauzi (2004) adalah asset untuk pemenuhan kepuasan dan utilitas manusia. Tietenberg (2000) menggolongkan sumber daya alam sebagai berikut:

a. SDA yang bisa diperbaharui (renewable resources):

– Storable seperti hutan – Reproducible private property resources seperti pangan – Renewable common-poverty resources seperti ikan

b. SDA yang tidak dapat diperbaharui (non renewable resources):

– Non-recyclable seperti minyak bumi – Recyclable seperti mineral

Dalam mencari sumber daya alam, manusia selalu menghasilkan limbah. Limbah dibuang ke lingkungan Sumber alam yang terus menerus diambil akan menyusut sehingga aktifitas pengambilan sumber alam suatu saat akan terhenti. Pemanfaatan SDA secara berkelanjutan harus dapat dinikmati antar generasi, dimana menurut Salim (1999) satu generasi adalah untuk masa 20 tahun.

Agar terjadi keseimbangan pada aktifitas mengolah sumber daya alam agar tidak terjadi kelangkaan dan aktifitas membuang limbah ke lingkungan agar tidak merusak lingkungan maka perlu ada sistem yang mengaturnya. Sistem tersebut ada tiga yaitu legal (peraturan), market dan sosial value sistem. Sistem tersebut disebut pengelolaan lingkungan.

Pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya terpadu dalam pemanfaatan, penataan, pemeliharaan, pengawasan, pengendalian, pemulihan, dan pengembangan lingkungan hidup. Pengelolaan sendiri dalam aspek manajemen dibagi 4 yaitu Planning, Organization, Actuating, and Controlling (POAC).

Planning atau perencanaan adalah hal-hal yang diputuskan untuk dilakukan atau tidak dilakukan. Mengapa definisi tersebut menjadi penting karena selama ini terjadi masalah efektifitas perencanaan. Semua masalah ingin diatur dan diselesaikan tanpa memperhitungkan posisi strategis atau dampaknya, misalnya perencanaan pemerintah Indonesia untuk masuk terlalu jauh pada pasar memberikan proteksi pada satu industri atau subsidi pada industri yang tidak strategis sehingga tidak terjadi mekanisme pasar yang semestinya akibatnya pemerintah menjadi “pasar besar”. Perusahaan yang seharusnya berorientasi pada pencapaian kepuasan konsumen menjadi bagaimana melayani pemerintah. Perusahaan yang menjadi anak emas pemerintah pada akhirnya di sapu bersih gelombang krisis moneter dan mekanisme pasar bebas karena tidak terbiasa dengan iklim kompetisi.

Pengelolaan harus dilembagakan agar terstruktur, professional dan perencanaannya terukur. Pelembagaan atau pengorganisasian juga berguna untuk mendesain pelaku perencanaan. Actuating adalah bagaimana mengimplementasikan perencanaan yang telah dibuat dan indicator kesuksesannya. Controlling adalah bagaimana mengevaluasi perencanaan yang telah ditetapkan. Bagian evaluasi perencanaan adalah bagian paling sulit dan jarang dilakukan bangsa Indonesia menurut Deliar Noer hal tersebut mungkin disebabkan sifat bangsa Indonesia yang mudah memaafkan.

ter;”> Pengelolaan lingkungan hidup tidak berarti lingkungan tidak boleh diapa-apakan atau lingkungan boleh dimanfaatkan sebesar-besarnya (maksimal). Pengelolaan berarti menjaga keseimbangan lingkungan atau melestarikan fungsi lingkungan. Pelestarian fungsi lingkungan hidup adalah rangkaian upaya untuk memelihara kelangsungan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. Daya dukung lingkungan adalah kemampuan lingkungan untuk mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Dan daya tampung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan untuk menyerap zat, energi, dan/atau komponen lain yang masuk atau dimasukkan ke dalamnya.

Pengelolaan lingkungan yang terdiri dari tiga yaitu legal, market dan sosial value sistem sangat efektif untuk mencegah degradasi lingkungan. Peraturan yang berisi sanksi berguna untuk mengendalikan aktifitas manusia agar mematuhi kaidah-kaidah yang berlaku. Peraturan bersifat memaksa dan mempunyai wewenang untuk memberikan sanksi apabila dilanggar. Dinegara-negara maju sistem market untuk membendung aktifitas manusia yang tidak ramah lingkungan terbukti lebih efektif. Karena kesadaran lingkungan yang tinggi, mereka akan memilih produk yang mudah di daur ulang, memboikot perusahaan yang diduga mencemari lingkungan dan mendukung upaya perusahaan tertentu yang menggunakan bahan-bahan natural seperti perusahaan kosmetik Body Shop. Sosial value sistem juga terbukti efektif mengingatkan pelaku pencemaran lingkungan. Bahwa pelaku kebaikan akan ditempatkan di surga dan pelaku kejahatan akan ditempatkan di neraka merupakan upaya untuk selalu mengingatkan manusia agar segala tindakannya tidak merugikan orang lain.

Berkaitan dengan marketing pada permukiman yang mendukung pembangunan berkelanjutan, aspek regulasi yang berkaitan dengannya yaitu:

1. Amandemen UUD 1945 pasal 28 H menyatakan bahwa setiap orang berhak bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan yang baik dan sehat.

2. UU Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Azasi Manusia pada pasal 40 dinyatakan bahwa setiap orang berhak untuk bertempat tinggal serta berkehidupan yang layak. Regulatornya Departemen Kehakiman dan HAM

3. UU no 8 tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Dalam UU tersebut diatur bagaimana hak dan kewajiban konsumen dan pelaku usaha, perbuatan yang dilarang pelaku usaha, termasuk menawarkan, memproduksikan, mengiklankan suatu produk. Regulatornya Departemen Perdagangan.

4. UU Nomor 4 Tahun 1992 Tentang Perumahan dan Permukiman dinyatakan bahwa setiap warga negara mempunyai hak untuk menempati dan/ atau menikmati dan/ atau memiliki rumah yang layak dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan teratur. Regulatornya Departemen Pekerjaan Umum.

Walau demikian regulasi tersebut masih bersifat umum dan belum mengatur bagaimana pola marketing yang mendukung pembangunan berkelanjutan.

Pengelolaan lingkungan hidup pada dasarnya mempunyai tujuan sebagai berikut:

1. Mencapai kelestarian hubungan manusia dengan lingkungan hidup sebagai tujuan membangun manusia seutuhnya.

2. Mengendalikan pemanfaatan sumber daya secara bijaksana.

3. Mewujudkan manusia sebagai pembina lingkungan hidup.

4. Melaksanakan pembangunan berwawasan lingkungan untuk kepentingan generasi sekarang dan mendatang.

Sasaran pengelolaan lingkungan hidup adalah

1. Tercapainya keselarasan, keserasian, dan keseimbangan antara manusia dan lingkungan hidup;

2. Terwujudnya manusia sebagai insan lingkungan hidup yang memiliki sikap dan tindak melindungi dan membina lingkungan hidup;

3. Terjaminnya kepentingan generasi masa kini dan generasi masa depan;

4. Tercapainya kelestarian fungsi lingkungan hidup;

5. Terkendalinya pemanfaatan sumber daya secara bijaksana;

6. Terlindunginya Negara Kesatuan Republik Indonesia terhadap dampak usaha dan/atau kegiatan di luar wilayah negara yang menyebabkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup.

Untuk mencapai tujuan dan sasaran pengelolaan lingkungan hidup, manusia sebagai pelaku utama perubahan lingkungan harus mau berubah baik itu cara berpikir atau paradigma maupun tingkah laku.

Pertama perubahan paradigma. Perubahan cara berpikir yang utama adalah perubahan dari berpikir linear menjadi holistik dan perubahan dari filsafat modern menjadi filsafat ilmu lingkungan. Pendekatan klasik sangat dipengaruhi oleh pendekatan linear yaitu pendekatan yang berdasarkan sudut pandang model rasional dalam menyelesaikan suatu masalah. Menurut pendekatan linear suatu masalah disebabkan oleh suatu sebab yang mempengaruhinya, karena itu penyelesaian masalah sangat tergantung pada kemampuan kita mempengaruhi factor penyebab masalah, misalnya aktifitas permukiman menyebabkan polusi dan limbah, maka solusi dibuat pengolahan limbah dan emisi kendaraan dikurangi.

Sedangkan pendekatan baru dipengaruhi oleh sistems thinking yaitu pendekatan yang melihat suatu masalah secara menyeluruh (holistik). Menurut pendekatan ini masalah dianggap bersikap terbuka yaitu berinteraksi dengan lingkungannya baik internal maupun eksternal. Karena itu, pendekatan ini dapat menjelaskan hubungan timbal balik antara berbagai variable permasalahan sehingga dapat diketahui pola perubahan yang terjadi (Azhar Kasim, 2001:39). Misalnya masalah dampak permukiman tidak hanya terkait dengan polusi dan limbah, namun juga bagaimana mengurangi energi, menggunakan bahan yang ramah lingkungan, berperilaku lingkungan dan mencapai lingkungan sosial yang stabil.

Kedua, perubahan perilaku. Setelah melakukan perubahan paradigma, maka perubahan selanjutnya yang diharapkan adalah perubahan perilaku. Menurut Afifi (2006;3) perubahan perilaku mensyaratkan perubahan pengetahuan. Lihat gambar dibawah 3 dibawah ini:

Menurut Sarwono (1992) perilaku pada hakikatnya merupakan tanggapan atau repons terhadap ransangan (stimulus), karena itu rangsangan mempengaruhi tingkah laku. Intervensi organisme terhadap stimulus respon dapat berupa kognisi sosial, persepsi, nilai atau konsep. Pengetahuan untuk mengubah perilaku adalah bagian dari ransangan atau stimulus positif yang diberikan kepada individu atau kelompok. Oleh karena itu agar suatu organisasi atau kelompok masyarakat perilakunya berwawasan lingkungan, maka mereka harus punya wawasan lingkungan terlebih dahulu.

Exit mobile version