Dalam bahasa Sunda, Cai artinya air, sedangkan Tarum bisa berarti 2 hal. Pertama Tarum adalah tanaman dengan nama latin Indigofera spec.div atau Tarum Areuy. Tarum adalah tanaman asli Indonesia yang digunakan sebagai pewarna alami berwarna indigo atau nila. Di Indonesia, tanaman ini masih banyak digunakan untuk pewarna tekstil, terutama masyarakat tradisional. Kedua kata Tarum berasal dari nama kerajaan Tarumanegara, dimana Citarum menjadi batas wilayah kerajaan pada masa itu.
Sungai Citarum mengalir dari hulunya Situ Cisanti yang berada di daerah Gunung Wayang di Desa Cibeureum, Kecamatan Kertasari Kabupaten Bandung yang mengalir melalui daerah Majalaya. Selanjutnya sungai ini mengalir ke bagian tengah Provinsi Jawa Barat dari selatan ke arah utara dan akhirnya bermuara di Laut Jawa di daerah Muara Gembong dengan melewati Kabupaten Bandung, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Karawang.
Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum merupakan salah satu DAS utama di Jawa Barat dan bersifat strategis karena menjadi penyangga ibu kota Jakarta. DAS seluas 6.614 kilometer persegi atau 22% luas wilayah Jawa Barat merupakan DAS dengan jumlah penduduk terpadat di Jawa Barat. Citarum melayani populasi 25 Juta (15 Juta Jawa Barat, 10 Juta DKI) penduduk.
Air Sungai Citarum digunakan sebagai sumber air baku, irigasi pertanian, perikanan, sumber bagi pembangkit tenaga listrik tenaga air untuk pasokan Pulau Jawa dan Bali, serta sebagai pemasok air untuk kegiatan industri. Curah hujan rata-rata di DAS Citarum 2.300 mm/tahun, sedangkana debit air rata-rata 5,7 milyar/m3/th. Terdapat 3 waduk buatan: Saguling (1986) 982 juta m3, Cirata (1988) 2.165 juta m3 dan Jatiluhur(1963) 3.000 juta m3. Ketiga waduk menghasilkan daya listrik 1.400 MW. Citarum juga merupakan sumber air areal irigasi pertanian seluas 300.000 hektar. Sumber air minum penduduk Bandung, Cimahi, Cianjur, Purwakarta, Bekasi, Karawang, dan 80% penduduk Jakarta (16 m3/s)
Dalam dua decade terakhir kondisi kualitas air di sepanjang aliran Sungai Citarum mengalami penurunan yang signifikan. Pesatnya pembangunan, perkembangan kegiatan industri,konversi lahan disekitar DAS, tingginya angka pertumbuhan penduduk dan urbanisasi memberikan dampak negative pada DAS Citarum.
Dampaknya misalnya, sepanjang aliran sungai diindikasikan lebih dari 500 pabrik yang membuang limbah ke sungai. akibatnya kualitas air yang semakin menurun, kekeruhan air makin meningkat sehingga mengganggu instalasi pengolah air. Baku mutu air seperti BOD, COD, Cd, Zn dsbnya meningkat, tidak hanya karena limbah pabrik namun juga dari limbah permukiman, dan pertanian.
Kemudian, lebih dari 5 juta penduduk tinggal di kanan kiri sungai, juga ikut berlomba memenuhi sungai dengan berbagai sampah dan limbah rumah tangga. Padahal penduduk ini juga mengandalkan air sungai untuk memenuhi berbagai kebutuhan sehari-sehari.
Luas lahan kritis di DAS Citarum cukup tinggi. Kerusakan DAS Citarum akibat penggundulan lahan serta pencemaran industri dan rumah . Lahan kritis tersebut menyebabkan banjir, erosi, kekeringan dan terhambatnya pasokan listrik di Jawa Bali. Luas lahan yang perlu direhabilitasi dalam kawasan hutan pada DAS Citarum Hulu saat ini mencapai 1.197,78 hektar, sedangkan pada kawasan non-hutan pada wilayah tangkapan (catchment area) seluas 22.326,12 hektar. Erosi yang disebabkan lahan kritis menyebabkan pendangkalan sungai. Sehingga tidak lagi dapat diandalkan sebagai penampung air musim hujan dan sebagai cadangan air di musim kemarau. Kini hampir setiap tahun, luapan Sungai Citarum menyebabkan genangan air atau banjir.
Wajar saja apabila salah satu situs online terbesar di Amerika Serikat, huffingtonpost.com memberikan label Citarum sebagai sungai paling tercemar di dunia. Tidak hanya situs tersebut, Blacksmith Institute dan Green Cross Swiss menyatakan Sungai Citarum dan pulau Kalimantan masuk dalam daftar 10 tempat yang paling tercemar di dunia.
Kompleknya masalah yang terjadi di Wilayah Sungai Citarum menjadi sebuah tantangan bersama dalam upaya pemulihan dan pengelolaan menjadi Sungai Citarum yang lebih baik
Rehabilitasi DAS Citarum tidak bisa dilakukan parsial, harus terintegrasi dan holistic. Pemulihan fungsi DAS Citarum dilakukan dari hulu sampai hilir dan melibatkan berbagai stakeholder.Rehabilitasi DAS Citarum meliputi pengurangan lahan kritis, pengurangan polutan, peningkatan kualitas air, perlindungan keanekaragaman hayati, dan pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat meliputi:
• Penguatan kelembagaan masyarakat
• Peningkatan kesadaran yang tinggi dari masyarakat terhadap permasalahan konservasi, pemanfaatan dan perlindungan sumber daya alam.
• Membuka ruang bagi masyarakat untuk terlibat dan berpartisipasi secara nyata dalam perencanaan dan pengelolaan DAS Citarum.
• Memberikan informasi actual tentang kondisi DAS Citarum secara transparan