Kewajiban Menjaga Air

Air adalah sumber kehidupan bagi makhluk hidup di Bumi. Ketiadaan air bisa mengancam kelangsungan hidup dan ekosistem alam. Bagi manusia, selain sebagai konsumsi sehari-hari, benda cair itu juga bermanfaat untuk mandi dan mencuci. Air juga menopang pembangunan infrastruktur, seperti rumah, masjid, perkantoran, dan lainnya. Ini merupakan makna bahwa segala apa yang ada di bumi memang diperuntukkan bagi kepentingan manusia. Allah SWT berfirman:

اَلَمْ تَرَوْا اَنَّ اللّٰهَ سَخَّرَ لَكُمْ مَّا فِى السَّمٰوٰتِ وَمَا فِى الْاَرْضِ وَاَسْبَغَ عَلَيْكُمْ نِعَمَهٗ ظَاهِرَةً وَّبَاطِنَةً ۗوَمِنَ النَّاسِ مَنْ يُّجَادِلُ فِى اللّٰهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ وَّلَا هُدًى وَّلَا كِتٰبٍ مُّنِيْرٍ

‘“Tidakkah kamu perhatikan sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk (kepentingan)mu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan batin. Dan di antara manusia ada yang membantah tentang (keesaan) Allah tanpa ilmu pengetahuan atau petunjuk dan tanpa Kitab yang memberi penerangan.” (QS. Luqman [31]:20)

Kebutuhan air bersih dan terlindungi sehingga aman untuk minum di Indonesia masih belum maksimal. Data Survei Sosial Ekonomi Nasional 2018 yang diadakan oleh Badan Pusat Statistik menyebut, capaian proporsi akses penduduk terhadap sumber air minum terlindungi (akses aman) secara nasional sampai dengan 2018 masih sebesar 61 persen. 

Persentase ini masih belum optimal. Padahal, target SDGs untuk akses itu pada 2019 sebesar 100 persen. Di sisi lain, muncul paradoks dimana air bersih justru dieksploitasi secara berlebihan, padahal Islam telah mengajarkan pentingnya kita untuk menjaga air sebagai sumber kehidupan.

Syekh Yusuf al-Qaradhawi dalam bukunya berjudul “Al-Biah fil Islam” mengatakan, pentingnya menjaga air sebagai sumber kehidupan telah ditegaskan dalam Alquran Surah al-Anbiyaa’ ayat 30.

وَجَعَلْنَا مِنَ الْمَاۤءِ كُلَّ شَيْءٍ حَيٍّۗ

“Dan, dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup.” (QS. al-Anbiyaa’ [21]: 30)
Karena itu, air adalah kekayaan paling berharga dan warisan penting bagi generasi mendatang. Allah SWT memberikan nikmat air itu secara gratis. Sayangnya, nikmat tersebut tidak dipergunakan dan dimanfaatkan dengan baik dan proporsional oleh manusia. Seringkali pendayagunaan air, kata Sekjen Ulama Internasional ini, tidak optimal dan bahkan pada banyak kesempatan cenderung eksploitatif. Hal ini tidak bisa dibiarkan dan harus dicegah. Pasalnya, berbeda dengan kekayaan Bumi atau alam lainnya, air bersifat surut dan tidak bisa dibudidayakan. Ia menegaskan, jika pemakaian yang tak tepat guna dan konsumsi berlebihan tetap terjadi maka tak mustahil krisis air pun akan terjadi. Allah berfirman:

وَ اَنۡزَلۡنَا مِنَ السَّمَآءِ مَآءًۢ بِقَدَرٍ فَاَسۡکَنّٰہُ فِی الۡاَرۡضِ ٭ۖ وَ اِنَّا عَلٰی ذَہَابٍۭ بِہٖ لَقٰدِرُوۡنَ

“Dan, Kami turunkan air dari langit menurut suatu ukuran, lalu Kami jadikan air itu menetap di Bumi, dan sesungguhnya Kami benar-benar berkuasa menghilangkannya.” (QS al-Mu’minuun [23]:18).

Sebagai masyarakat muslim marilah kita tampil sebagai garda terdepan menjaga kelestarian air. Ajakan ini bukan tanpa alasan. Islam memiliki segudang tuntunan agar air tetap terjaga, bersih, bebas dari pencemaran, dan layak dikonsumsi. Contoh perhatian Islam terhadap pelestarian air ialah larangan mencemari air sungai ataupun sumber air pegunungan, misalnya, dari limbah manusia, seperti air seni dan tinja. Dalam hadis riwayat Bukhari Muslim, Rasulullah SAW melarang para sahabatnya buang air besar di sumber air.
Di riwayat lain dari Abu Dawud, larangan mengotori sumber air ditekankan pula atas kencing di air kolam ataupun air danau yang tidak mengalir dan lokasi itu dipergunakan sehari-hari oleh warga sekitar. Menurut Syekh al-Qaradhawi, bentuk pencemaraan saat ini tak hanya terbatas pada kotoran manusia melainkan, limbah rumah tangga dan industri. Limbah-limbah tersebut justru lebih berbahaya karena zat kimia yang mencemari air membuat air tak lagi layak dikonsumsi manusia.
Sampah kerap menggunung di kali-kali atau bantaran sungai dan dampak yang cukup jelas adalah banjir. Soal bahaya limbah industri tak lagi diragukan. Kandungan bahan kimia bisa merusak ekosistem sungai, dan air yang telah tercemar tak lagi laik dikonsumsi bagi makhluk hidup di dalam dan sekitar sungai. Satu lagi bentuk pelestarian terhadap air, kata Syekh a-Qaradhawi ialah larangan untuk eksploitasi air yang berlebihan. Rasulullah pernah mengingatkan Saad bin Abi Waqash agar berwudhu dengan air secukupnya dan tidak usah berlebih sekalipun berada di lokasi dengan air yang melimpah.

Di riwayat lain bahkan Rasul mewanti – wanti munculnya fenomena terlalu berlebihan ketika bersuci (menggunakan air). Hendaknya pendayagunaan air harus mendahulukan konsumsi sebagai air minum bagi manusia dan makhluk hidup lain. Sedangkan peruntukkan yang lain seperti mencuci dan produksi, tentu hendaknya didistribusikan secara proporsional.
Teladan Nabi agar menjaga kelestarian air mengilhami para sahabatnya. Hal itu seperti yang tergambar dari sikap Bilal bin Rabah. Muazin pertama tersebut selalu mendambakan tinggal di Makkah dan sekitarnya dengan air melimpah, gunung menjulang tinggi, dan pepohonan tumbuh sumbur. Ia pun bersenandung,
“Andai saja aku bisa bermalam di lembah dan sekitarku rerumputan hijau membentang dan seandainya aku menikmati gemericik air surga yang mengalir.”
Oleh karena itu, kita dapat mulai melakukan perubahan sekecil apapun sejak dini demi kelangsungan hidup bagi generasi penerus. Marilah lakukan secara bersama-sama berpikir dan berupaya untuk menyelamatkan kelangsungan kehidupan di muka bumi ini dengan upaya melestarikan dan menjaga stabilitas ketersediaan air bersih. Untuk menjaga stabilitas ketersediaan air bersih, di antaranya kita memastikan untuk tidak mencemari sumber mata air dan aliran air sungai dengan limbah baik domestik maupun pabrik. Kita juga harus melindungi hutan yang selama ini menjadi tempat menyimpan sumber air bersih.
*KHOTBAH UNTUK UMAT ISLAM, Tahun 2020, Disusun bersama Pemerintah Provinsi DKI Jakarta & Yayasan ICLEI-Local Governments for Sustainability Indonesia Lembaga Pemuliaan Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam Majelis Ulama Indonesia (MUI)

Exit mobile version