Sosial

KEPEMIMPINAN BERWAWASAN LINGKUNGAN atau ECO-LEADERSHIP

Krisis multidimensi yang menerpa Indonesia saat ini berangsur-angsur membaik. Kepercayaan masyararakat pada pemerintahan sudah berjalan normal walaupun masih ada beberapa pihak yang kurang puas, kondisi social demokrasi masyarakat juga menunjukkan perbaikan terbukti dari pelaksanaan dan keikutsertaan masyarakat dalam pemilu baik tingkat pusat maupun daerah, hanya saja memang, kondisi ekonomi masyarakat masih belum sebaik orde baru dulu.

Ada yang beranggapan krisis ekonomi saat ini karena kesalahan kebijakan masa lalu yang gemar berhutang dan fondasi ekonomi yang digerogoti KKN. Namun ada juga yang beranggapan kebijakan ekonomi setelah orde baru yang tidak kuat padahal dukungan rakyat saat ini dapat dijadikan modal dasar membentuk pemerintahan yang kuat. Apapun dasar argumennya kita belum dapat menciptakan kepemimpinan yang kuat, yang lebih memprioritaskan pembentukan system daripada orang, dapat melakukan kaderisasi yang berkelanjutan atau bisa disebut kepemimpinan berkelanjutan. Setiap pergantian kepemimpinan di Negara ini selalu diikuti pergolakan, ketidapuasan pemimpin yang lama karena hilangnya kekuasaan dan pemimpin baru yang kurang dapat mengakomodasi aspirasi kepemimpinan lama.

Tidak mudah membuat definisi yang tepat bagi kepemimpinan berkelanjutan, karena akan menarik keberlanjutan yang notabenya istilah lingkungan ke dalam kancah politik. Kalau sudah masuk pada ranah politik, khawatirnya lingkungan tidak lagi obyektif dan sekadar menjadi alat komoditas untuk melanggengkan kekuasaan. Namun kepemimpinan dapat juga ditarik kedalam fungsi pengelolaan atau manajemen sehingga dari berbagai definisi kepemimpinan yang ada diambil definisi kepemimpinan yang tepat untuk bersanding dengan kebelanjutan.

Kata Kepemimpinan terjemahan dari bahasa Inggris “Leadership” yang menurut Ensiklopedi Umum dalam tahun 1993 penerbit Yayasan Kanisius, diartikan sebagai “hubungan yang erat antara seorang dan kelompok manusia, karena ada kepentingan yang sama”. Oleh karena itu kepemimpinan tidak hanya menyangkut proses mempengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan, namun juga adanya aspek hubungan. Hubungan yang diperlukan seorang pemimpin terhadap yang dipimpin agar dapat mencapai tujuan bersama tentunya hubungan yang erat. Membangun hubungan yang erat dapat berhasil baik dengan cara kesadaran dari dalam diri maupun paksaan. Hubungan mensyaratkan adanya interaksi, dan hubungan yang makin erat memungkinkan terjadinya interdependensi (ketergantungan).

Kepemimpinan dapat diukur antara lain melalui kemampuan mempengaruhi orang lain, melakukan perubahan, bergaul dengan bawahan, motivasi diri dan dorongan berprestasi, kedewasaan dan keluwesan hubungan sosial, dan kecerdasan. Bergaul dengan bawahan merupakan syarat dan tujuan agar tercapainya harmoni. Sedangkan kemampuan mempengaruhi orang lain, keluwesan hubungan social didasarkan adanya prinsip mengakui perbedaan dengan orang lain atau keanekaragaman (biodiversity).

Prinsip-prinsip kepemimpinan sebenarnya sudah banyak beririsan dengan prinsip ilmu lingkungan yaitu interaksi, interdependensi, harmoni dan keanekaragaman. Tinggal satu lagi prinsip ekologi yang belum ada dalam kepemimpinan yaitu keberlanjutan atau sustainability. Kebelanjutan diartikan sebagai mencukupi kebutuhan sekarang tanpa melupakan kebutuhan generasi mendatang. Sehingga definisi yang mendekati kepemimpinan berkelanjutan adalah hubungan yang erat antara seseorang dengan kelompok manusia, karena ada kepentingan yang sama, tanpa melupakan kepentingan generasi mendatang untuk hidup layak

Dalam konteks kepemimpinan berkelanjutan di Indonesia, memang ada beberapa pemimpin yang berhasil memakmurkan kehidupan masyarakat namun belum ada yang memberikan contoh kepemimpinan berkelanjutan. Misalnya contoh kepemimpinan Sutiyoso yang berhasil menciptakan ketertiban dan keamanan di ibukota, tegas dan komitmen dengan kebijakan yang dirumuskan, dan mampu menurunkan tingkat polusi di Jakarta. Keberhasilan tersebut adalah keberhasilan pribadi yang belum dapat ditularkan kepada penerusnya. Atau contoh lain keberhasilan Gamawan menciptakan clean and good government, keberhasilan tersebut belum dapat disebarkan ke seluruh kabupaten yang ada baru berpusat di provinsi dan beberapa daerah.

Karena belum ada pemimpin baik yang dahulu maupun sekarang yang mampu menciptakan system keberhasilan yang dapat diteruskan ke generasi sebelumnya dan sekitarnya, maka wajar bila masyarakat masih mengharapkan kedatangan Ratu Adil untuk menyelesaikan masalah Indonesia, atau diskusi politik kita masih diisi seputar the man behind the gun, bukan how to manage the gun.

Kasus banjir kali ini memberikan pelajaran berharga pada kepemimpinan berkelanjutan. Karena kepemimpinan berkelanjutan tidak berarti orang “internal” lebih menguasai permasalahan daripada orang eksternal. Memang ada beberapa contoh orang internal lebih mendekati kepemimpinan berkelanjutan, namun semua itu tergantung dari sudut pandang seperti apa orang tersebut melihat masalah. Muhammad Yunus mengurai dengan jelas perbedaan sudut pandang antara orang yang ahli dan orang yang ahli dan berhasil. Orang yang ahli melihat masalah seperti sudut pandang burung melihat dari jauh masalah namun dapat melihat secara keseluruhan, sedangkan orang yang ahli dan berhasil adalah orang yang menggunakan pendekatan mata cacing, apa yang paling dekat dengan mata, itu yang diselesaikan dahulu.

Salah satu contoh kepemimpinan berkelanjutan yang baik adalah Kepemimpinan di Intel dari Andy Groove ke Paul Otellini. Walaupun Paul Ottellini anak emasnya legenda Intel Andy Groove, tidak berarti Paul mengikuti semua arah kepemimpinan Andy, bahkan sebagian media mengatakan Paul membunuh karya besar Andy. Namun Andy tidak marah, dan Paul juga tidak besar kepala karena setiap zaman punya tantangan sendiri, setia waktu ada model persaingan sendiri dan setiap kreatifitas punya bentuk yang paling cocok untuk setiap persaingan.

Sutiyoso punya bentuk kepemimpinan sendiri yang sesuai dengan zamannya. Ketika itu keadaan transisi dari system otoriter menuju demokrasi, Sutiyoso menerapkan kepemimpinan tegas agar demokrasi tidak melenceng dari rel. Zaman itu Jakarta kehilangan positioning sebagai “pusatnya daerah” atau “daerahnya pusat” dan Sutiyoso menjawab dengan konsep Megapolitan. Saat itu Jakarta menjadi impian imigran untuk mencari kehidupan yang lebih layak, karena daerah masih sulit untuk berkembang, Sutiyoso menjawab dengan pembangunan permukiman dan infrastruktur.

Tantangan yang berbeda zaman sekarang tentu membutuhkan kepemimpinan yang berbeda. Pemanasan global dan perubahan iklim membuat iklim dan curah hujan tidak menentu menuntut Jakarta memiliki strategi baru menghadapi banjir. Tidak hanya berfokus pada pembangunan banjir kanal timur, atau ruang terbuka hijau yang diperbesar tetapi juga pengelolaan DAS yang terpadu. Misalnya membuat sungai bawah tanah yang mengintegrasikan semua aliran sungai yang ada di Jakarta.

Persoalan macet di Jakarta tidak dapat lagi didekati dengan pendekatan infrastruktur jalan, karena ruas jalan di Jakarta sudah jenuh, penambahan ruas jalan akan mengurangi ruang terbuka hijau di Jakarta. Masih banyak alternative seperti transportasi air, kereta bawah tanah atau mengelola kereta listrik lebih professional. Misalkan saja kereta listrik pakuan ekspress yang sering terlambat jadwal karena ulah oknum kereta yang menaikkan penumpan di stasiun-stasiun yang seharusnya tidak boleh menaikkan penumpang.

Imigran yang datang ke Jakarta, saat ini tidak lagi para pencari kerja lulusan SMA ke bawah, tetapi lebih pada pencari kerja lulusan perguruan tinggi. Karena perekonomian di daerah sudah mulai berkembang, banyak lulusan SMA ke bawah lebih memilih berusaha di daerahnya atau daerah pinggiran Jakarta kondisi persaingan belum ketat. Namun perkembangan ekonomi daerah yang belum menuju industri tidak banyak memberikan kesempatan kepada lulusan perguruan tinggi untuk berkarya karena itu mereka lebih memilih ke kota besar seperti Jakarta. Karena itu treatment yang paling tepat adalah menyebarkan pembangunan infrastruktur ke luar Jakarta sehingga industri pun mau berinvestasi di luar Jakarta. Sedangkan Jakarta lebih berfokus pada industry jasa seperti perdagangan dan pariwisata.

Show More

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Back to top button