Sedangkan menurut Maslow (Tony Buzan, 2003:xxi) kecerdasan spiritual adalah aktualisasi diri (tahap spiritual) yakni ketika individu dapat mencurahkan kreativitasnya dengan santai, senang, toleran dan merasa terpanggil untuk membantu orang lain mencapai tingkat kebijaksanaan dan kepuasan seperti yang telah dialaminya. Maslow menekankan bahwa kecerdasan spiritual menjadikan manusia yang benar-benar utuh secara intelektual, emosi dan spiritual sehingga bisa dikatakan kecerdasan spiritual adalah kecerdasan jiwa yang dapat membantu manusia menyembuhkan dan membangun diri manusia secara utuh.
Ary Ginanjar Agustian (2001:57) mengatakan bahwa Kecerdasan spiritual ialah suatu kemampuan untuk memberi makna ibadah terhadap setiap perilaku dan kegiatan, melalui langkah-langkah dan pemikiran yang bersifat fitrah, menuju manusia yang seutuhnya (hanif) dan memiliki pola pemikiran tauhidi (integralistik) serta berprinsip “hanya karena Tuhan”.
Ary Ginanjar Agustian menekankan bahwa kecerdasan spiritual adalah perilaku atau kegiatan yang kita lakukan merupakan ibadah kepada Tuhan. Dengan demikian, kecerdasan spiritual menurut Ary Ginanjar Agustian, haruslah disandarkan kepada Tuhan dalam segala aktivitas kehidupan untuk mendapatkan suasana ibadah dalam aktivitas manusia.
Aspek-aspek kecerdasan spiritual
Kecerdasan spiritual merupakan kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan persoalan makna dan nilai. Menurut Zohar dan Marshall (2003:14), aspek-aspek kecerdasan spiritual mencakup hal-hal berikut:
a. Kemampuan bersikap fleksibel. Kemampuan individu untuk bersikap adaptif secara spontan dan aktif, memiliki pertimbangan yang dapat dipertanggungjawabkan di saat menghadapi beberapa pilihan.
b. Tingkat kesadaran diri yang tinggi. Kemampuan individu untuk mengetahui batas wilayah yang nyaman untuk dirinya, yang mendorong individu untuk merenungkan apa yang dipercayai dan apa yang dianggap bernilai, berusaha untuk memperhatikan segala macam kejadian dan peristiwa dengan berpegang pada agama yang diyakininya.
c. Kemampuan untuk menghadapi dan memanfaatkan penderitaan.
d. Kemampuan individu dalam menghadapi penderitaan dan menjadikan penderitaan yang dialami sebagai motivasi untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik di kemudian hari.
e. Kemampuan untuk menghadapi dan melampaui rasa sakit.
f. Kemampuan individu dimana di saat dia mengalami sakit, ia akan menyadari keterbatasan dirinya, dan menjadi lebih dekat dengan Tuhan dan yakin bahwa hanya Tuhan yang akan memberikan kesembuhan.
g. Kualitas hidup yang diilhami oleh visi dan nilai- nilai. Kualitas hidup individu yang didasarkan pada tujuan hidup yang pasti dan berpegang pada nilai-nilai yang mampu mendorong untuk mencapai tujuan tersebut.
h. Keengganan untuk menyebabkan kerugian yang tidak perlu. Individu yang mempunyai kecerdasan spiritual tinggi mengetahui bahwa ketika dia merugikan orang lain, maka berarti dia merugikan dirinya sendiri sehingga mereka enggan untuk melakukan kerugian yang tidak perlu.
i. Berpikir secara holistik. Kecenderungan individu untuk melihat keterkaitan berbagai hal.
j. Kecenderungan untuk bertanya mengapa dan bagaimana jika untuk mencari jawaban-jawaban yang mendasar
k. Menjadi pribadi mandiri. Kemampuan individu yang memilki kemudahan untuk bekerja melawan konvensi dan tidak tergantung dengan orang lain.
Agus Nggermanto (2001:144-146), mengungkapkan aspek dari kecerdasan spiritual sebagai berikut:
a. Kesadaran diri. Kemampuan diri dalam menyadari situasi, konsekwensi dan reaksi yang ditimbulkan oleh diri.
b. Kemampuan untuk melakukan perubahan yang lebih baik. Ini akan menuntut kita memikirkan secara jujur apa yang harus kita tanggung demi perubahan itu dalam bentuk energi dan pengorbanan.
c. Perenungan akan setiap perbuatan. Dengan ini akan membuat diri kita lebih mengenali, menghargai sesuatu dan menjadikan motivasi untuk lebih baik.
d. Kemampuan untuk menghancurkan rintangan. Kemampuan dan motivasi diri yang kuat dalam menyelesaikan semua permasalahan baik dari diri, lingkungan dan Tuhan
e. Kemampuan untuk menentukan langkah dan pemberian keputusan dengan bijak. Kita perlu menyadari berbagai kemungkinan untuk bergerak maju melalui berbagai kemungkinan sehingga menemukan tuntutan praktis yang dibutuhkan dan putuskan kelayakan setiap tuntutan tersebut.
f. Kualitas dalam hidup dan makna hidup. Menjalani hidup berarti mengubah pikiran dan aktivitas sehari-hari menjadi ibadah terusmenerus, memunculkan kesucian alamiah yang ada dalam situasi yang bermakna.
g. Menghormati pendapat atau pilihan orang lain. Kemampuan dalam memberikan kesempatan orang lain berpendapat, menerima perndapat orang lain dengan lapang dada, dan melaksanakan apa yang telah disepakati walaupun itu pendapat orang lain.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan spiritual
Zohar dan Marshall (2007:35-83) mengungkapkan ada beberapa faktor yang mempengaruhi kecerdasan spiritual yaitu
a. Sel saraf otak
Otak menjadi jembatan antara kehidupan bathin dan lahiriah kita. Ia mampu menjalankan semua ini karena bersifat kompleks, luwes, adaptif dan mampu mengorganisasikan diri. Menurut penelitian yang dilakukan pada era 1990-an dengan menggunakan WEG (Magneto – Encephalo – Graphy) membuktikan bahwa osilasi sel saraf otak pada rentang 40 Hz merupakan basis bagi kecerdasan spiritual.
b. Titik Tuhan (God spot)
Dalam peneltian Rama Chandra menemukan adanya bagian dalam otak, yaitu lobus temporal yang meningkat ketika pengalaman religius atau spiritual berlangsung. Dia menyebutnya sebagai titik Tuhan atau God Spot. Titik Tuhan memainkan peran biologis yang menentukan dalam pengalaman spiritual. Namun demikian, titik Tuhan bukan merupakan syarat mutlak dalam kecerdasan spiritual. Perlu adanya integrasi antara seluruh bagian otak, seluruh aspek dari dan seluruh segi kehidupan.