KEADILAN, KEMISKINAN DAN LINGKUNGAN atau Justice, Poverty, and Environment

Sebagian pengamat mengatakan orang miskin penyebab terjadinya kerusakan lingkungan. Lihat saja bagaimana gubug-gubug liar di sekitar kali Ciliwung menyebabkan sampah yang menumpuk disekitar kali, masyarakat tradisional di sekitar hutan yang selalu menjarah kayu, atau nelayan tradisional yang menangkap ikan dengan menggunakan sianida, semuanya akibat kemiskinan yang diderita mereka sehingga memelihara lingkungan masih dianggap kemewahan.

Sebagian lagi berpendapat sebaliknya, orang kayalah penyebab utama kerusakan lingkungan. Misalnya Lumpur Lapindo yang sudah hampir dua tahun tidak juga ditangani dengan serius disebabkab oleh anak perusahaan orang terkaya di Indonesia 2007, pencemaran di teluk Buyat disebabkan oleh PT Newmon-sebuah perusahaan tambang emas besar didunia, pencemaran di Papua yang disebabkan oleh PT Freeport, atau juga penggundulan hutan yang didalangi oleh orang-orang kaya negeri ini.

Kedua pendapat di atas tidaklah salah tetapi juga kurang tepat, penyebab utama kerusakan lingkungan adalah miskinisme yang menjangkiti bangsa ini, mulai dari rakyat miskin, kaya, pemerintah, swasta hingga lembaga-lembaga asing.

Miskinisme adalah pandangan yang tidak merasa cukup dengan apa yang didapatkan, selalu merasa kurang seperi layaknya orang miskin. Tetapi miskinisme tidak hanya menjangkiti orang miskin tetapi seluruh stakeholder negara. Miskinisme meliputi kurangnya pengetahuan, perilaku, kebijakan dan hati dalam melihat lingkungan sebagai bagian dari kehidupan manusia.

Miskinisme pengetahuan berarti kurangnya pengetahuan pentingnya lingkungan untuk mendukung aktifitas manusia bagi untuk generasi sekarang tanpa melupakan hak generasi mendatang. Miskinisme pengetahuan banyak diderita oleh orang miskin sehingga menyebabkan mereka mengolah sumber daya alam tanpa memperhitungkan daya dukung alam. Misalnya membuka lahan dengan membakar hutan, pertambangan liar yang menggunakan merkuri, membuka tambak udang dengan menebangi mangrove, dsbnya.

Miskinisme sikap atau perilaku berarti pengetahuan yang didapatkan mengenai lingkungan sudah cukup namun sulit mengubah perilaku karena tidak mau meninggalkan gaya hidup yang sudah “nyaman”. Miskinisme sikap banyak terdapat pada masyarakat golongan menengah-atas. Gaya hidup boros air, listrik dan BBM menyebabkan lingkungan semakin cepat terdegradasi. Konsumsi akan barang-barang seperti batu-batu berharga atau pakaian-pakaian yang mahal. Barang-barang yang menyolok mata ini sebenarnya tidak menghasilkan kesenangan, kekuasaan atau kenyamanan; mereka hanya memperlihatkan kekuasaan untuk memperolehnya, yang tidak dapat diraih oleh orang yang bukan golongannya. Satu-satunya fungsi dari benda-benda tersebut adalah untuk memperjelas kedudukan social seseorang.

Miskinisme kebijakan adalah pengetahuan dan sikap sudah mengarah pada upaya pemeliharaan lingkungan namun belum konsisten. Miskinisme kebijakan berada pada pemerintah sebagai pembuat kebijakan dan peran lembaga asing yang mempengaruhi kebijakan pemerintah. Misalnya kebijakan pemprov yang menghimbau masyarakat membuang sampah pada tempatnya namun tempat sampah masih minim. Atau pemerintah Indonesia yang aktif pada upaya memerangi pemanasan global namun setiap hari hutan terus digunduli, penerbitan HPH tidak pernah berhenti, dsbnya. Atau desakan IMF pada tanggal 15 Januari 1998 melalui Letter of Intent (Lol) pada pemerintahRI untuk membuka ekspor log (kayu). Dengan pemberian izin ekspor log bebas, pencurian kayu dan penebangan liar merajalela.

Miskinisme hati yaitu pengetahuan, sikap dan kebijakan sudah pada standar lingkungan, namun baru mencapai usaha penanggulangan akibat pencemaran lingkungan belum menyentuh pencegahan atau upaya preventif. Miskinisme hati banyak hinggap di perusahaan. Misalnya usaha kuratif yang dilakukan perusahaan air mineral melalui program pembelian kembali kemasan agar dapat di daur ulang tidak akan menghentikan ancaman kekurangan air bersih, Atau juga usaha pemberdayaan masyarakat dan pemberian santunan kepada orang miskin atau yang terkena bencana alam oleh perusahaan sabun cuci tidak mengurangi jumlah polutan akibat pemakaian sabun cuci tersebut Usaha kuratif seperti yang dilakukan perusahaan rokok dengan memberikan beasiswa, pemberdayaan masyarakat dan sekitarnya tidak akan mengurangi jumlah orang yang berpenyakit kanker atau jantung karena asap rokok.

Upaya preventif harus dikembalikan ke hati nurani perusahaan, apakah hendaknya mencari keuntungan sebesar-besarnya atau keuntungan yang berkelanjutan. Kalau pilihannya pada yang pertama, maka perusahaan divonis mengidap penyakit miskinisme sedangkan kalau pilihannya pada yang kedua, maka perusahaan dinyatakan sudah bebas miskinisme.

Miskinisme ini disebabkan beberapa hal, yaitu monopoli, gaya hidup berlebihan, ketidakadilan dan mengagungkan pertumbuhan ekonomi.

Orang kaya memonopoli sumber-sumber daya yang sesungguhnya tersedia dalam jumlah yang cukup untuk semua orang. Contohnya kepemilikan air atau tanah, dimana sesungguhnya persediaan ini cukup untuk memenuhi kebutuhan semua orang. Mahatma Gandhi pernah mengatakan, “Bumi cukup untuk semua orang tetapi tidak cukup untuk keserakahan manusia”. Monopoli sumber daya alam menyebabkan orang kaya makin tamak dan lupa tanggungjawabnya terhadap lingkungan. Monopoli juga menyebabkan orang miskin kehilangan akses ke sumber daya sehingga cenderung merusak lingkungan yang sudah kehilangan daya dukungnya, misalnya penguasaan orang kaya terhadap tanah subur di desa menyebabkan petani desa membuka lahan pertanian di lereng pegunungan akibatnya daerah hilir menjadi rawan banjir.

Acara-acara simbolik seperti gebyar perayaan ulang tahun, menyambut tahun baru, dan sebagainya yang menghabiskan sumber daya dari penyelenggara hendaknya dihindari. Gaya hidup sekali pakai langsung buang juga dikurangi, misalnya membeli makanan, minuman, pakaian dan aksesoris yang hanya dapat dipakai sekali. Menggunakan mobil pribadi ketika bepergian sendirian atau berdua kekantor juga direduksi. Gaya hidup menyebabkan mikinisme makin subur dan dengan dukungan media gaya hidup mendorong orang-orang terbawa pada pola hidup hedonisme dan pragmatisme. Agar terlepas pada miskinisme yang disebabkan oleh gaya hidup yang berlebihan, ada baiknya kita merenungi ucapan Mahatma Gandhi, “Ketika Anda memutuskan satu hal, bayangkan gambaran orang termiskin, yang pernah Anda temui dan tanyakan kepada mereka, apa keputusan tersebut akan menolongnya. Jika jawabannya positif, ambillah keputusan tanpa menunggu waktu.

Ketidakadilan merupakan pendorong miskinisme merusak lingkungan. Ketidakadilan pendapatan dan konsumsi antara negara maju dengan negara berkembang mendorong negara berkembang mencapai kemajuan yang sama dengan negara maju dengan mencontoh pola kemajuan negara maju khususnya Barat. Misalnya Cina sekarang sebagai negara ekonomi terbesar ketiga dunia, diukur dengan dolar, termasuk penyumbang ketiga emisi karbondioksida dari sumber inudstrinya, India sebagai negara ekonomi terbesar ketujuh, merupakan penyumbang gas-gas rumah kaca terbesar keenam dunia, sedangkan Indonesia walaupun tidak termasuk sepuluh besar negara ekonomi dunia namun menyumbang gas rumah kaca nomor empat didunia. Fenomena tersebut mungkin disebabkan jurang ketidakadilan yang tinggi di Indonesia. Orang nomor satu terkaya di Indonesia, belum juga bergeming dengan kebijakan pemberian ganti untung kepada korban Lumpur Lapindo. Orang nomor dua terkaya di Indonesia seorang pengusaha kelapa sawit, dimana lahan hutan banyak yang terbakar karena di konversi oleh kelapa sawit, tidak berupaya mengganti lahan yang yang dikonversinya bahkan diduga menggelapkan pajak.

Negara-negara yang terlalu mengagungkan pertumbuhan ekonomi akan didera oleh polusi berkepanjangan dikemudian hari. Indonesia, Chili, dan Meksiko adalah contoh yang tepat. Ekonomi Indonesia didominasi mahzab Berkeley (para ahli ekonomi yang meperoleh pendidikan di Universitas California-Berkeley), technicos di Meksiko dan Chicago Boys di Chili. Mahzab-mahzab tersebut mengutamakan pertumbuhan ekonomi dan teori pasar bebas. Pertumbuhan ekonomi tinggi berarti konsumsi yang tinggi pula, misalnya pencemaran minyak akibat tumpahan kapal tangker di perairan akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi, karena membutuhkan peralatan untuk menyedotnya, tenaga kerja dan sebagainya yang dapat memobilisasi modal. Pertumbuhan ekonomi tinggi tanpa melihat tingkat distribusi pendapatan, tingkat pendidikan dan kesehatan rakyat hanya akan menyuburkan miskinisme lingkungan. Salah satu syarat lingkungan terjaga adalah tingkat pendidikan yang tinggi, kesehatan yang baik dan pendapatan yang memadai dari sebagian besar penduduk.

Miskinisme dapat dicegah dengan memberikan kesempatan yang sama bagi seluruh penduduk untuk mengakses sumber daya, keadilan dan mengganti pertumbuhan ekonomi dengan peningkatan kualitas hidup manusia atau IPM (Indeks Pembangunan Manusia).

Rakyat yang dapat mengakses sumber daya dengan baik akan berupaya agar sumber daya tersebut tetap terjaga sehingga ia tetap dapat mencukupi kehidupannya dengan sumberdaya tersebut, misalnya memberikan akses kepemilikan mobil kepada supir angkot akan menjaga perilaku supir angkot tidak ugal-ugalan di jalan. Ia akan berupaya menjaga agar angkotnya tetap awet sampai suatu saat angkot tersebut menjadi miliknya sehingga ia akan lebih berhati-hati menggunakannya. Atau akses setiap orang pada modal. Orang miskin yang diperkirakan tidak akan sanggup mengembalikan uang yang dipinjamnya ternyata mampu bahkan ditambah dengan sisa hasil usaha, hal tersebut telah dibuktikan oleh Grameen Bank.

Keadilan dapat menghambat rasa miskinisme lingkungan. Berlaku adil dapat menghilangkan keinginan untuk mendapatkan akses sumber daya dengan lebih mudah. Setiap orang diberikan awalan yang sama untuk mengakses sumber daya, hanya orang yang lebih telatan bekerja keras yang akan mendapatkan porsi yang lebih banyak. Pemberian HPH kepada segelintir pengusaha menyebabkan kecemburuan masyarakat tradisional, namun karena dukungan senjata masyarakat tradisional tidak berbuat apa-apa. Akibatnya masyarakat menjadi apatis, kearifan masyarakat menjadi kenangan dan hutan dibiarkan musnah.

Kualitas hidup manusia yang tinggi otomatis akan meningkatkan pertumbuhan. Manusia yang berkualitas secara fisik dan mental akan menjaga agar miskinisme tidak menjangkitinya. Masyarakat akan semakin sadar bahwa lingkungan yang ditinggalinya dapat sewaktu-waktu rusak karena ulahnya karena itu ia akan memikirkan segala perilakunya. Perilaku masyarakat yang sadar lingkungan akan membentuk selera pasar yang pro lingkungan, sehingga perusahaan dengan sendirinya akan membuat produk yang ramah lingkungan dan pemerintah membuat kebijakan yang mendukung pemeliharaan lingkungan.

Exit mobile version