b. Pembangunan situ-situ di dalam kota maupun dengan pemerintah daerah sekitar
Berdasarkan Peraturan Presiden RI Nomor 54 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jabodetabekpunjur, Situ atau waduk retensi adalah suatu wadah genangan air di atas permukaan tanah yang terbentuk secara alami maupun buatan yang airnya berasal dari tanah atau air permukaan sebagai siklus hidrologis yang merupakan salah satu bentuk kawasan lindung.
Pada umumnya situ-situ dan beberapa waduk di wilayah DKI Jakarta difungsikan sebagai situ dan waduk retensi untuk merecharge daerah sekitarnya .Fungsi tersebut terkait dengan fungsi kawasan konservasi didaerah hulu sungai yang berfungsi sebagai daerah resapan air.
Disamping fungsi diatas maka fungsi situ dapat dikelompokkan sebagai berikut : tempat parkir air / banjir, recharge, penyediaan air baku, budi daya perikanan, wisata atau fungsi sosial lainnya, pelestarian lingkungan.
Keberadaan situ yang dibangun pada abad ke-18 mengalami berbagai masalah, antara lain :
• berkurangnya lahan pertanian yang diairi dari situ,
• penggantian pengelola atau penyerahan pengelolaan kepada instansi lain,
• kerusakan daerah tangkapan air yang disebabkan peningkatan pemukiman di daerah genangan atau disekitar situ yang mengakibatkan berkurangnya luas genangan situ,
• pembangunan pemukiman yang tidak mempertimbangkan lingkungan,
• sedimentasi yang terjadi karena kerusakan hutan di daerah hulu yang mengakibatkan erosi,
• gulma di daerah genangan ,
• adanya kerusakan pada bangunan pelengkap situ.
Dalam Rencana Aksi Penanganan Masalah Banjir 2007 Jabodetabekjur yang dibuat pada tanggal 10 Februari 2007 , maka tugas Pemda DKI Jakarta terkait situ-situ, adalah merehabilitasi, mengelola dan membangun situ-situ didalam wilayah DKI Jakarta, sedang tugas Departemen Pekerjaan Umum adalah merehabilitasi, mengelola dan membangun situ-situ di Wilayah Sungai Ciliwung – Cisadane. Demikian pula dengan Pengembang Pemukiman mempunyai kewajiban untuk membangun situ-situ baru didalam wilayah pemukiman yang dikembangkan sesuai Tata Ruang. Pengelolaan situ-situ baru yang berada dibawah Pengembang Pemukiman diatur dengan Perda yang ada di masing-masing daerah atau diserah terimakan kepada Pemda setempat.
Ada 40 Situ di Jakarta
• Jakarta Pusat: Situ Taman Ria Remaja, Waduk Kebon Melati, Situ Lembang.
• Jakarta Utara: Waduk Marunda, Situ Rawa Kendal, Rawa Rorotan, Waduk Pik I, Waduk Pik II, Waduk Muara Angke, Waduk Pluit, Waduk Sunter I, Waduk Sunter II, Waduk Sunter Barat, Situ Pademangan,
• Jakarta Selatan: Situ Cisarua Bon Bin Ragunan, Waduk MBAU Pancoran, Waduk Kalibata, Rawa Ulujami, Waduk Setiabudi, Situ Babakan, Situ Mangga Bolong,
• Jakarta Barat: Situ Rawa Kepa, Waduk Empang Bahagia Grogol,
• Jakarta Timur: Situ Arman, Situ Elok, Rawa Penggilingan, Situ Rawabadung, Rawa Pedongkelan, Waduk PDAM, Situ Bea Cukai, Rawa Wadas, Situ Ria Rio, Situ TMII (Archipelago Indonesia), Situ TMII Depan Sasana Adirasa, Situ Rawa Segaran, Situ Dirgantara, Situ Skuadron, Situ Rawa Dongkal, Situ Rawa Kelapa Dua Wetan.
Jakarta mempunyai 40 situ diketahui 19 (47,5 %) situ dalam kondisi terawat, 14 (35%) situ dalam kondisi tidak terawat dan 5 (12,5 %) situ telah berubah menjadi daratan.
c. Menegosiasikan kembali dengan pemerintah pusat untuk pembangunan Waduk Ciawi Menurut Ditjen Pengairan – Departemen Pekerjaan Umum, bendungan adalah suatu kontruksi bangunan yang melintasi/memotong sungai untuk menghalangi aliran air sehingga permukaan air naik dan membentuk danau buatan yang berfungsi sebagai pengendali dan penyimpan air.
Fungsi Bendungan:
• Sebagai Listrik: untuk keperluan pembangkit listrik
• Untuk Menstabilkan aliran air / irigasi: Bendungan sering digunakan untuk mengontrol dan menstabilkan aliran air, untuk pertanian tujuan dan irigasi.
• Dapat menyimpan air untuk minum dan kebutuhan manusia secara langsung
• Untuk Pencegahan banjir: Bendungan diciptakan untuk pengendalian banjir
• Untuk Reklamasi: Bendungan (sering disebut tanggul-tanggul atau tanggul) digunakan untuk mencegah masuknya air ke suatu daerah yang seharusnya dapat tenggelam, sehingga reklamasi untuk digunakan oleh manusia
• Untuk Air pengalihan: Bendungan yang digunakan untuk tujuan hiburan
Kondisi Obyektif
1. Proyek pembangunan Waduk Ciawi terletak di Kecamatan Megamendung dan Ciawi. Pembangunan fisiknya direncanakan pada 2007 dan berakhir pada 2011. Proyek pembangunannya membutuhkan biaya sebesar Rp 1 triliun, termasuk pembebasan lahan.
2. Proyek pembangunan waduk ini berada di lahan seluas 204 hektare. Konstruksi bendungan akan dibangun dengan lebar 90,50 meter dan panjang 1.340 meter. Selain berfungsi sebagai sumber air baku, waduk ini pun menjadi penahan debit air Sungai Ciliwung dan Cisadane yang berhulu di kawasan Puncak agar tidak membanjiri Jakarta.
3. Secara topografi, wilayah waduk berada di daerah genangan dan tidak terlalu panjang sehingga cocok untuk bendungan. Jika waduk selesai dibangun, dari pinggir jalan raya Puncak akan terlihat danau yang indah. Hal ini menarik wisatawan. Waduk ini juga bisa sebagai sumber irigasi dan energi listrik lantaran dilengkapi fasilitas PLTA. Direncanakan pengelolaannya dilakukan secara jamak, yaitu oleh Departemen Pekerjaan Umum, swasta dan Pemkab Bogor.
4. Bersamaan pembangunan Waduk, PAM Jaya akan membangun instalasi pengolahan air minum di kawasan Cibubur. Air baku dari waduk Ciawi dialirkan ke instalasi di Cibubur. Lalu, didistribusikan ke masyarakat. Instalasi air di Cibubur bisa menghasilkan air berkapasitas 10 ribu liter per detik. Sedangkan air baku dari waduk Jatiluhur saat ini mencapai 16 ribu liter per detik. Jika kedua sumber air baku ini digabungkan, kebutuhan air bersih warga Jakarta dapat terpenuhi.
5. Letak waduk yang direncanakan berada di Kabupaten Megamendung tersebut cukup tinggi, dan kontur tanahnya juga renggang serta rawan gempa. Bila waduk tersebut jebol, ditakutkan akan banyak menelan korban jiwa. Ini mengingat wilayah sekitarnya padat penduduk
Keinginan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk membangun waduk di Ciawi, Bogor, mendapat penolakan dari pemerintah pusat.Pemerintah pusat cenderung pada kebijakan merevitalisasi situ-situ yang ada, membangun waduk-waduk kecil, dan membangun situ baru di sekitar Sungai Ciliwung. Penolakan didasarkan pada mahalnya biaya pembangunan dan risiko yang ditimbulkan.
Biaya pembangunan Waduk Ciawi semahal pembangunan Waduk Jati Gede yang kapasitasnya lebih dari dua kalinya. Tingginya biaya pembangunan itu disebabkan mahalnya biaya pembebasan lahan. Selain itu, jika sampai Waduk Ciawi jebol, baik karena faktor teknis atau sabotase, risiko yang dihadapi pemerintah sangat besar. Risiko itu mulai dari terendamnya Istana Bogor, banjir besar yang melanda Jakarta, dan terendamnya Istana Negara.Waduk Ciawi dapat menampung 50 juta meter kubik air. Jika sampai jebol, kerusakan yang ditimbulkannya bisa sangat besar.
Penyebaran waduk kecil dan situ-situ baru mempunyai banyak dampak positif bagi warga di kawasan-kawasan sekitar DAS Ciliwung. Selain menahan air, situ dan waduk dapat digunakan untuk kegiatan perikanan, cadangan air minum, pertanian, dan wisata Pembangunan situ-situ baru dan waduk-waduk kecil tidak membutuhkan biaya yang terlalu tinggi karena harga lahan yang dibebaskan tidak terlalu banyak. Selain itu, biaya proses konstruksi juga tidak semahal membangun waduk ukuran sedang.
Selain biaya mahal, kemampuan waduk untuk mengendalikan banjir juga sangat kecil. Kepala Bidang Mitigasi Bencana Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Sutopo Purwo Nugroho, menyatakan, Waduk Ciawi yang akan dibangun di atas lahan seluas 204 hektare hanya berkontribusi mengurangi banjir Jakarta tak lebih dari satu persen. Dana yang diperlukan untuk membangun mencapai Rp 1,5 triliun. Untuk kemampuan yang tidak seberapa, biaya tersebut sangat besar.
Untuk Isu Pembangunan Waduk Ciawi ditinjau dari konsep lingkungan kurang cocok karena tidak berkelanjutan (Keberhasilan Jangka Pendek dan Kegagalan Jangka Panjang) karena
• Hilangnya Tanah dan Kehidupan Margasatwa di bagian Hulu
• Hilangnya Endapan Lumpur dan Kesuburan di Bagian hilir
• Hilangnya Air Karena:
o Penguapan
o Transpirasi: Masalah Tanaman Air Pengganggu
o Rembesan Air dan Penggunaan air Berlebihan
• Menimbulkan rawan penyakit bagi daerah sekitar: Malaria, Filariasis, Kebutaan sungai dan sebagainya
• Hancurnya Budi daya Ikan
• Ancaman Gempa bumi yang dapat merusak waduk dan menenggelamkan warga dan lokasi vital di Jakarta, misalnya yang terjadi pada bendungan Hoover, Kariba, Koyna, Vajont di India.
• Salinasi misalnya Bendungan Aswan di Mesir
BErdasarkan hal tersebut sebaiknya poin waduk di hindari untuk mengurangi gesekan dengan aktifis lingkungan.
d. Perbanyakan pompa untuk banjir pada daerah banjir
Polder adalah sekumpulan dataran rendah yang membentuk kesatuan hidrologis artifisial yang dikelilingi oleh tanggul. Pada daerah polder, air buangan (air kotor dan air hujan) dikumpulkan di suatu badan air (sungai, situ) lalu dipompakan ke badan air lain pada polder yang lebih tinggi posisinya, hingga pada akhirnya air dipompakan ke sungai atau kanal yang langsung bermuara ke laut. Tanggul yang mengelilingi polder bisa berupa pemadatan tanah dengan lapisan kedap air, dinding batu, dan bisa juga berupa konstruksi beton dan perkerasan yang canggih. Polder juga bisa diartikan sebagai tanah yang direklamasi. Sistem polder banyak diterapkan pada reklamasi laut atau muara sungai, dan juga pada manajemen air buangan (air kotor dan drainase hujan) di daerah yang lebih rendah dari muka air laut dan sungai.
Polder identik dengan negeri kincir angin Belanda yang seperempat wilayahnya berada di bawah muka laut dan memiliki lebih dari 3000 polder. Sebelum ditemukannya mesin pompa, kincir angin digunakan untuk menaikkan air dari suatu polder ke polder lain yang lebih tinggi.
Sistem polder ini telah direncanakan oleh Herman van Breen dan tim (dengan banjir kanal barat dan timur) ketika merancang kota sebagai respon terhadap banjir besar yang melanda Batavia tahun 1918. Sistem polder digunakan untuk menanggulangi banjir di Jakarta, khususnya 40% wilayah Jakarta yang katanya berada di bawah permukaan laut. Sistem polder sudah diterapkan di kawasan perumahan elit di tepi laut Jakarta Utara.
Saat ini jumlah pompa air ada 268 dengan 80 pompa air diantaranya merupakan mobile pompa air. Jumlah tersebut merupakan gabungan antara milik Departemen PU dan milik Dinas PU DKI Jakarta.
Rencana pembangunan 13 polder baru akan dilakukan di Kapuk Poglar, Jelambar Timur, Sunter Timur Utara, Sunter Timur II, Kelapa Gading, Marunda, Cengkareng Barat, Tanjungan/Tegal Alur, Kapuk Muara, Gunung Sahari, Rawa Buaya, Kedoya Green Garden dan Kedoya Taman Ratu Greenville.
Dengan rencana pembangunan 13 polder baru di Jakarta, maka kebutuhan akan pompa bertambah, bila disetiap polder membutuhkan minimal 4 pompa, maka diperlukan tambahan 52 pompa air