Pengalaman beberapa negara dalam mengelola energi dapat dikatakan gagal. Ketergantungan yang besar hanya pada satu atau dua sumber energi yang berasal dari energi fosil menyebabkan ketahanan energi mereka menjadi labil. Tiga negara maju, yaitu Amerika Serikat bersama dengan Jepang dan Korea Selatan tergolong negara-negara yang masih sangat tergantung pada minyak-lebih dari 40% kebutuhan energinya dipasok oleh minyak.
Lain halnya dengan Cina, Rusia, Perancis, Iran dan Jerman. Kelima Negara tersebut sudah meninggalkan minyak sebagai energi utamanya namun masih menempatkan energi fosil sebagai bahan bakar utamanya. Dan yang sudah meninggalkan energi fossil dan beralih pada energi terbarukan adalah Kanada dan Brasil.
Batu bara di China
Cina dengan pertumbuhan industri baru yang sangat pesat mampu mengembangkan batu bara sebagai sumber energi alternatif dengan tujuan ketergantungan pada minyak tidak terlalu besar. Disamping itu dengan harga batubara yang lebih murah mampu membuat industri Cina dapat bersaing. Meskipun cadangan batu bara Cina tidak sebesar Amerika Serikat (cadangan Amerika mencapai 27,1% dari seluruh cadangan batu bara di dunia sedangkan Cina memiliki 12,6%), murahnya harga energi batu bara membuat Cina begitu gencar mengintensifkan penggunaan batu bara untuk kebutuhan energinya (EIA Outlook, 2005).
Pabrik Gas di Rusia
Pendekatan yang menarik dari kebijakan untuk memenuhi kebutuhan energi dalam negerinya juga bisa di negara Rusia. Dengan cadangan gas alam terbesar di dunia (Rusia menguasai 26,7% cadangan gas alam di dunia) Rusia menjadikan gas alam sebagai sumber utama pemenuhan energi dalam negerinya yang mencapai setara 361,8 juta ton minyak atau 54,1% dari total energi yang dikonsumsi negara tersebut. Produksi gas alam yang melimpah yang dilakukan oleh Rusia yang mencapai setara 530,2 juta ton minyak (setara dengan 21,9% dari total produksi gas alam di seluruh dunia yang merupakan produksi gas alam terbesar di dunia), membuat negara ini cukup stabil dalam pemenuhan kebutuhan energinya.
Nuklir di Perancis
Sementara itu Prancis memiliki caranya sendiri dalam memenuhi kebutuhan energinya. Berbeda dengan Amerika, Cina atau Rusia yang cukup memiliki kekuatan menguasai sumber sumber energi fosil seperti minyak, batu bara ataupun gas alam, Prancis memiliki keterbatasan terhadap sumber sumber energi fosil tersebut. Untuk memenuhi kebutuhan energinya yang besar, selain mengembangkan perusahaan-perusahaan minyaknya menjadi perusahaan berskala besar untuk menjamin suplai minyak dalam negerinya, Prancis secara serius menggarap sumber energi nuklirnya hingga mampu memproduksi setara 101,4 juta ton minyak (jumlah ini merupakan 16,2% dari total energi nuklir di dunia yang merupakan kedua terbesar setelah Amerika). Di Perancis nuklir menjadi sumber energi utama dibandingkan dengan minyak, gas ataupun batubara.
Nuklir Iran
Tidak jauh berbeda dengan Iran. Meski produksi minyaknya 4,3 juta barel perhari (hampir lima kali lipat Indonesia), tapi pemerintahnya tetap hemat bahan bakar. Di dalam kota, kendaraan pribadi maupun umum dipaksa untuk memakai BBG, kebutuhan rumah tangga LPG, dan kebutuhan listrik nasional dupayakan dari PLTN. Itulah sebabnya Iran bertekad membangun PLTN untuk memenuhi kebutuhan energinya. BBM yang mahal, sebagian besar dijual untuk membiayai pembangunan industri dan pengembangan teknologi konversi bahan bakar, termasuk pembangunan PLTN.
Lain lagi dengan Jerman. Sebuah inovasi Jerman dalam mengembangkan energi alternatifnya hanya dengan mengabungkan tiga keuatan utama yaitu solar (energi surya), wind (energi angin),dan biogas. Ide ini didasari oleh Jerman yang menginginkan pasokan energi listriknya berasal dari energi terbarukan dimana sampai saat ini masih terpenuhi hanya sekitar 14% saja
Data statistik berasal dari Greentech Media menyebut, hingga Desember tahun lalu telah menambah panel surya dengan kekuatan energi yang dihasilkan sebesar 2 Giga Watt. Sehingga keseluruhan panel surya selama 2011 lalu mencapai 7 GW. Angka ini bahkan melebihi angka energi panel surya di Amerika Serikat yang hanya punya panel surya dengan hasilan energi 1,7 GW.
Dibandingkan dengan energi surya, pemanfaatan tenaga angin yang telah dikenal sejak abad-abad, jauh lebih murah dan efisien. Dewasa ini instlasi pembangkit listrik tenaga angin di Jerman, biasanya berupa menara setinggi sekitar 100 meter dengan bilah rotor bergaris tengahnya 40-90 meter. Sebuah instalasi pembangkit listrik tenaga angin harganya sekitar 2 juta Euro dan memproduksi listrik enam kali lipat lebih besar dari kompleks sel surya.
Tetapi pembangkit energi angin memiliki beberapa kelemahan yaitu pembangkit energi angin di Jerman dan di negara lainnya, menghadapi penolakan dari penduduk. Banyak yang hanya merasa terganggu pemandangannya. Ini dapat dimengerti, karena instalasi ini tidak dapat disembunyikan dan harus dibangun amat tinggi untuk memanen angin. Kelemahan kedua adalah kebisingan. Dan kelemahan ketiga adalah mengganggu jalur burung. Organisasi pelindung lingkungan Jerman – NABU melaporkan bilah rotor instalasi setiap tahunnya membunuh sekitar 1.000 ekor burung . Masalah yang sebenarnya adalah, habitat kehidupan berbagai spesies burung terganggu, akibat kebisingan yang ditimbulkan pembangkit listrik tenaga angin tersebut.
gambar pembangkit listrik tenaga air
pembangkit listrik tenaga air di Canada
Cara yang berbeda ditempuh oleh Kanada dengan memperbesar konsumsi gas alam dan sumber energi airnya sehingga jumlah keduanya mencapai 51%, jauh diatas konsumsi minyaknya yaitu 32,4% (Kanada merupakan negara yang memproduksi energi hydro terbesar di dunia yang mencapai 12% dari seluruh energi hydro di seluruh dunia).
Penggunaan alkohol sebagai bahan bakar mulai diteliti dan diimplementasikan di USA dan Brazil sejak terjadinya krisis bahan bakar fosil di kedua negara tersebut pada tahun 1970-an. Brazil tercatat sebagai salah satu negara yang memiliki keseriusan tinggi dalam implementasi bahan bakar alkohol untuk keperluan kendaraan bermotor dengan tingkat penggunaan bahan bakar ethanol saat ini mencapai 40% secara nasional (Nature, 1 July 2005).
Brazil, sampai saat ini telah memiliki 320 pabrik bioethanol, Di tahun 1990-an, bioethanol di Brazil telah menggantikan 50% kebutuhan bensin untuk keperluan transportasi. Ini jelas sebuah angka yang sangat signifikan untuk mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil. Bioethanol tidak saja menjadi alternatif yang sangat menarik untuk substitusi bensin, namun dia mampu menurunkan emisi CO2 hingga 18% di Brazil. Dalam hal prestasi mesin, bioethanol dan gasohol (kombinasi bioethanol dan bensin) tidak kalah dengan bensin; bahkan dalam beberapa hal, bioethanol dan gasohol lebih baik dari bensin. Pada dasarnya pembakaran bioethanol tidak menciptakan CO2 neto ke lingkungan karena zat yang sama akan diperlukan untuk pertumbuhan tanaman sebagai bahan baku bioethanol. Bioethanol bisa didapat dari tanaman seperti tebu, jagung, singkong, ubi, dan sagu; ini merupakan jenis tanaman yang umum dikenal para petani di tanah air. Efisiensi produksi bioethanol bisa ditingkatkan dengan memanfaatkan bagian tumbuhan yang tidak digunakan sebagai bahan bakar yang bisa menghasilkan listrik.
Untuk jangka panjang, sepertinya Brazil dan Kanada memiliki ketahanan energi yang lebih kuat dibanding yang lain karena Negara tersebut sudah menggunakan energi terbarukan. Energi terbarukan adalah sumber energi yang dihasilkan dari sumber energi yang secara alamiah tidak akan habis dan dapat berkelanjutan jika dikelola dengan baik, antara lain: panas bumi, bahan bakar nabati (biofuel), aliran air sungai, panas surya, angin, biomassa, biogas, ombak laut dan suhu kedalaman laut.