I. Pendahuluan
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanegaraman hayati yang sangat tinggi berupa flora, fauna, keindahan bentang alam, keunikan dan keaslian budaya tradisional, sumber daya alam yang berlimpah, baik di daratan, maupun di perairan. Semua potensi tersebut mempunyai peranan yang sangat penting bagi pengembangan pariwisata, khususnya wisata alam.
Pariwisata adalah aktivitas perjalanan yang dilakukan untuk sementara waktu dari tempat tinggal semula ke daerah tujuan dengan alasan bukan untuk menetap atau mencari nafkah melainkan hanya untuk bersenang-senang, memenuhi rasa ingin tahu, menghabiskan waktu senggang atau waktu libur serta tujuan-tujuan lainnya.
Sedangkan menurut UU No.10/2009 tentang Kepariwisataan, yang dimaksud dengan pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung oleh berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan masyarakat, pengusaha, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah.
Beberapa alasan mengapa orang berwisata ke suatu daerah, yang paling umum adalah untuk menikmati keindahan alam, mengamati keseharian penduduk setempat, menyaksikan budaya yang unik, atau mempelajari sejarah daerah tersebut. Intinya, wisatawan datang untuk menikmati hal-hal yang tidak dapat mereka temukan dalam kehidupan mereka sehari-hari.
Agar wisatawan nyaman berada di daerah kita antara lain:
Pertama, pelayanan yang baik.
Wisatawan yang dilayani dengan baik misalnya pelayanan yang ramah dari supir taksi, pedagang asongan yang berjualan dengan tertib, warung makan yang bersih, hotel yang indah akan memberikan kenangan yang tidak terlupakan bagi wisatawan. Suatu saat mereka akan kembali ke daerah kita untuk mencari sensasi pariwisata di daerah kita.
Kedua, menjaga keindahan dan kelestarian alam, serta budaya karena hal tersebut merupakan aset pariwisata kita. Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia memiliki program yang disebut sapta pesona. Ada tujuh unsur yang perlu diterapkan untuk memberikan pelayanan yang baik serta menjaga keindahan dan kelestarian alam dan budaya di daerah kita, yaitu: AMAN; TERTIB; BERSIH: INDAH; RAMAH DAN KENANGAN
II. Regulasi
Beberapa Peraturan Perundangan yang telah disusun untuk menunjang pengembangan kegiatan pariwisata alam dan upaya konservasi antara lain:
a. UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya;
b. UU No. 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan;
c. PP No. 18 Tahun 1994 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di Zona Pemanfaatan Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam;
d. Keputusan Menhut No. 441/Kpts-II/1994 tentang Sarana Prasarana Pengusahaan Pariwisataan Alam
;
e. Keputusan Menhut No. 441/Kpts-II/1990 tentang Pengenaan Iuran Pungutan Usaha di Hutan Wisata, Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Laut;
f. Keputusan Menhut No. 446/Kpts-II/1996 tentang Tata Cara Permohonan, Pemberian dan Pencabutan Izin Pengusahaan Pariwisata Alam;
g. Keputusan Menhut No. 878/Kpts-II/1992 tentang Tarif Pungutan Masuk ke Hutan Wisata, Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Laut;
h. Keputusan Menhut No. 447/Kpts-II/1996 tentang Pembinaan dan Pengawasan Pengusahaan Pariwisata Alam.
III. Manfaat Pariwisata
Dalam mendukung penyelenggaraan pariwisata di daerah kita, sangat penting untuk:
• tetap mempertahankan nilai-nilai adat istiadat, norma dan agama yang berlaku;
• menjaga kelestarian budaya dan lingkungan sekitar;
• memastikan keberlanjutan kegiatan usaha pariwisata sehingga dapat meningkatkan perekonomian.
Manfaat pariwisata adalah:
• Memperkenalkan kebudayaan dan daerah kita.
• Melestarikan alam dan lingkungan.
• Meningkatkan kebanggaan pada daerah kita.
• Meningkatkan kecintaan untuk menjaga budaya.
• Menciptakan lapangan kerja dan peluang ekonomi sehingga dapat meningkatkan pendapatan dan menciptakan kesejahteraan
.
• Menciptakan hubungan yang baik antar suku dan bangsa.
IV. Pengertian Ekowisata
Perkembangan ekowisata Indonesia saat ini tidak sebanding dengan potensi wisata sumber daya alam yang besar, mengingat keanekaragaman hayati Indonesia yang sangat kaya. Menurut Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, Koes Saparjadi, dalam sambutannya pada acara penandatanganan kerjasama antara Departemen Kehutanan (Dephut) dengan ASITA (Association of Indonesian Tour and Travel Agency), upaya “menjual” taman nasional, taman suaka alam, taman buru dan suaka margasatwa yang semuanya dikelola Dephut, terkendala fasilitas perhubungan. Hal tersebut terjadi akibat belum adanya pemahaman akan fungsi dan potensi sumber daya alam yang dapat dikembangkan sebagai sumber pemasukan negara dari sektor ekowisata, mengingat ekowisata memang bukan wisata massal, melainkan wisata eksklusif.
Indonesia sebagai negara megabiodiversity nomor dua di dunia, telah dikenal memiliki kekayaan alam, flora dan fauna yang sangat tinggi. Para explorer dari dunia barat maupun timur jauh telah mengunjungi Indonesia pada abad ke lima belas yang lalu. Perjalanan eksplorasi yang ingin mengetahui keadaan di bagian benua lain telah dilakukan oleh Marcopollo, Washington, Wallacea, Weber, Junghuhn dan Van Steines dan masih banyak yang lain merupakan awal perjalanan antar pulau dan antar benua yang penuh dengan tantangan. Para petualang ini melakukan perjalanan ke alam yang merupakan awal dari perjalanan ekowisata. Sebagian perjalanan ini tidak memberikan keuntungan konservasi daerah alami, kebudayaan asli dan atau spesies langka (Lascurain, 1993 dalam Chafid Fandeli, Mukhlison, 2000).
Rumusan ‘ecotourism’ sebenarnya sudah ada sejak 1987 yang dikemukakan oleh Hector Ceballos-Lascurain yaitu sbb: “Nature or ecotourism can be defined as tourism that consist in travelling to relatively undisturbed or uncontaminated natural areas with the specific objectives of studying, admiring, and enjoying the scenery and its wild plantas and animals, as well as any existing cultural manifestations (both past and present) found in the areas.”
Ekowisata merupakan pariwisata bertanggung jawab yang dilakukan pada tempat-tempat alami, serta memberi kontribusi terhadap kelestarian alam dan peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat (TIES – The International Ecotourism Society dengan sedikit modifikasi).
Menurut Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia, Ekowisata merupakan konsep pengembangan pariwisata yang berkelanjutan yang bertujuan untuk mendukung upaya-upaya pelestarian lingkungan (alam dan budaya) dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan, sehingga memberikan manfaat ekonomi kepada masyarakat dan pemerintah setempat.
“Wisata alam atau pariwisata ekologis adalah perjalanan ketempat-tempat alami yang relatif masih belum terganggu atau terkontaminasi (tercemari) dengan tujuan untuk mempelajari, mengagumi dan menikmati pemandangan, tumbuh-tumbuhan dan satwa liar, serta bentuk-bentuk manifestasi budaya masyarakat yang ada, baik dari masa lampau maupun masa kini.”
Rumusan di atas hanyalah penggambaran tentan kegiatan wisata alam biasa. Rumusan ini kemudian disempurnakan oleh The International Ecotourism Society (TIES) pada awal tahun 1990 yaitu sebagai berikut:
“Ecotourism is responsible travel to natural areas which conserved the environment and improves the welfare of local people.”
“Ekowisata adalah perjalanan yang bertanggung jawab ketempat-tempat yang alami dengan menjaga kelestarian lingkungan dan meningkatkan kesejahtraan penduduk setempat”.
Kata ekowisata selalu mengacu pada bentuk kegiatan wisata yang mendukung pelestarian. Ekowisata semakin berkembang tidak hanya sebagai konsep tapi juga sebagai produk wisata (misalnya: paket wisata). Akhir-akhir ini, paket wisata dengan konsep ”eko” atau ”hijau” menjadi trend di pasar wisata. Konsep ”kembali ke alam” cenderung dipilih oleh sebagian besar konsumen yang mulai peduli akan langkah pelestarian dan keinginan untuk berpartipasi pada daerah tujuan wisata yang dikunjunginya. Akomodasi, atraksi wisata maupun produk wisata lainya yang menawarkan konsep kembali ke alam semakin diminati oleh pasar.
Ekowisata timbul karena:
1. Kekuatiran akan makin rusaknya lingkungan oleh pembangunan yang bersifat eksploitasi terhadap sumber daya alam.
2. Asumsi bahwa pariwisata membutuhkan lingkungan yang baik dan sehat.
3. Kelestarian lingkungan tidak mungkin dijaga tanpa partisipasi aktif masyarakat setempat
.
4. Partisipasi masyarakat lokal akan timbul jika mereka dapat memperoleh manfaat ekonomi (‘economical benefit’) dari lingkungan yang lestari.
5. Kehadiran wisatawan (khususnya ekowisatawan) ke tempat-tempat yang masih alami itu memberikan peluas bagi penduduk setempat untuk mendapatkan penghasilan alternatif dengan menjadi pemandu wisata, porter, membuka homestay, pondok ekowisata (ecolodge), warung dan usaha-usaha lain yang berkaitan dengan ekowisata, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan mereka atau meningkatkan kualitas hidup penduduk lokal, baik secara materiil, spiritual, kultural maupun intelektual.
V. Prinsip-prinsip Pariwisata
Ekowisata menitikberatkan pada tiga hal utama yaitu; keberlangsungan alam atau ekologi, memberikan manfaat ekonomi, dan secara psikologi dapat diterima dalam kehidupan sosial masyarakat. Jadi, kegiatan ekowisata secara langsung memberi akses kepada semua orang untuk melihat, mengetahui, dan menikmati pengalaman alam, intelektual dan budaya masyarakat lokal.
Ekowisata memiliki banyak definisi yang seluruhnya berprinsip pada pariwisata yang kegiatannya mengacu pada lima elemen penting yaitu:
• Memberikan pengalaman dan pendidikan kepada wisatawan yang dapat meningkatkan pemahaman dan apresiasi terhadap daerah tujuan wisata yang dikunjunginya. Pendidikan diberikan melalui pemahaman akan pentingnya pelestarian lingkungan, sedangkan pengalaman diberikan melalui kegiatan-kegiatan wisata yang kreatif disertai dengan pelayanan yang prima.
• Memperkecil dampak negative yang bisa merusak karakteristik lingkungan dan kebudayaan pada daerah yang dikunjungi.
• Mengikutsertakan masyarakat dalam pengelolaan dan pelaksanaannya.
• Memberikan keuntungan ekonomi terutama kepada masyarakat lokal, untuk itu, kegiatan ekowisata harus bersifat profit (menguntungkan).
• Berkelanjutan atau berkesinambungan
Prinsip-prinsip ekowisata berikut:
• Meminimalkan dampak negatif
• Membangun kesadaran serta rasa hormat akan lingkungan dan budaya
• Memberikan pengalaman positif bagi kedua pihak baik pengunjung maupun penyelenggara ekowisata
• Memberikan manfaat ekonomi langsung untuk konservasi
• Memberikan manfaat ekonomi dan pemberdayaan bagi masyarakat setempat
• Meningkatkan sensitivitas terhadap keadaan politik, lingkungan dan kondisi sosial negara/wilayah setempat.
Suatu kawasan wisata yang baik dan berhasil bila secara optimal didasarkan pada empat aspek yaitu: a) Mempertahankan kelestarian lingkungannya; b) Meningkatkan kesejahteraan masyarakat di kawasan tersebut; c) Menjamin kepuasan pengunjung dan d) Meningkatkan keterpaduan dan kesatuan pembangunan masyarakat di sekitar kawasan dan zona pengembangannya.
Walaupun banyak nilai-nilai positif yang ditawarkan dalam konsep ekowisata, namun model ini masih menyisakan kritik dan persoalan terhadap pelaksanaanya. Beberapa kritikan terhadap konsep ekowisata antara lain:
1) Dampak negatif dari pariwisata terhadap kerusakan lingkungan. Meski konsep ecotourism mengedepankan isu konservasi didalamnya, namun tidak dapat dipungkiri bahwa pelanggaran terhadap hal tersebut masih saja ditemui di lapangan. Hal ini selain disebabkan karena rendahnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat sekitar dan turis tentang konsep ekowisata, juga disebabkan karena lemahnya manajemen dan peran pemerintah dalam mendorong upaya konservasi dan tindakan yang tegas dalam mengatur masalah kerusakan lingkungan.
2) Rendahnya partisipasi masyarakat dalam Ekowisata. Dalam pengembangan wilayah Ekowisata seringkali melupakan partisipasi masyarakat sebagai stakeholder penting dalam pengembangan wilayah atau kawasan wisata. Masyarakat sekitar seringkali hanya sebagai obyek atau penonton, tanpa mampu terlibat secara aktif dalam setiap proses-proses ekonomi didalamnya.
3) Pengelolaan yang salah. Persepsi dan pengelolaan yang salah dari konsep ekowisata seringkali terjadi dibeberapa wilayah di Indonesia. Hal ini selain disebabkan karena pemahaman yang rendah dari konsep Ekowisata juga disebabkan karena lemahnya peran dan pengawasan pemerintah untuk mengembangkan wilayah wisata secara baik.
VI. Tujuan Ekowisata
Tujuan utama dari pengelolaan ekowisata di Indonesia secara terpadu adalah tercapainya pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan dengan melibatkan seluruh komponen stakeholder, dan kemudian menetapkan prioritas-prioritas pengelolaan. Menurut Sproule & Suhandi (1993) dalam tulisannya yang bertajuk. Guidelines for Community-based Ecotourism Programs, Lessons from Indonesia in Ecotourism : A Guide for Planners & Managers, ekowisata berbasiskan masyarakat adalah usaha di bidang ekowisata yang dimiliki dan dikelola oleh masyarakat (Warta KEHATI, 1998). Pengertian ini menekankan bahwa hendaknya masyarakat peduli pada sumber daya alamnya agar bisa memperoleh pendapatan dari ekowisata dan kemudian memanfaatkan penghasilan tersebut untuk meningkatkan taraf hidupnya. Pengertian ini juga mencakup konservasi, kegiatan bisnis dan pengembangan masyarakat.
Beberapa aspek kunci dalam ekowisata adalah:
• Jumlah pengunjung terbatas atau diatur supaya sesuai dengan daya dukung lingkungan dan sosial-budaya masyarakat (vs mass tourism)
• Pola wisata ramah lingkungan (nilai konservasi)
• Pola wisata ramah budaya dan adat setempat (nilai edukasi dan wisata)
• Membantu secara langsung perekonomian masyarakat lokal (nilai ekonomi)
• Modal awal yang diperlukan untuk infrastruktur tidak besar (nilai partisipasi masyarakat dan ekonomi).
Ekowisata juga dianggap sejenis usaha yang berkelanjutan secara ekonomi dan lingkungan bagi masyarakat yang tinggal di dalam dan di sekitar kawasan konservasi. Namun agar ekowisata tetap berkelanjutan, perlu tercipta kondisi yang memungkinkan di mana masyarakat diberi wewenang untuk mengambil keputusan dalam pengelolaan usaha ekowisata, mengatur arus dan jumlah wisatawan, dan mengembangkan ekowisata sesuai visi dan harapan masyarakat untuk masa depan.
Ekowisata dihargai dan dkembangkan sebagai salah satu program usaha yang sekaligus bisa menjadi strategi konservasi dan dapat membuka alternatif ekonomi bagi masyarakat. Dengan pola ekowisata, masyarakat dapat memanfaatkan keindahan alam yang masih utuh, budaya, dan sejarah setempat tanpa merusak atau menjual isinya.
Agar bisnis ekowisata dapat menguntungkan sebagai mana yang diharapkan, beberapa kondisi harus diciptakan, yaitu antara lain:
• Meningkatkan dan menambah sarana prasarana pendukung serta mendorong terbuka dan terhubungnya akses ke/dari dan antar daerah tujuan ekowisata tanpa merusak aset utama ekowisata yaitu alam yang asli melalui peningkatan dan optimalisasi jalur transportasi udara.
• Mendorong kebijakan pemerintah Indonesia di bidang keimigrasian di daerah tujuan ekowisata yang terletak di perbatasan
VII. STRATEGI PENGEMBANGAN OBYEK WISATA ALAM
1. Pengembangan ekowisata sangat erat kaitannya dengan peningkatan produktifitas sumber daya alam dalam konteks pembangunan ekonomi regional maupun nasional, sehingga selalu dihadapkan pada kondisi interaksi berbagai kepentingan yang melibatkan aspek kawasan hutan, pemerintah, aspek masyarakat, dan pihak swasta di dalam suatu sistem tata ruang wilayah.
2. Kendala pengembangan ekowisata berkaitan erat dengan :
a. Instrumen kebijaksanaan dalam pemanfaatan dan pengembangan fungsi kawasan untuk mendukung potensi ekowisata.
b. Efektifitas fungsi dan peran ekowisata ditinjau dari aspek koordinasi instansi terkait.
c. Kapasitas institusi dan kemampuan SDM dalam pengelolaan ekowisata di kawasan hutan.
d. Mekanisme peran serta masyarakat dalam pengembangan pariwisata alam.
3. Strategi pengembangan ekowisata meliputi pengembangan :
a. Aspek Perencanaan Pembangunan b. Aspek Kelembagaan c. Aspek Sarana dan Prasarana d. Aspek Pengelolaan e. Aspek Pengusahaan f. Aspek Pemasaran g. Aspek Peran Serta Masyarakat h. Aspek Penelitian dan Pengembangan
4. Dalam rangka menemukenali dan mengembangkan EKOWISATA perlu segera dilaksanakan inventarisasi terhadap potensi nasional EKOWISATA secara bertahap sesuai prioritas dengan memperhatikan nilai keunggulan saing dan keunggulan banding, kekhasan obyek, kebijaksanaan pengembangan serta ketersediaan dana dan tenaga.
5. Potensi Nasional EKOWISATA yang sudah ditemukenali segera diinformasikan dan dipromosikan kepada calon penanam modal.
6. Dalam rangka optimalisasi fungsi EKOWISATA perlu diupayakan pengembangan pendidikan konservasi melalui pengembangan sistem interprestasi EKOWISATA dan kerjasama dengan instansi terkait termasuk lembaga-lembaga pendidikan, penelitian, penerangan masyarakat, dan lain-lain.
7. Perlu dikembangkan sistem kemitraan dengan pihak swasta, lembaga swadaya masyarakat yang ada, dalam rangka mendukung optimalisasi pengembangan EKOWISATA.
8. Pengembangan EKOWISATA merupakan sub-sistem dari pengembangan pariwisata daerah dan pengembangan wilayah pada umumnya yang secara langsung maupun tidak langsung memberi manfaat lebih bagi masyarakat setempat. Pemerintah Daerah berkewajiban melaksanakan koordinasi, perencanaan, pelaksanaan serta monitoring pengembangan obyek dan daya tarik wisata alam.