EKOSENTRISME atau Ecocentrism

Kebudayaan Manusia
Kebudayaan menjadi factor yang menentukan perkembangan perilaku individu dalam konteks pola interaksi dengan lingkungannya. Kebudayaan meliputi manifestasi dari kehidupan manusia yang berbudi luhur, bersifat kerohanian, seperti agama, kesenian, filsafat, ilmu pengetahuan, tata Negara, menurut bangsa berbudaya (berperadaban tinggi) dan bangsa-bangsa alam (yang dianggap primitive).
Lingkungan hidup, menurut Budhisantoso (2001): “pola-pola pengolahan sumber daya dan pengelolaan lingkungan secara berkelanjutan itu tidak bebas dari pengaruhi system nilai yang berfungsi dalam masyarakat yang bersangkutan. System nilai itu biasanya tercermin dalam kearifan lingkungan atau pengetahuan setempat yang memberikan petunjuk tentang apa yang dapat dilakukan dengan cara apa dan dimana manusia dapat mengolah sumber daya dan mengelola lingkungan untuk memenuhi kebutuhan hidup biologis dan sosial maupun kebutuhan integratifnya.

 

Kebudayaan manusia adalah hasil proses dari dua keadaan yang saling mengisi yaitu:

  1. Berkembang dari adanya hubungan manusia dengan lingkungan alamnya, mendasari manusia untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan dengan cara menanggapi tantangan aktif dari waktu ke waktu sehingga terciptalah kebudayaan
  2. Menyangkut kemampuan manusia berfikir metaforik, manusia dapat mengembangkan lambang-lambang yang diberi makna dan berfungsi sebagai acuan dalam bersikap dan menentukan tindakan menghadapi tantangan dalam proses adaptasi terhadap lingkungan secara aktif (Budhisantoso, 1981)

Daya tahan terhadap perubahan lingkungan alami, sosial dan binaan menuntut kemampuan adaptasi. Cara manusia menanggapi lingkungan tidak bebas dari pengaruh system pemahaman (cognitive system) yang mereka kuasai. Dalam usahanya menyesuaikan diri dengan lingkungan alamnya, manusia terikat oleh kaidah yang berlaku dalam system pemahaman mereka sebagaimana tercermin dalam lambang-lambang yang mereka beri makna. (Budhisantoso, 1981).

Kebudayaan sebagai wujud tanggapan aktif manusia terhadap tantangan yang mereka hadapi dalam proses adaptasi terhadap lingkungan artinya kebudayaan manusia tidak pernah statis, karena situasi dikembangkan sesuai dengan perubahan lingkungan dan teknologi. Setiap perubahan lingkungan akan merangsang perubahan kebudayaan (Budhisantoso, 1987).

Sedangkan hubungan manusia dengan alam berlangsung secara bertahap dengan peradaban manusia di muka bumi ini. Menurut Davis (173) dan Morris (1979), perkembangan peradaban manusia terbagi atas lima tahapan atau zaman yang menunjukkan pandangan secara filosofis mengenai hubungan manusia dengan alam sebagai berikut:
1. Kosmo sentris, zaman sampai tahun 4000 SM ditandai oleh pandangan manusia yang terfokus kealam. Manusia hidup berkelana dan berburu untuk mendapatkan makanannya
2. Teo-sentris, zaman yang dimulai tahun 4000 SM sampai awal abad ke-16, ditandai dengan pandangan manusia yang memuja kepada Tuhan (Teo berasal dari bahasa Yunani theos yang berarti Tuhan) pada zaman itu manusia sudah mulai mengenal pertanian. Pada zaman ini pula lahir kota-kota pertama di dunia
3. Antropo-sentris, yaitu zaman yang dimula akhir abad ke-17 M ,ditandai dengan pemujaan manusia kepada manusia itu sendiri (Yunani: anthropos yang berarti manusia). Zaman ini ditandai oleh pencerahan revolusi ilmiah. Tahapan antroposentris mencapai puncaknya pada abad ke-18 dan 19 yang ditandai dengan lahirnya revolusi industry. Menjelang abad ke-20 pandangan ini mulai menunjukkan pegeserannya kea rah pandangan lain yaitu eko-sentris
4. Ekosentris yaitu pandangan yang menganggap bumi atau alam sebagai pusat dari kehidupan (eko berasal dari bahasa Yunani oikos yang berarti rumah atau tempat tinggal). Manusia adalah bagian dari alam sehingga alam harus menjadi pusat segala kegiatan manusia. Pandangan ini dimulai pada akhir abad 20 dan awal abad ke-21
5. Logo-sentris yang diawali abad ke-21. Zaman ini ditandai dengan pengembangan bidang telekomunikasi dan informasi yang menuntut manusia untuk berfikir secara teliti, tertib dan benar (Logos dalam bahasa Yunani berarti kalam, ucapan, pengertian)

 

Dalam melakukan adaptasi itu manusia tidak semata-mata mengandalkan kemampuan jasmaniahnya melainkan lebih penting dari itu, ia memanfaatkan kemampuan superorganiknya yaitu kebutuhannya (Adimihardja, dkk, 1986:1). Dengan kebudayaan manusia bukan sekadat menyesuiakan diri dengan lingkungannya secara pasif, melainkan juga menciptakan lingkungan buatan dengan segala kebutuhan sampingan yang ditimbulkan. Akibatnya manusia senantiasa dihadapkan pada berbagai macam tantangan, baik yang timbul karena kebutuhan pokok biologis maupun kebutuhan sampingan yang jauh lebih banyak ragamnya. Adaptasi pada manusia, dengan demikian dapat diartikan sebagai suatu proses mengatasi keadaan biologi, alam dan lingkungan sosial tertentu untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dengan kata lain lingkungan itu dapat mempengaruhi dan mengubah manusia secara fisik dan psikis.

Salah satu penyebab perubahan lingkungan adalah perubahan social. Proses perubahan sosial dapat diketahui dari ciri-ciri tertentu antara lain:
1. Tidak ada masyarakat yang berhenti perkembangannya karena setiap masyarakat mengalami perubahan secara lambat atau secara cepat
2. Perubahan yang terjadi pada lembaga-lembaga kemasyarakat tertentu, akan diikuti dengan perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga sosial lainnya. Karena lembaga-lembaga sosial tadi bersifat interdependen, maka sulit sekali untuk mengisolasi perubahan pada lembaga-lembaga sosial tertentu saja. Proses awal dan selanjutnya adalah mata rantai
3. Perubahan-perubahan sosial yang cepat biasanya mengakibatkan disorganisasi yang bersifat sementara karena dalam proses penyesuaian diri. Disorganisasi akan diikuti oleh suatu reorganisasi yang mencakup pemantapan kaidah-kaidah dan nilai-nilai yang baru
4. Perubahan-perubahan tidak dapat dibatasi pada bidang kebendaan atau bidang spiritual saja, karena kedua bidang tersebut mempunyai ikatan timbal balik yang sangat kuat
5. Tipologis, perubahan-perubahan sosial dapat dikategorikan sebagai:
a. Social process: the circulation of various rewards, facilities, and personnel in an existing structure
b. Segmentation: the proliferation of structural units that do not differ qualitatively from existing units
c. Structural change: the emerge of qualitatively new complexes of roles and organization
d. Changes in group structure: the shifts in the composition of group, the level of consciousness of group and the relations among the group in society.

Dalam proses perubahan sosial dan kebudayaan terdapat penyesuaian masyarakat kearah perubahan, yang serasi atau harmoni yang merupakan keadaan yang diidam-idamkan setiap masyarakat (Soekanto, 1990:367)

Perubahan menurut struktur sosial terdiri dari disorganisasi dan disintegrasi mungkin dapat dirumuskan sebagai suatu proses berpudarnya norma-norma dan nilai-nilai dalam masyarakat karena perubahan-perubahan yang terjadi pada lembaga kemasyarakatan (Soekanto, 1990:327). Reorganisasi atau reintegrasi adalah suatu proses pembentukan norma dan nilai baru agar serasi dengan lembaga-lembaga kemasyarakatan yang lebih mengalami perubahan.

Perubahan menciptakan ketidakseimbangan lingkungan. Proses perubahan perlu diikuti dengan adaptasi dari masyarakat. Bentuk adaptasi masyarakat berfungsi untuk menghindari, menghadapi ketidakseimbangan lingkungan. Menurut Robert Merton adalah
a. Konformitas (conformity) yaitu penerimaan budaya baru yang berpengaruh dari segi tujuan dan cara yang digunakan
b. Inovasi, yaitu penerimaan budaya baru dari sisi tujuan tapi tidak menerima cara yang biasa digunakan
c. Ritual, memperlihatkan penolakan kepada tujuan budaya baru, tetapi menerima cara-cara lazim budaya baru
d. Penolakan (Retreat), yaitu penolakan penuh budaya baru dari segi tujuan dan cara. Masyarakat merasa puas dengan budaya yang dimiliki, walaupun tertiggal jauh dari masyarakat sekitarnya
e. Pemberontakan, penolakan terhadap budaya lama dan berganti dengan budaya baru.

Transformasi berkait dengan adaptasi dan mengandung beberapa aspek yaitu:
a. Persepsi dari manusia kepada lingkungan (pengindraan, penafsiran, pengalaman) sangat menentukan kualitas keberlanjutan lingkungan. Lingkungan binaan berbentuk fisik, keras, solid dapat disentuh, dapat dirasakan, merupakan mimpi dan fantasi abstrak manusia. Saat manusia hidup di masa kini, posisinya dapat mengingatkan manusia di masa lalu, membuat manusia berfikir tentang masa depan untuk kepentingan pribadi dan kelompok.
b. Gaya hidup masyarakat, di desa (tradisional konvensional, komunal), keluarga luas, karena pola hidup pertanian membutuhkan sumber daya tenaga kerja jumlah banyak dalam waktu yang bersamaan, menyesuaikan dengan musim tanam, musim panen, musim hujan. Di kota (modern, individual), keluarga inti.
c. Sumberdaya manusia yang kompeten adalah transformasi yang paling dominan dan signifikan atas terjadinya perubahan. SDM dapat dioptimalkan perannya sesuai dengan fungsi dan tugas yang dimilikinya.
d. Kebersamaan. Gotong-royong adalah ciri masyarakat Indonesia yang telah memudar, digantikan oleh masyarakat patembayan dan bergeser kearah individual dan kebersamaannya dihidupkan kembali melalui partisipasi dengan pemberdayaan masyarakatnya
e. Urbanisasi termasuk migrasi merupakan transformasi yang menyiapkan warga untuk hidup lebih baik dari segi pendidikan, pekerjaan, profesi, penghasilan, keberhasilan hidup. Transformasi yang dialaminya akan meningkatkan pengembangan kapasitas individu, kematangan pribadi (sosial, emosional, spiritual) dan meperoleh kesempatan melalui interaksinya dengan berbagai komunitas atau pengembangan individu, kelembagaan, manajemen, system, networking
f. Partisipasi pemberdayaan masyarakat adalah sarana adaptasi dan modernitas yang melibatkan kegiatan fisik biologis, sosial, politik, ekonomi, keagamaan. Pelaksanaan kegiatan partisipatif oleh individu, kelompok, kelembagaan secara terorganisir, bebas spontan

Menurut Santosa (1990, 13-14) partisipasi memilik fungsi
a. Sebagai bentuk kebijaksanaan dengan memasukkan gagasan masyarakat yang telah dan sedang terlibat dalam proyek pembangunan
b. Sebagai strategi dengan dukungan masyarakat untuk memperlancar pembangunan
c. Sebagai alat komunikasi
d. Sebagai pereda konflik
e. Sebagai terapi sosial saat terjadi konflik tersembunyi, rendah diri, hilangnya kepercayaan diri.
Mekanisme adaptasi manusia terpenting adalah adaptasi cultural dengan sarana dan teknologi. Adaptasi lain dari organisme termasuk manusia terhadap lingkungannya adalah adaptasi structural dan adaptasi fisiologis (Soetaryono, 1990)

Exit mobile version