Ekologi adalah cabang sains yang mengkaji habitat dan interaksi di antara benda hidup dengan alam sekitar. Pernyataan ini dikemukakan oleh pakar biologi Jerman dan salah seorang pengikut Darwin tahun 1866 Ernst Haeckel dari perkataan Greek (oikos berarti “rumah” dan logos berarti “sains”). Kini, istilah ekologi ini telah digunakan secara meluas dan merujuk kepada kajian hubungan antara organisma dengan sekitarnya dan juga hubungan di antara kumpulan organisma itu sendiri. Ekologi menurut Soemarwoto (1997:146) dapat berfungsi sebagai pendekatan untuk mengkaji dan menganalisis suatu masalah yang berhubungan dengan lingkungan hidup.
Prinsip-prinsip ekologi menurut Salim (2009) yang perlu diperhatikan antara lain:
1. Jejaring kehidupan eco-sistem, web of life eco-sistem
2. Yang mempertautkan komponen alam biota dan abiota dalam hubungan interdependensi, saling kait mengait satu dengan lain
3. Jejaring kehidupan alami akan tumbuh kuat jika memiliki komponen alam diversitas beraneka-ragam. Semakin beragam komponen alami, semakin stabil jejaring kehidupan lingkungan alam
4. Setiap komponen alam lingkungan mempunyai fungsi dan kegunaan, utility, tertentu. Tidak ada komponen alam yang sia-sia, hanya manusia belum memahami kegunaannya
5. Dalam jejaring kehidupan eko-sistem peri-kehidupan alami berlanjut, sustainable, jika berada dalam siklus kehidupan yang berputar tak henti-hentinya
6. Komponen sumber daya alam yang terbarukan punya ambang batas yang tidak boleh dilewati untuk tidak menghentikan kemampuan reproduksi pembaharuan sumber daya alam
7. Sumber daya alam tidak terbarukan punya masa kegunaan yang terbatas waktu sehingga memerlukan substitusi untuk menjamin keberlanjutan pembangunannya
8. Lingkungan alam punya ambang batas dalam menampung dan menyerap limbah dan pencemaran
9. Manusia tidak bisa “mencipta” sumber daya alam, tetapi manusia hanya bisa “mentransformasi” sumber daya alam ke bentuk lain. Ketika mentransformasikan sumber daya alam, akan dilepaskan produk sampingan berupa limbah padat, cair atau gas ke lingkungan alam.
Sedangkan ekologi manusia menurut Soemarwoto (1997:20) adalah ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara manusia dengan lingkungan hidupnya. Ekologi manusia disatu pihak dapat dilihat sebagai bagian dari autekologi, yaitu ekologi dari spesies tunggal (homo sapiens). Saat manusia dilihat sebagai makhluk sosial maka ekologi manusia dapat menggunakan sinekologi sehingga ekologi manusia bersifat sebagai sosial
Secara analitik Rambo (dalam Soerjani, 1985:3) membedakan lingkup ekologi manusia dalam dua sistem yaitu sistem alam dan sistem sosial. Kedua sistem tersebut saling berhubungan secara timbal balik terus menerus dan teratur melalui aliran energi, materi dan informasi. Proses tersebut mendorong terjadinya seleksi dan adaptasi. Menurut Rambo, factor sistem biofisik atau ekosistem adalah berupa iklim, udara, air, tanah, tanaman, binatang. Di alam nyata terjadi daur (siklus) materi dan energi hanya satu arah yaitu dari alam.
Manusia dalam kaitannya dengan cara pandang terhadap lingkungan terbagi dua golongan yaitu pandangan imanen dan transenden. Menurut pandangan imanen (holistik) manusia dapat memisahkan dirinya dengan sistem biofisik sekitarnya (hewan, tumbuhan, sungai dan gunung) namun merasa adanya hubungan fungsional dengan factor biofisik itu sehingga membentuk satu kesatuan sosio biofisik. Imanen hidup dan berkembang dimasyarakat timur yang masih tradisional. Imanen tunduk dan patuh pada perangkat peraturan kosmos yang sakral dijaga dalam bentuk adat istiadat berupa kebiasaan, kewajiban, pantangan atau tabu sebagai panduan untuk bertingkat laku dengan baik dan benar atau disebut juga dengan kearifan masyarakat lokal.
Pandangan transenden menganggap manusia merasa terpisah dari lingkungannya. Lingkungan dianggap sebagai sumber daya yang diciptakan untuk dieksploitasi sebesar-besarnya bagi kemakmuran manusia. Pandangan tersebut didukung oleh pernyataan Francis Fukuyama dalam bukunya The Great Disruption bahwa akar kerusakan di bumi ini bersumber dari empat yaitu kemiskinan yang meningkat, kekayaan yang menyebabkan erosi kultural yang meluas termasuk kemerosotan religius, meningkatnya egoisme atau kepuasan individualistis diatas kewajiban komunal (Soemarwoto dalam Siahaan, 2004:41-52)
Hubungan manusia dengan alam berlangsung secara bertahap dengan peradaban manusia di muka bumi ini. Proses perubahan terjadi karena manusia adalah makhluk dinamis yang berpikir, bekerja, dan selalu berusaha memperbaiki nasib dan mempertahankan hidupnya. Timbulnya perubahan hubungan interaksi manusia dan lingkungan sekitar disebabkan oleh factor internal seperti pertambahan penduduk dan eksternal seperti perkembangan ekonomi pasar, pembangunan, kebijakan pemerintah.
Menurut Davis dan Morris (1979), perkembangan peradaban manusia terbagi atas lima tahapan atau zaman yang menunjukkan pandangan secara filosofis mengenai hubungan manusia dengan alam, yaitu:
1. Kosmosentris, zaman sampai tahun 4000 SM ditandai oleh pandangan manusia yang terfokus ke alam. Manusia hidup berkelana dan berburu untuk mendapatkan makanannya
2. Teosentris, zaman yang dimulai tahun 4000 SM sampai awal abad ke-16, ditandai dengan pandangan manusia yang memuja kepada Tuhan (Teo berasal dari bahasa Yunani theos yang berarti Tuhan) pada zaman itu manusia sudah mulai mengenal pertanian. Pada zaman ini pula lahir kota-kota pertama di dunia
3. Antroposentris, yaitu zaman yang dimula akhir abad ke-17 M ,ditandai dengan pemujaan manusia kepada manusia itu sendiri (Yunani: anthropos yang berarti manusia). Zaman ini ditandai oleh pencerahan revolusi ilmiah. Tahapan antroposentris mencapai puncaknya pada abad ke-18 dan 19 yang ditandai dengan lahirnya revolusi industri. Menjelang abad ke-20 pandangan ini mulai menunjukkan pergeserannya kearah pandangan lain yaitu eko-sentris
4. Ekosentris yaitu pandangan yang menganggap bumi atau alam sebagai pusat dari kehidupan (eko berasal dari bahasa Yunani oikos yang berarti rumah atau tempat tinggal). Manusia adalah bagian dari alam sehingga alam harus menjadi pusat segala kegiatan manusia. Pandangan ini dimulai pada akhir abad 20 dan awal abad ke-21
5. Logosentris yang diawali abad ke-21 atau abad globalisasi. Zaman ini ditandai dengan pengembangan bidang telekomunikasi dan informasi yang menuntut manusia untuk berfikir secara teliti, tertib dan benar (Logos dalam bahasa Yunani berarti kalam, ucapan, pengertian)
Pandangan manusia yang tidak lagi menganggap dirinya sebagai pusat kehidupan sehingga menimbulkan berbagai kerusakan lingkungan melahirkan pandangan ekosentris yaitu manusia sebagai bagian dari kehidupan dan alam adalah pusat kehidupan sebenarnya. Namun pandangan ekosentris belum cukup kuat menghadapi gelombang informasi dan komunikasi pada abad ke-21. Perlu pemikiran lebih detail, sistematik, dan akurat untuk menjawab perkembangan interaksi manusia dan lingkungan.
Mol mengatakan bahwa perbaikan yang perlu dilakukan untuk menghadapi masa depan bukan hanya perbaikan fisik semata atau bukan hanya inovasi teknologi belaka akan tetapi lebih umum yaitu pada inovasi manajerial dan institusional. Mol kemudian mengklasifikasikan transformasi-transformasi ini dalam beberapa kelompok (Mol & Sonnenfeld, 2000:6) namun yang relevan dengan bahasan penelitian ini yaitu: perubahan peran dari ilmu pengetahuan dan teknologi. Ilmu pengetahuan dan teknologi tidak hanya dilihat dari peranan mereka sebagai pembuat masalah lingkungan, tetapi juga dinilai dari peranan aktual dan potensialnya untuk memelihara dan mencegah masalah lingkungan. Pilihan perbaikan dan penyelesaian tradisonal digantikan oleh pendekatan sosio-teknologis yang preventif yang melibatkan pertimbangan-pertimbangan lingkungan sejak awal tahap perencanaan teknologi dan inovasi organisasional. Ilmu pengetahuan dan teknologi tidak dimarginalkan meskipun terdapat ketidakpastian terhadap definisi dan sebab-sebab serta solusi untuk masalah-masalah lingkungan.
Dalam konteks perubahan ilmu pengetahuan, untuk penyelesaian masalah lingkungan harus dimulai dari preventif. Usaha preventif yang bersifat akademis yang dapat dilakukan salah satu caranya dengan memadukan berbagai macam ilmu untuk menjawab berbagai persoalan interaksi antara manusia dan lingkungan seperti psikologi lingkungan, kesehatan lingkungan, komunikasi lingkungan, green management, green marketing, dan sebagainya. Dengan memadukan berbagai macam pengetahuan, ilmu lingkungan dapat mewarnai berbagai aktifitas keilmuan dan selanjutnya kehidupan masyarakat.