Dalam pengelolaan lingkungan dibutuhkan ekologi manusia (Soemarwoto, 1997:20) yang mempelajari hubungan timbal balik antara manusia dengan lingkungan hidupnya. Ekologi manusia disatu pihak dapat dilihat sebagai bagian dari autekologi, yaitu ekologi dari spesies tunggal (homo sapiens). Saat manusia dilihat sebgai makhluk sosial maka ekologi manusia dapat menggunakan sinekologi sehingga ekologi manusia bersifat sebagai social.
Ekologi manusia adalah studi yang mengkaji interaksi manusia dengan lingkungan. Sebagai bagian dari ekosistem, manusia merupakan makhluk hidup yang ekologik dominan. Hal ini karena manusia dapat berkompetensi secara lebih baik untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (Hadi, 2000).
Secara analitik (Rambo dalam Soerjani, 1985:3) membedakan lingkup ekologi manusia dalam dua system yaitu system alam dan system sosial. Kedua system tersebut saling berhubungan timbal balik terus menerus dan teratur melalui aliran energy, materi dan informasi sehingga terjadi proses seleksi dan adaptasi. Lingkungan manusia didefiniskan sebagai segala sesuatu yang berada di sekitar manusia yang berpengaruh pada kehidupan manusia itu sendiri (lihat Gambar 1). Menurut Rambo (1983), factor system biofisik atau ekosistem adalah berupa iklim, udara, air, tanah, tanaman, binatang. Di alam nyata terjadi daur (siklus) materi dan energy hanya satu arah yaitu dari alam, terjadi arus energy sedangkan materi terdapat pada arus informasi. Timbulnya perubahan hubungan interaksi manusia dan lingkungan sekitar disebabkan oleh factor internal (pertambahan penduduk) dan eksternal (perkembangan ekonomi pasar, pembangunan, kebijakan pemerintah).
Ekologi manusia dipelopori oleh para ilmu sosial (Auguste Comte tahun 1800 tentang rekonstruksi sosial). Kajian sosial akan penyebaran manusia dalam tata wilayah dipelajari dalam konteks ekologi manusia. Ekologi manusia menekankan penyebaran manusia dan variable sosialnya dalam tata ruang, sehingga kajiannya berkaitan dengan geografi. Saat ini semua kajian berkaitan dengan ekologi manusia, yaitu biologi, antropologi, ekonomi, teknologi, psikologi, hokum, pertanian, pendidikan, kesehatan masyarakat, filsafat, agama dan lain-lain.
Gambar 1. Hubungan Antara Sistem Sosial dengan Ekosistem
Karena studi ekologi terkait dengan masalah perilaku manusia dengan lingkungan sosialnya, maka teori perilaku mempengaruhi perkembangan studi ekologi manusia. Menurut Chaplin dalam Wawolumaya (2001), perilaku (tingkah laku/behavior) merupakan suatu cara atau perbuatan yang layak bagi manusia. Menurut Sarwono (1992) bahwa perilaku pada hakikatnya merupakan tanggapan atau repons terhadap ransangan (stimulus), karena itu rangsangan mempengaruhi tingkah laku. Intervensi organisme terhadap stimulus respon dapat berupa kognisi sosial, persepsi, nilai atau konsep.
Perilaku adalah salah satu hasil dari peristiwa atau proses belajar. Proses tersebut adalah proses alami. Sebab timbulnya perilaku harus dicari pada lingkungan eksternal manusia dan bukan dari dalam diri manusia itu sendiri. Sarwono (1991:3) mengatakan bahwa perilaku merupakan perbuatan manusia, baik terbuka (open behavior) maupun yang tidak terbuka (covert behavior). Perilaku terbuka adalah perilaku yang langsung dapat ditangkap oleh indra misalnya menyapu merokok, mengemudi dan lain-lain. Perilaku yang tidak terbuka adalah tingkah laku yang tidak dapat ditangkap langsung oleh indra, misalnya motivasi, sikap, minat dan emosi. Perilaku menyangkut hubungan antara tanggapan (respons) dengan ransangan (stimulus). Untuk meningkatkan tanggapan atau balasan dari rangsangan dapat dilakukan dengan memberikan suatu efek yang menyenangkan bagi subjek yang memberikan tanggapan tersebut, sehingga apa yang dilakukan akan diulang lagi.
Bell Gredler dalam Alhadza (2003:5) menjelaskan bahwa seseorang akan melakukan tingkah laku baru dengan model yang menarik perhatian untuk ditiru, sedangkan menurut Koswara (1989:3) tingkah laku adalah hasil kekuatan yang ada dalam diri individu dan kekuatan yang berasal dari lingkungan psikologis.
Pengertian lingkungan psikologi adalah seluruh fakta psikologis yang diketahui atau disadari oleh individu. Fakta psikologis tersebut membentuk keseluruhan dari pengetahuan individu dan merupakan kekuatan yang mempengaruhi tingkah laku. Pembentukan perilaku manusia terhadap lingkungan berhubungan dengan sikap dan nilai yang bersumber dari pengetahuan, perasaan, dan kecenderungan bertindak. Dari itu tindakan manusia terhadap lingkungan dilakukan berdasarkan keputusan yang berasal dari informasi lingkungan dan dari latar belakang pengalaman serta sikap terhadap lingkungan. Pengelolaan sumberdaya alam pada hakikatnya adalah pertimbangan-pertimbangan positif yang dilakukan dalam rangka terbinanya keserasian antara penduduk dan lingkungan (prawiroatmojo et al, 1988:11)
Dari uraian di atas (Bell, 1978 dan Koswara, 1989) dapat disarikan bahwa ada beberapa tahapan bagaimana seseorang akan semakin baik berperilaku. Pertama tahap pengenalan. Pada tahap ini individu menerima informasi yang berkaitan dengan gagasan baru. Kedua, tahap pendekatan. Pada tahap ini dapat dipergunakan oleh pemberi gagasan untuk meningkatkan motivasi agar bersedia menerima gagasan yang dimaksud. Ketiga, pengambilan keputusan, dimana individu memerlukan dukungan dari lingkungan atas keputusan yang diambilnya. Bila lingkungan memberikan dukungan, maka gagasan baru yang telah diadopsi tersebut tetap dipertahankan. Sebaliknya bila tidak terdapat dukungan dari lingkungan, maka biasanya gagasan yang diadopsi tersebut tidak jadi dipertahankan dan individu yang bersangkutan akan kembali lagi keperilaku semula.
Jadi perilaku adalah aktifitas manusia yang berupa penalaran, penghayatan dan pengalaman dalam merespon lingkungannya. Dengan demikian jika gagasan baru yang diperkenalkan kepada individu atau kelompok masyarakat bersifat menguntungkan, cocok dengan nilai dan norma yang ada, mudah untuk dipelajari maupun dipergunakan, serta mudah dikomunikasikan maka dapat diprediksi bahwa gagasan tersebut akan diterima.
Untuk mencari jalan pemecahan teoritis terhadap permasalahan perilaku masyarakat yang diajukan dalam penelitian ini didekati dengan teori lapangan (field theory) dari Kurt Lewin. Teori lapangan menitikberatkan bahwa perilaku manusia adalah interaksi antara individu dengan lingkungannya (Ma’ruf, 1991 dan affeltranger, 2001) adapun konsep dasar teori tingkah laku tersebut adalah sebagai berikut
B = f (P,E)
Keterangan
B = tingkah laku (behavior)
F = fungsi
P = individu (person) dan E = lingkungan (environmental)
Manusia adalah bagian dari alam, tetapi dalam konsep lingkungan binaan manusia dengan kemampuannya dapat menguasai dan mengubah alam dan menciptakan sarana dan prasarana yang mendukung kehidupan manusia itu sendiri. Dalam konsep lingkungan hidup sosial, manusia berada dalam hubungan dengan manusia lain sebagai sesama anggota masyarakat.
Hubungan manusia dengan alam sangat erat, kualitas lingkungan akan ditentukan oleh perilaku manusia dan sebaliknya perilaku manusia juga akan dipengaruhi oleh lingkungannya (Darsono, 1995)
Perkembangan manusia menurut Kline (1997) dalam Bianpoen (2002) memerlukan 6 faktor yaitu:
1. Lingkungan yang serasi
2. Jaringan sosial dalam masyarakat
3. Kecukupan ekonomis
4. Lingkungan buatan (human settlement) yang aman
5. Keadilan sosial
6. Keberlanjutan ekologis
Gambar 2. Faktor Penentu Perkembangan Manusia
Pengembangan kualitas hidup manusia meliputi kualitas fisik dan non-fisik. Dahlan & effendi (1992) dalam KMNLH (1997), membagi pengembangan kualitas hidup manusia non-fisik menjadi 6 aspek yaitu:
1. Kualitas kepribadian (kecerdasan, kemandirian, kreatifitas, ketahanan mental)
2. Kualitas masyarakat (kesetiakawanan sosial dan keterbukaan)
3. Kualitas berbangsa (kesadaran berbangsa)
4. Kualitas spiritual (religious dan moralitas)
5. Wawasan lingkungan
6. Kualitas kekaryaan (perwujudan aspirasn dan pengembangan potensi diri)
Melalui lingkungan sosial, manusia melakukan interaksi dalam bentuk pengelolaan keutuhan hubungan masyarakat dengan alam dan binaanya melalui pengembangan perangkat nilai, norma, ideology dan perangkat sosial serta budaya lainnya. Dari kegiatan tersebut masyarakat dapat menentukan arah pembangunan lingkungan yang selaras dan sesuai dengan daya dukung lingkungan alam dan lingkungan binaan.