Bank Dunia mendefinisikan Tanggungjawab Sosial sebagai Komitmen bisnis yang memberikan kontribusi bagi pembangunan ekonomi berkelanjutan, melalui kerja sama dengan para karyawan dan perwakilan mereka, baik masyarakat setempat maupun umum, untuk meningkatkan kualitas hidup dengan cara-cara yang bermanfaat baik bagi bisnis itu sendiri maupun pembangunan.
Komponen CSR berdasarkan standar Bank Dunia meliputi (1) perlindungan lingkungan (2) jaminan kerja (3) Hak Asasi Manusia (4) interaksi dan keterlibatan perusahaan dengan masyarakat (5) standar usaha (6) pasar (7) pengembangan ekonomi dan badan usaha (8) perlindungan kesehatan (9) kepemimpinan dan pendidikan (10) bantuan bencana kemanusiaan. Bagi perusahaan yang berupaya untuk membangun citra positif perusahaannya, maka kesepuluh komponen tersebut harus diupayakan pemenuhannya.
Departemen Sosial RI, memberikan batasan pengertian CSR sebagai komitmen dan kemampuan dunia usaha untuk memberikan kepedulian, melaksanakan kewajiban sosial, membangun kebersamaan, melakukan program/kegiatan kesejahteraan sosial, pembangunan sosial kesejahteraan masyarakat sebagai wujud kesetiakawanan sosial dan menjaga keseimbangan ekosistim di sekililingnya.
Menurut Dougherty (2003), tanggung jawab sosial merupakan perkembangan proses untuk mengevaluasi stakeholders dan tuntutan lingkungan serta implementasi program-program untuk menangani isu-isu sosial. Tanggung jawab sosial berkaitan dengan kode-kode etik, sumbangan perusahaan program-program community relations dan tindakan mematuhi hukum.
Menurut Goyder, CSR adalah ekspresi dari tujuan perusahaan dan nilai-nilai dalam seluruh hubungan yang telah dibangun oleh seluruh perusahaan. Nilai-nilai yang ada diartikan berbeda dengan norma yang ada dalam perusahaan. Wujud abstrak dari nilai perusahaan dijadikan acuan dalam memahami dan menginterpretasikan lingkungan sosial perusahaan. Sedangkan wujud kongkrit dari hasil interpretasi tersebut dalam bentuk tindakan-tindakan dan aktivitas perusahaan dalam kenyataan objektif yang berhubungan dengan masing-masing stakeholder.
Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas Definisi CSR Pasal 1 angka 3 adalah Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan adalah komitmen Perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi Perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya
Tanggung jawab sosial perusahaan merupakan konsep tentang nilai dan standar yang dilakukan yang berkaitan dengan operasional perusahaan. Dalam pelaksanaannya menimbulkan suatu pertanyaan, yaitu bagaimana perusahaan besar berusaha untuk memenuhi kebutuhan modal dari para pemegang saham sementara dipihak lain dalam waktu yang bersamaan perusahaan tersebut harus meningkatkan kontribusinya kepada masyarakat secara umum. Menurut World Business Council For Sustainable Development (WBCSD) in fox. et.al (2002) mengungkapkan definisi Corporate Social Resposibility atau tanggung jawab sosial perusahaan adalah komitmen bisnis untuk berkontribusi dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan, bekerja dengan karyawan perusahaan, kekeluarga karyawan tersebut, berikut komunitas-komunitas setempat (lokal) dan masyarakat secara keseluruhan, dalam rangka meningkatkan kualitas kehidupan. peningkatan kualitas kehidupan memiliki arti adanya kemampuan manusia sebagai individu anggota masyarakat untuk dapat menanggapi keadaan sosial yang ada dan dapat menikmati serta memanfaatkan lingkungan hidup termasuk perubahan-perubahan yang ada sekaligus memeliharanya. CSR merupakan proses penting dalam pengaturan biaya yang dikeluarkan dan keuntungan kegiatan bisnis dari stakeholders baik secara internal maupun eksternal.
Terobosan besar dalam kontek CSR ini dilakukan oleh John Elkington melalui konsep “3P” (Profit, people, and planet) yang dituangkan dalam bukunya “Cannibals with Forks, the Triple Bottom Line of Twentieth Century Business” yang dirilis pada tahun 1997. la berpendapat bahwa jika perusahaan ingin sustain, maka ia perlu memperhatikan 3P, yakni bukan cuma profit yang diburu. Namun, juga harus memberikan kontribusi positif kepada masyarakat (people), dan ikut aktif dalam menjaga lingkungan (planet).
Ketiga komponen tidaklah stabil, melainkan dinamis tergantung kondisi dan tekanan sosial, politik, ekonomi dan lingkungan, serta kemungkinan konflik kepentingan. 3P digunakan sebagai kerangka atau formula untuk mengukur dan melaporkan kinerja mencakup parameter-parameter ekonomi, sosial dan lingkungan dengan memperhatikan kebutuhan stakeholders serta shareholders guna meminimalkan kerusakan pada manusia dan lingkungan dari aktivitas (Wibisono, 2007)
Sumber: Elkington
Gambar 2 Diagram the triple bottom line in 21st century busines
Kotler dan Lee (2005) dalam Solihin (2009) merumuskan CSR sebagai kegiatan yang merupakan komitmen perusahaan secara sukarela untuk turut meningkatkan kesejahteraan komunitas dan bukan merupakan aktivitas bisnis yang diwajibkan oleh hukum dan perundang-undangan semata, seperti kewajiban untuk membayar pajak atau kepatuhan perusahaan terhadap undang-undang ketenagakerjaan. Konsep CSR ini ada sebagai upaya mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan yang diharapkan ialah pembangunan pemenuhan kebutuhan manusia saat ini tanpa mengorbankan kemampuan generasi mendatang dalam memenuhi kebutuhannya.
Sementara Schermerhorn (1993) secara singkat mendefinisikan CSR sebagai kewajiban dari suatu perusahaan untuk bertindak dalam cara-cara yang sesuai dengan kepentingan perusahaan tersebut dan kepentingan masyarakat secara luas The International Organization of Employers (IOE) mendefinisikan CSR sebagai “initiatives by companies voluntarily integrating social and environmental concerns in their business operations and in their interaction with their stakeholders”. Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa pertama, CSR merupakan tindakan perusahaan yang bersifat sukarela dan melampaui kewajiban hukum terhadap peraturan perundang-undangan Negara. Kedua, definisi tersebut memandang CSR sebagai aspek inti dari aktifitas bisnis di suatu perusahaan dan melihatnya sebagai suatu alat untuk terlibat dengan para pemangku kepentingan.
Definisi menurut The World Business Council for Sustainable Development yaitu bahwa CSR merupakan suatu komitmen terus-menerus dari pelaku bisnis untuk berlaku etis dan untuk memberikan kontribusi bagi perkembangan ekonomi sambil meningkatkan kualitas hidup parapekerja dan keluarganya, juga bagi komunitas lokal dan masyarakat pada umumnya
Pada dasarnya CSR merupakan suatu bentuk tanggung jawab sosial yang berkembang sebagai wujud dari sebuah good corporate governence. Pada sisi ini, CSR dilihat sebagai aplikasi dari keberadaan korporat sebagai salah satu elemen sosial yang merupakan bagian dari etika bisnis. Dalam hal ini, pelaksanaan CSR mengacu pada konsep yang lebih luas dan global. Corporate social Responsibility/Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (TJSP) merupakan suatu komitmen perusahaan untuk membangun kualitas kehidupan yang lebih baik bersama dengan para pihak yang terkait, utamanya masyarakat disekelilingnya dan lingkungan sosial dimana perusahaan tersebut berada, yang dilakukan terpadu dengan kegiatan usahanya secara berkelanjutan (Budimanta, 2002).
Porter dan Kremer berpendapat bahwa CSR dapat lebih dari sekedar biaya, hambatan atau pembuatan amal, CSR dapat menjadi sumber peluang, inovasi dan keunggulan kompetitif. Lebih lanjut, porter dan kremer mengungkapkan bahwa, ketika dilihat secara strategik, CSR dapat menjadi sumber kemajuan sosial yang sangat hebat, seperti layaknya bisnis yang mengaplikasikan sumber daya-sumber daya, ahli dan pengetahuan yang pantas dipertimbangkan pada aktifitas-aktivitas yang bermanfaat bagi masyarakat. Oleh karena itu, saat ini seharusnya perusahaan menginvestasikan program CSR yang berkelanjutan sebagai bagian dari strategi bisnis serta mengeksploitasinya dengan benar agar menjadi lebih unggul.