Lingkungan
Trending

Catatan Akhir Tahun Masalah Lingkungan Jakarta: Polusi udara, sampah, banjir dan reklamasi

Pelantikan Gubenur dan Wakil Gubernur Jakarta ; Anies-Sandi memberikan harapan baru akan kondisi lingkungan Jakarta. Dengan mengangkat tagline, Maju kotanya dan bahagia warganya, berarti Anies-Sandi berupaya mewujudkan pembangunan kota Jakarta yang modern dan memberikan kebahagiaan bagi warganya. Salah satu indicator kebahagiaan warga adalah lingkungan Jakarta yang hijau, asri dan nyaman.

Menurut Koestoer (1995), Kota adalah suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang memiliki ciri sosial seperti jumlah penduduk tinggi, strata sosial ekonomi yang heterogen dengan corak materialistis. Berbagai ragam kegiatan ekonomi dan budaya terdapat di dalam kota. Adakalanya kota didirikan sebagai tempat kedudukan resmi pusat pemerintahan setempat. Pada kenyataannya kota merupakan tempat kegiatan sosial dari banyak dimensi. Kota Jakarta sebagai ibukota Negara memiliki strata social ekonomi yang heterogen mulai dari pemulung sampai konglomerat, dari yang tidak sekolah sampai guru besar, dari berbagai suku bangsa bahkan berbagai Negara tinggal di Jakarta.

Di samping itu, pertumbuhan dan perkembangan penduduk Jakarta juga tinggi. Populasi dari Jakarta meningkat 100 kali lipat pada abad ke-20, dari sekitar 100 ribu jiwa pada tahun 1900 menjadi 10,3 juta jiwa pada tahun 2016. Jumlah penduduk di Jakarta Metropolitan Area yang terdiri dari Jakarta dan sekitarnya Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi-disingkat Bodetabek- mencapai lebih dari 25 juta. Populasi tersebut menempatkan Jakarta sebagai kota Megapolis. Total penduduk Jabodetabek sekitar 10 persen dari total penduduk Indonesia dan hanya mendiami sekitar 0,3 persen dari total wilayah Indonesia.

Tidak hanya di Jakarta, di berbagai belahan dunia lain kota-kota besar dunia mengalami pemekaran menjadi kota megapolis seperti: Tokyo Raya terdiri dari sebagian besar Chiba, Kanagawa, Saitama dan Tokyo dengan perkiraan jumlah penduduk 37 juta jiwa; Kota Meksiko terdiri dari Nezahualcoyotl, Ecatepec, Naucalpan, Meksiko penduduk sekitar 25 juta jiwa; Sao Paulo di Brazil terdiri dari kota Guarulhos, Santo Andre, Osasco penduduk sekitar 24 juta jiwa.
Perkembangan kota yang semakin kompleks tentunya memberikan berbagai dampak pada daya dukung dan daya tampung Jakarta. Lingkungan Jakarta sudah berada pada posisi yang tidak seimbang (disequilibrium). Kondisi sumberdaya alam sudah terkuras dan nyaris habis. Unsur-unsur seperti air bersih, udara bersih, ruang terbuka hijau jumlahnya semakin terbatas. Sebagian besar air dan udara telah terkena polusi. Bahkan di kawasan-kawasan tertentu udaranya tergolong paling tercemar di dunia.

Fakta actualnya, Jakarta sekarang dihadapi oleh berbagai permasalahan lingkungan yang akut meliputi polusi udara, pencemaran air, sampah, banjir dan reklamasi. Berikut uraian permasalahan Jakarta.

Hasil riset Greenpeace pada 21 lokasi menyimpulkan udara Jakarta dan sekitar tercemar polusi yang membahayakan kesehatan dan meningkatkan risiko kematian dini. Tingkat polusi udara Jakarta sudah berada pada level 45 μg/m3, atau 4,5 kali dari ambang batas yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Dari 6 bulan, kondisi udara sehat Jakarta hanya 14 hari. Polusi udara di Jakarta, 70% disebabkan oleh asap kendaraan bermotor. Apalagi pembangunan infrastruktur di Jakarta yang dilakukan serentak diberbagai titik memperparah kemacetan. Asap kendaraan bermotor mengandung timbale (Pb), Hidrokarbon (HC), CO (karbon monoksida), dan CO2 (karbon dioksida salah satu emisi gas penyumbang pemanasan global). Dimana semua senyawa tersebut menyebabkan penurunan kesehatan terutama ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut).

Penelitian Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) mengungkapkan fakta yang memprihatinkan. Mutu aliran sungai di 45 titik pantau di 13 DAS Ciliwung pada 2010: kondisi baik 0%, tercemar ringan 9%, tercemar sedang 9% dan tercemar berat 82 persen. Hal ini dikarenakan 2,5% timbulan sampah Jakarta (600 m3/hari) mengalir di Sungai Ciliwung. Jakarta tercemar bakteri E-Coli, baik tercemar berat maupun sedang. Tidak hanya itu, air tanah dangkal di Jakarta tercemar 80 hingga 90 persen oleh bakteri E-Coli.

Hasil penelitian Bappenas, menyatakan 80% penyebab pencemaran air sungai itu bukan dari industri, seperti limbah pabrik, melainkan karena pembuangan limbah domestik yang salah satunya adalah tinja. Menurut penelitian kapasitas tinja manusia dewasa rata-rata 0.2 kg/hari/jiwa. Cakupan layanan air limbah di DKI hanya sekitar 2,7%. Selebihnya, 97,3% belum memiliki sistem pengelolaan air dengan baik, masuk ke dalam tangki septik, atau langsung dibuang ke sungai dan perairan terbuka. Sehingga para ahli lingkungan menyebut Jakarta sebagai kota “sejuta septic tank”, dan sungai-sungai di Jakarta adalah “jamban terpanjang di dunia.”

Kondisi ini diperparah dengan kondisi sejumlah septic tank rumah tangga yang tidak dibangun dengan benar, sehingga sebagian tinja meresap ke tanah dan tercampur dengan air tanah. Sementara, jarak septic tank dengan air tanah yang disedot untuk kebutuhan harian sangat dekat. Karena minimnya fasilitas sanitasi, kasus penyakit menular mulai bermunculan. Mulai dari diare, demam berdarah hingga polio.

Produksi sampah Jakarta mencapai 6000 ton (setara 29.966 m3) per hari dengan kondisi sampah yang belum terpilah. Jumlah itu cukup unuk untuk membangun setengah Candi Borobudur (artinya, dua hari sampah Jakarta bisa dipakai untuk membuat bangunan sebesar Candi Borobudur). Sampah di DKI Jakarta diangkut oleh 757 truk sampah untuk dibawa ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah. Sisa sampah ± 2041 M³ yang tak terangkut menjadi masalah yang masih menunggu untuk segera diatasi. Sekitar 11 Kelurahan (4,12 persen) masih dibuang ke lubang kemudian di bakar. Komposisi sampah di Jakarta adalah sampah rumah tangga (58 %); sampah komersial/aktivitas perkantoran (15 %), sampah pasar (10 %), sampah industri (15 %), fasilitas lainnya seperti taman, sungai dan jalan (2%).

Penanganan sampah masih mengandalkan pola Sanitary Land Fill di Bantargebang yang rawan menimbulkan masalah dan biaya tapping fee yang cukup mahal. Hanya ada satu Pusat Daur Ulang Kompos (PDUK) milik swasta sebagai pendukung. Bisa dibayangkan 10 tahun kedepan dimana peningkatan konsumsi masyarakat semakin tinggi, dan jumlah penduduk semakin banyak. Apakah Jakarta masih sanggup menangani masalah sampah yang semakin menggunung.

Masalah banjir adalah masalah klasik yang sejak zaman kerajaan, kemudian ke zaman VOC dan sampai sekarang belum diselesaikan dengan baik. Tercatat banjir besar melanda ibukota, pada tahun 1996, 2002, Februari 2007, Januari 2013 dan terakhir Februari 2017. Hampir setiap Gubernur direpotkan oleh permasalahan banjir. Masalah banjir juga masalah kompleks yang disebabkan semakin berkurangnya Ruang Terbuka Hijau di Jakarta (RTH), hanya 9,98% dari total 30% sesuai amanat UU no 26 tahun 2007 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah.

Selain itu, permukiman dan bangunan yang berada di garis sempadan sungai menghalangi run off air hujan menuju sungai, akibatnya terjadi genangan air dimana-mana. Zaman Ahok menjadi gubernur, banyak permukiman sekitar bantaran sungai yang digusur misalnya kawasan kalijodo, namun sayang, Season City yang juga berada dibantaran sungai tidak digusur. Atau misalnya kampung Pulo digusur namun Pantai Indah Kapuk yang jelas-jelas lokasinya menghalangi run off air hujan ke teluk Jakarta dibiarkan saja.

<img class=”alignnone size-medium wp-image-3481″ src=”http://bangazul.com/wp-content/uploads/2017/11/permukiman-kumuh-jkt-300×213.jpg” alt=”” width=”300″ height=”213″ /> <img class=”alignnone size-medium wp-image-3482″ src=”http://bangazul.com/wp-content/uploads/2017/11/IMG_1114-300×200.jpg” alt=”” width=”300″ height=”200″ />
Gambar Permukiman di sekitar sungai dan kawasan Pantai Indah Kapuk

Masalah banjir juga disebabkan sungai sebagai penampung air hujan semakin dangkal dan sempit. Pembangunan dikawasan hulu menyebabkan sedimentasi sungai sehingga semakin lama sungai semakin dangkal. Perlu dilakukan kembali kebijakan normalisasi sungai sehingga sungai dapat berfungsi normal untuk menampung air hujan.

Dan terakhir adalah masalah reklamasi. Di Jakarta harga tanah sangat tinggi, sedangkan kebutuhan akan perumahan juga semakin tinggi. Hal tersebut, menyebabkan pengembang mencari alternative lain untuk memenuhi kebutuhan tempat tinggal masyaarakat. Dengan sederet argument, pengembang dengan dukungan pemerintah pusat memaksakan agar reklamasi terus berjalan.

Namun, Anies-Sandi harus memenuhi amanah yang dijanjikan dalam kampanye untuk menolak reklamasi. Penolakan reklamasi atas dasar beberapa factor seperti sedikitnya ada 16.855 nelayan berikut keluarganya bakal terusir bila reklamasi dilanjutkan, sementara sampai saat ini, belum ada perencanaan tentang nasib mereka. Reklamasi akan merampas dan menghilangkan wilayah penangkapan ikan. Reklamasi akan mengganggu aktivitas 600 kapal dari total 5.600 kapal nelayan yang ada di DKI Jakarta.

Selain itu, reklamasi memicu masalah lingkungan baru. Setiap hektar pulau reklamasi akan membutuhkan pasir sebanyak 632.911 meter kubik. Jika dikalikan luas pulau reklamasi yang direncanakan 5.153 hektar, maka akan membutuhkan sekitar 3,3 juta ton meter kubik pasir. Pengambilan bahan urugan (pasir laut) dari daerah lain akan merusak ekosistem laut tempat pengambilan bahan tersebut.

Kontruksi pulau reklamasi akan membutuhkan air tawar yang besar. Pulau reklamasi tidak memiliki sungai alami dan air tanah. Tentunya air bersih berasal dari daratan Jakarta. Faktanya, PDAM Jakarta baru melayani 60% dari rumah tangga Jakarta. Kalau ada tambahan permintaan air bersih dari pulau reklamasi, apakah PDAM Jakarta sanggup melayaninya? Kalaupun dipaksakan sanggup, maka program pelayanan untuk masyarakat bawah tentu akan terabaikan kalah oleh kepentingan pemodal.

Dalam catatan beberapa pilkada Jakarta, tidak ada petahana yang dapat bertahan lebih dari 1 periode. Fakta politik tersebut membuktikan masyarakat Jakarta sangat dinamis, dan menginginkan kepala daerah yang dapat memenuhi aspirasi mereka. Apabila Anies-Sandi tidak dapat memenuhi janji kampanye nya memajukan Jakarta dan membuat warganya menjadi bahagia, bukan tidak mungkin siklus 1 periode akan terulang pada pasangan Anies-Sandi. Namun bagaimanapun kita perlu mendukung program-program Anies-Sandi agar dapat menyelesaikan masalah lingkungan Jakarta. Selamat bekerja bang Anies dan bang Sandi, semoga sukses selalu.

Show More

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Back to top button