Sepertinya tidak ada makhluk yang paling banyak mengeluh kecuali manusia. Tidak ada hujan mengeluh terjadi kemarau dan ada hujan juga mengeluh karena kebanjiran. Dan tidak ada makhluk yang paling banyak keinginannya kecuali manusia. Diberikan air segelas diminum, dua gelas disimpan dalam botol di kulkas, tiga gelas dalam ceret dan bergelas-gelas dijual dalam bentuk air mineral.
Oleh karena itu, manusia diingatkan oleh Tuhan agar selalu bersyukur atas apa yang diberikan. Kalau manusia tidak dapat bersyukur dan mengikuti seluruh keinginannya maka kalau keinginannya tidak terkabul ia akan cepat berputus asa dan kalau semua keinginannya terpenuhi ia akan meminta yang aneh-aneh seperti kisah Raja di Eropa yang seluruh keinginannya terpenuhi dan ingin melihat api besar. Untuk memuaskan keinginannya iamemerintahkan membakar kerajaannya.
Allah telah membimbing manusia agar melihat sesuatu dengan pandangan positif agar ia dapat mengambil hikmah dari semua peristiwa. Rasulullah menyatakan “sungguh nikmat berurusan dengan orang mukmin, jika ia diberi nikmat bersyukur dan diberi cobaan bersabar”.
Cara pandang positif layaknya seperti setengah air dalam gelas, orang yang berpikiran positif akan mengatakan gelas tersebut setengah penuh sedangkan orang negative akan mengatakan gelas tersebut setengah kosong. Orang yang mengatakan gelas tersebut setengah penuh akan berusaha agar gelas tersebut penuh sedangkan orang yang mengatakan gelas tersebut setengah kosong akan menjaga agar gelas tersebut tidak kosong.
Pandangan positif dapat melahirkan nilai-nilai kreatifitas baru sehingga manusia tidak pernah berputus asa sampai keinginan terwujud, misalkan saja bagaimana Thomas Alfa Edison mengadakan percobaan beribu-ribu kali sebelum menemukan lampu pijar atau bagaimana Kolonel Sanders-pendiri KFC tidak pernah berputus asa menawarkan resep ayam goreng keluarga ke restoran-restoran terkenal di AS. Karena itu tidak selayaknya kita berprasangka buruk pada Allah dengan menuding hujan sebagai penyebab banjir, Lumpur di Sidoarjo menyebabkan aktifitas perekonomian lumpuh, pemanasan global adalah kutukan bagi peradaban modern, dsbnya.
Bencana Lumpur di Sidoarjo Jawa Timur berlarut-larut terjadi karena cara pandang pengelola, masyarakat, dan pemerintah yang negative. Lumpur dianggap barang yang kotor dan merusak karena merendam permukiman warga, dan beberapa infrastruktur sekitarnya. Karena itu tidak ada tempat bagi Lumpur kecuali di buang ke sungai agar tidak mengganggu aktifitas ekonomi. Dalam penelitian yang dilakukan oleh LIPI lumpur Sidoarjo dapat dimanfaatkan menjadi batako, batu bata, dan genting. Tambahan lagi tidak ada bahan berbahaya yang terkandung didalamnya. Asalkan ada pembagian kerja yang proporsional antara Lapindo, pemerintah baik daerah maupun pusat dan masyarakat Lumpur dapat dijadikan salah satu bahan mentah mata pencaharian baru penduduk.
Seandainya stake holder dapat berperan dengan semestinya, maka semua pihak justru berdo’a agar lumpur tidak berhenti. Masyarakat diuntungkan dengan kehadiran lumpur karena keuntungan penjualan lumpur dapat mengganti pemasukan mereka dari bertani. Lapindo diuntungkan karena biaya yang dikeluarkan pengendalian lumpur lebih kecil dari semestinya, dan pemerintah juga diuntungkan karena bertambahnya pendapatan daerah serta bergesernya tingkat kehidupan masyarakat dari bertani menjadi industri.
Perdebatan apakah pemanasan global sebuah fenomena alam atau karena ulah manusia tidak akan berhenti. Namun hadirnya isu pemanasan global dapat mengingatkan pemborosan yang dilakukan manusia, ketimpangan konsumsi antara Negara maju dan berkembang dan berbagai PR lainnya yang belum diselesaikan atas nama kemanusiaan. Pemanasan global dapat dijadikan pemantik agar kita tidak tergantung pada energi bahan bakar fosil saja, dan melakukan diversifikasi energi berdasarkan kondisi daerah. Pemanasan global dapat dijadikan dalih agar hutan kita tetap lestari. Dan pemanasan global dapat memudahkan para ahli lingkungan mengingatkan konsumsi manusia yang tinggi dan tidak berkelanjutan.
Karena pemanasan global dan perubahan iklim sudah terjadi dan butuh waktu yang lama untuk mengembalikan ke keadaan semula, maka sudah selayaknya kita beradaptasi dengan fenomena tersebut. Jepang telah mendahului Negara-negara lain dengan membuat mobil hybrid yang dapat mengurangi pembuangan CO2 ke udara, AS sudah mulai melunak dengan menggeser komposisi bahan bakar fosil menuju bahan bakar nabati. KebijakanAS membawa dampak naiknya harga kedelai dan tepung terigu dunia. Bangsa Indonesia adalah Negara kepulauan yang paling rentan terhadap kenaikan permukaan laut akibat pemanasan global, karena itu selayaknya kita berpartisipasi aktif. Saatnya merencanakan mengurangi pemasukan Negara dari kayu, karena dapat mengurangi jumlah pohon, sebagai salah satu penyeimbang jumlah karbon di udara. Berpikir positif dapat memutar otak sehingga menghasilkan ilham mengenai potensi Negara ini. Letak Negara ini yang strategis dapat dijadikan nilai jual pariwisata, dan tempat transit kapal-kapal asing atau juga menjual potensi lain hutan sebagai obyek penelitian keanekaragaman hayati dunia.
Allah telah memberikan gambaran bahwa tidak ada yang sia-sia dalam penciptaannya, semuanya bermanfaat tergantung bagaimana sudut pandang dan pengelolaan kita. Kalaupun terjadi bencana alam seperti letusan gunung berapi, atau tsunami, maka ada hikmah yang besar terkandung di dalamnya yang sampai saat ini manusia hanya mampu menggali sepersekian persen saja manfaatnya.
Satu lagi fenomena alam yang sering dikutuk manusia khususnya warga Jakarta yaitu banjir. Curah hujan yang tinggi selalu dijadikan bumper oleh pemprov DKI Jakarta agar dapat cuci tangan pada masalah banjir. Hujan mempunyai banyak fungsi dan fenomena banjir dapat dipetik manfaatnya bagi kita.
Hujan sebagai bagian dari siklus hidrologi berfungsi sebagai penyulingan air alami sehingga air yang sudah tercemar sekalipun ketika masuk dalam siklus hidrologi akan menjadi jernih kembali. Bayangkan saja berapa biaya yang harus dikeluarkan kalau kita melakukan semua mekanisme penjernihan air yang digunakan, bisa-bisa seluruh anggaran digunakan hanya untuk menjernihkan air. Hujan juga dapat membawa partikel-partikel kecil di udara sehingga setelah hujan, udara terasa lebih segar. Dan tentu saja hujan dibutuhkan oleh berjuta-juta makhluk hidup lain sebagai bahan bagi metabolisme tubuh.
Masalah curah hujan yang tinggi seperti yang dituduhkan pemprov DKI Jakarta, bukan hanya terjadi sekarang tetapi sejak dahulu. Namun bedanya zaman penjajahan dulu, masalah adalah cambuk perubahan sehingga langsung segera diatasi. Kalau sekarang masalah dicari kambing hitam dan rakyat diminta beradaptasi dengan banjir. Buktinya pemprov DKI Jakarta hanya menyediakan tempat-tempat pengungsian, perahu karet dan regu penyelemat, sebuah solusi yang bersifat adaptif.
Dalam sejarahnya, keberadaan Jakarta mengingatkan penjajah Belanda terhadap ibukota Belanda yaitu kota Den Hag yang permukaannya rendah dibawah air laut. Karena permukaannya yang rendah, Den Hag dibangun dam yang lebarnya 25 m agar air laut tidak menggenangi kota. Jakarta juga kurang lebih demikian karena permukaannya yang rendah dan pernah terkena banjir, ketika penduduk Jakarta berjumlah 200.000 orang Belanda membangun kanal timur. Dan dalam master plan perencanaan Jakarta tempo dulu, pada perkiraan penduduk 400.000 orang akan dibangun kanal barat. Artinya daya dukung Jakarta dpersiapkan hanya 400 ribu orang, namun sampai saat ini Jakarta dihuni 12 juta orang di siang hari dan tambahan lagi berdiri gedung-gedung tinggi (berlantai lebih dari 8) di Jakarta yang jumlahnya sekitar 700. Aktifitas ekonomi, social dan politik yang terpusat menyebabkan beban Jakarta kian hari kian bertambah, penurunan permukaan tanah tidak lagi terelakkan. Seharusnya Jakarta mempersiapkan diri dengan transportasi air dan instrusi air laut.
Solusi banjir Jakarta tidak pernah keluar dari pakem yang sudah-sudah, membangun infrastruktur terus menerus di Jakarta. Jalan tol menuju Jakarta yang terendam banjir diatasi dengan meninggikan jalan tol, padahal itu tidak menyelesaikan persoalan dasar banjir. Berpikir positif tidak dijadikan pijakan dalam berpikir, banjir selalu dijadikan masalah bukan solusi. Daerah-daerah langganan banjir di ibukota pada umumnya adalah daerah rawa-rawa seperti kelapa gading, jal tol menuju bandara, daan mogot, dsbnya. Daerah tersebut adalah daerah parkir air yang memang tidak layak dijadikan daerah pemukiman atau aktifitas manusia lainnya. Karena itu sudah selayaknya sejak dari awal izin tidak diberikan untuk mengembangkan daerah tersebut. Begitu pula dengan pantai indah kapuk, daerah tersebut adalah daerah run off air menuju ke laut sehingga ketika dibangun, maka air terhambat menuju ke laut dan menggenangi sejumlah daerah di sekitarnya.
Banjir sebagai solusi berarti melakukan zonasi daerah-daerah banjir di Jakarta. Zonasi dapat di bagi tiga (semakin tinggi zonasi semakin baik dalam pengelolaannya), zonasi pertama adalah daerah yang apabila hujan berlangsung dibawah 12 jam sudah terbenam hingga 1 meter. Zonasi kedua adalah daerah yang apabila hujan berlangsung antara 12 jam hingga 24 jam sudah terbenam hingga 1 meter. Dan zonasi ketiga adalah daerah yang apabila hujan berlangsung antara 24 jam hingga 36 jam sudah terbenam hingga 1 jam.
Perlakuan untuk Zonasi pertama adalah tidak layak dijadikan aktifitas manusia, dan lebih baik dijadikan daerah wisata air. Perlakuan untuk zonasi kedua adalah memperbanyak daerah resapan air, parkir air atau situ. Sedangkan perlakukan untuk zonasi ketiga adalah memperketat perizinan konversi lahan di daerah tersebut.
Banjir yang menggenangi jalan tol menuju bandara kemarin juga mengandung hikmah yang tidak sedikit. Kalau dulu menuju bandara dari tol ke tol ketika banjir kalangan menengah atas dapat melihat kehidupan di sekitar bandara yang masih memprihatinkan. Jalan tol adalah investasi yang padat modal, seringkali mengurangi mobilitas masyarakat di sekitarnya sehingga kalangan menengah atas dapat sedikit prihatin, karena kepentingan mereka ada segelintir orang yang termarjinalkan.
Tulisan ini hanya sekadar menggugah bahwa dibalik setiap kejadian ada nilai positifnya. Dan dengan nilai positif kita dapat mengembangkan ide-ide baru untuk mengatasi persoalan actual. Menutup diri dengan perubahan tidak akan menyelesaikan masalah, justru akan menambah rumit pemecahan masalah.