Definisi Banjir (flood):
• Kondisi debit pada saluran/sungai atau genangan yang melebihi kondisi normal yang umumnya terjadi.
• Luapan air dari sungai/saluran ke lahan yang biasanya kering
• Menurut Kamus International Commission on Irrigation and Drainage (ICID), banjir (flood) adalah: “A Relatively high flow or stage in a river , markedly higher than usual; also the inundation of low land which may result there from.
Banjir yang terus mengancam Jakarta setiap tahun bukan hanya disebabkan hujan lokal, tetapi bahkan lebih banyak karena banjir kiriman yang berasal dari luar wilayah DKI. Karena itu, strategi pembangunan pengendalian banjir saat ini harus direvisi ulang. Master Plan banjir tidak boleh diletakkan hanya menyangkut wilayah Jakarta saja, tetapi harus dirombak total menjadi master plan tata ruang megapolitan, yang melibatkan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, dan Cianjur. Dengan demikian tanggung jawab mengendalikan banjir tidak sepenuhnya diserahkan kepada pundak Pemerintah Provinsi DKI, tetapi juga menjadi tanggung jawab pemerintah pusat. Lantaran Jakarta tidak hanya sebagai ibu kota provinsi tetapi sebagai ibu kota negara dan pusat pemerintahan. Itu berarti Jakarta menjadi citra Indonesia secara keseluruhan.
Potensi rawan banjir di 62 titik di Jakarta di antaranya Duri Kosambi dan Rawa Buaya di Jakarta Barat. Keduanya merupakan daerah aliran Kali Angke. Di Jakarta Selatan, kawasan Cirendeu, Pondok Pinang, kompleks Departemen Luar Negeri, Cipulir, dan Sukabumi Utara merupakan daerah aliran Kali Pesanggrahan yang rawan mengalami banjir. Titik rawan banjir di daerah aliran Kali Krukut meliputi Pulo Raya, Mampang, Kebalen, dan Pejompongan. Untuk daerah aliran Kali Ciliwung, titik rawan banjir ada di Rawajati, Kalibata, Pengadegan, Kebon Baru, Bidara China, Kampung Melayu, Bukit Duri, dan Jati Pinggir. Adapun daerah aliran Kali Cipinang terdapat lokasi rentan banjir yakni di Kampung Rambutan, Kramat Jati, Halim Perdanakusuma, dan Cipinang Besar. Di daerah aliran Kali Sunter, titik rawan banjir hanya di Cipinang Melayu.
Paradigma pengendalian banjir berubah, yang sebelumnya adalah menjauhkan air dari manusia, sekarang menjauhkan manusia dari air (not to keep the water away from the people, but to keep people away from the water).
Paradigma tersebut tercermin melalui kegiatan-kegiatan yang sifatnya pengaturan dan antisipatif dengan kaidah-kaidah analisis menajemen resiko (risk assessment and management). Pada prinsipnya sungai harus dikembalikan kepada fungsi alaminya sebagai tempat mengalirnya air, sedimen, dan nutrien. Mitigasi banjir sekarang bertumpu pada dua kegiatan utama yaitu pengaturan dataran banjir dan pemberitaan dini akan bahaya banjir.
Paradigma di atas dapat dirangkai dengan kata-kata sederhana “menjauhkan manusia dari segala pengaruh banjir dan agar sungai dapat menjalankan peran ekologisnya.” Cara penerapanannya tentu dapat bermacam-macam, antara lain memberi peluang air tidak menimbulkan bahaya dan kerugian pada flood plain, atau suatu sarana mirip retention basin dengan pertimbangan –pertimbangan yang didasarkan pada manajemen resiko.
a. Memberikan perhatian khusus terhadap sistem drainase kota secara terintegrasi dan sistematif (selama ini hanya tambal sulam)
Revitalisasi sistem drainase yang dilakukan di Jakarta tidak berdasarkan analisis perkembangan kawasan dan hanya merupakan jalan keluar sesaat dari bahaya banjir. Pembuatan saluran baru dan bukan merevitalisasi yang sudah ada adalah bukti program antisipasi banjir yang tanpa rencana matang. Pembangunan gorong-gorong hanya untuk mengenyahkan genangan di titik-titik tertentu, khususnya jalan-jalan utama. Namun tidak dilihat potensi perubahan kawasan yang berdampak pada banyaknya air yang harus dilayani pembuangannya oleh sistem drainase di lokasi itu
Seharusnya saat akan membenahi gorong-gorong, ada analisis kawasan sehingga ketika drainase dibangun, fasilitas pendukung lain juga disediakan, seperti sumur resapan dan ruang terbuka hijau. Dengan demikian, air tidak serta-merta dialirkan ke sungai, melainkan selama mungkin bisa ditahan di daratan. Hal ini dapat menjaga ketersediaan air bersih saat kemarau.
Pengertian tentang drainase kota pada dasarnya telah diatur dalam SK menteriPU 239 tahun 1987. Menurut SK tersebut, yang dimaksud drainase kota adalah: “Jaringan pembuangan air yang berfungsi mengeringkan bagian-bagian wilayah administrasi kota dan daerah urban dari genangan air, baik dari hujan lokal maupun luapan sungai yang melintas di dalam kota”.
Drainase adalah prasarana yang berfungsi mengalirkan air permukaan ke badan air atau ke bangunan resapan buatan.
Drainase berwawasan lingkungan adalah:
pengelolaan drainase yang tidak menimbulkan dampak yangmerugikan bagi lingkungan.
Terdapat dua pola pengelolaan:
Drainase perkotaan adalah sistem drainase dalam wilayah administrasi kota dan daerah perkotaan (urban) yang berfungsi untuk mengendalikan atau mengeringkan kelebihan air permukaan di daerah permukiman yang berasal dari hujan lokal, sehingga tidak mengganggu masyarakat dan dapat memberikan manfaat bagi kehidupan manusia.
Pengendali banjir adalah bangunan untuk mengendalikan tinggi muka air agar tidak terjadi limpasan atau genangan yang menimbulkan kerugian.
Badan penerima air adalah sungai, danau, atau laut yang menerima aliran dari sistem drainase perkotaan
Fungsi Drainase Perkotaan Secara Umum:
• Mengeringkan bagian wilayah kota dari genangan sehingga tidak menimbulkan dampak negatif.
• Mengalirkan air permukaan ke badan air penerima terdekat secepatnya.
• Mengendalikan kelebihan air permukaan yang dapat dimanfaatkan untuk persediaan air dan kehidupan akuatik.
• Meresapkan air pemukaan untuk menjaga kelestarian air tanah (konservasi air)
.
• Melindungi prasarana dan sarana yang sudah terbangun.
• Mengendalikan kelebihan air permukaan yang dapat dimanfaatkan untuk persediaan air dan kehidupan akuatik.
• Meresapkan air pemukaan untuk menjaga kelestarian air tanah (konservasi air).
• Melindungi prasarana dan sarana yang sudah terbangun.
Berdasarkan fungsi layanan :
a. Sistem Drainase Lokal
Yang termasuk sistem drainase lokal adalah saluran awal yang melayani suatu kawasan kota tertentu seperti komplek permukiman, areal pasar, perkantoran, areal industri dan komersial. Sistem ini melayani areal kurang dari 10 ha. Pengelolaan sistem drainase lokal menjadi tanggung jawab masyarakat, pengembang atau instansi lainnya.
b. Sistem drainase utama :
Yang termasuk dalam sistem drainase utama adalah saluran drainase primer, sekunder, tersier beserta bangunan pelengkapnya yang melayani kepentingan sebagian besar warga masyarakat. Pengelolaan system drainase utama merupakan tanggung jawab pemerintah kota.
c.Pengendalian banjir (flood control)
Sungai yang melalui wilayah kota yang berfungsi mengendalikan air sungai, sehingga tidak mengganggu dan dapat memberi manfaat bagi kehidupan masyarakat. Pengelolaan pengendalian menjadi tanggung jawab Direktorat Jenderal SDA
Strategi Pengembangan Drainase Terpadu:
1. Penyiapan Rencana Induk Sistem Drainase yang terpadu antara sistem Drainase utama, lokal dengan pengaturan dan pengelolaan sungai.
2. Mengembangkan sitem drainase yang berwawasan lingkungan
3. Mengoptimalkan Sistem yang ada, rehabilitasi/pemeliharaan, pengembangan dan pembangunan baru.
4. Optimalisasi prasarana dan sarana sistem drainase yang ada perlu mendapat prioritas dan dukungan dari seluruh pemangku kepentingan (stake holders)
5. Mengembangkan peningkatan peran masyarakat. Upaya menyadarkan dan mendorong masyarakat dalam memelihara dan membersihkan lingkungan yang meliputi: operasi dan pemeliharaan saluran drainase, serta konservasi sumber daya air
6. Peningkatan koordinasi antar instansi. Lemahnya koordinasi antar dinas salah satu penyebab menurunnya fungsi drainase yang ada.
Sasaran Kebijakan
• Terbebasnya saluran drainase dari sampah (mengembalikan fungsi)
• Berkurangnya wilayah genangan permanen dan temporer dari 62 titik menjadi 0 titik
• Tercapainya kualitas pelayanan yang sesuai atau melampaui standar pelayanan