Undang-undang No 16 tahun 2006 tentang Sistem penyuluhan pertanian, Perikanan dan Kehutanan menyebutkan bahwa penyuluhan merupakan bagian dari upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan memajukan kesejahteraan umum dan pemerintah berkewajiban untuk menyelenggarakannya. Penyuluhan sebagai proses pendidikan nonformal, bertujuan mengarahkan perubahan ke arah perubahan yang terencana.
Efektifitas kinerja penyuluh ditentukan oleh kesesuaian pelaksanaan job description atau pelaksanaan dari uraian tugas yang menjadi tanggungjawab penyuluh dalam posisi jabatannya. Berdasarkan hasil analisis pekerjaan, setiap penyuluh dibebani tanggungjawab untuk melaksanakan uraian tugas pada posisi jabatan sebagai pejabat fungsional dan pelaksana lapangan penyuluhan pertanian. Hasil kerjanya tersebut harus dipertanggungiawabkan sebagai perwujudan akuntabilitasnya kepada organisasi yang menugaskannya, maupun kepada masyarakat tani sebagai ‘klien’ yang dilayaninya.
Efektifitas kinerja penyuluh sejak proses perencanaan, pengembangan program, pelaksanaan hingga proses pelaporan dan evaluasi berimplikasi pada proses pembelajaran masyarakat tani. Efektifitas kinerja penyuluh dalam perencanaan dan pengembangan program bukanlah sekedar hasil dalam bentuk program penyuluhan dan rencana kegiatan, melainkan prosesnya yang mencirikan proses pembelajaran bagi penyuluh maupun bagi masyarakat dan bagi aparat tidak kalah pentingnya. Sebagai agen perubahan (change agent) dalam pembangunan pertanian, penyuluh haruslah mampu belajar untuk mendorong masyarakat menemukenali kebutuhan mereka sendiri untuk berubah kearah yang lebih baik.
Hal ini dilakukan penyuluh dalam proses analisis potensi wilayah dan analisis kebutuhan (need assessment) dengan melibatkan masyarakat serta aparat pemerintahan. Indikator efektifitas kinerja dalam proses perencanaan yaitu adanya programa penyuluhan, rencana kegiatan, proses analisis potensi dan kebutuhan serta pelibatan tokoh-tokoh masyarakat haruslah terukur dan mudah untuk diukur.
Berdasarkan hasil perencanaan dan dokumen pengembangan program, penyuluh melaksanakan kegiatan penyuluhan yang menqandung pembelajaran bagi petani untuk mampu memecahkan masalah. Proses belajar penyuluh haruslah mampu menyediakan materi, menerapkan metode penyuluhan serta alat bantu belajar yang sesuai dengan kebutuhan dan sesuai dengan ketersediaan sarana, alat dan bahan. Disinilah kreativitas, komitmen dan dedikasi penyuluh dipertaruhkan, kreatif dalam segala keterbatasan namun tetap persisten dan konsisten untuk mencapai tujuan.
Ketika semua kegiatan sudah terlaksana dalan setiap periode selalu ada jeda dimana penyuluh mempertanyakan apakah semua program efektif dalam mencapai tujuan, bagaimana respon masyarakai binaannya, bagaimana kontribusi pemerintah dan instansi terkait, lalu adakah yang masih perlu diperbaiki dan ditindak lanjuti. Saat itulah evaluasi dilakukan oleh penyuluh bersama-sama masyarakat. Pelaksanaan tugas penyuluh dalam proses evaluasi ini berwujud pelaporan yang mencerminkan apa yang terjadi dan berisi jawaban pertanyaan-pertanyaan diatas serta uraian bagaimana keberlanjutan kegiatan dalam mencapai tujuan pembelajaran bisa terjamin.
Pelaksanaan penyuluhan pendekatan kelompok seringkali lebih efektif daripada pendekatan individu. Pada pendekatan kelompok petani mendapat informasi bukan hanya dari penyuluh tapi juga belajar dari sesama rekan petani. Petani belajar bukan sekedar dari mendengarkan tetapi dari melihat dan juga melaksanakan dalam kehidupan yang nyata karena itulah efektifitas kinerja penyuluh dalam penumbuhkembangan kelompok tani bukanlah sekedar jumlah nama-nama kelompok, namun yang lebih penting adalah kegiatan dalam kelompok sebagai wahana belajar bagi petani, lebih jauh lagi sebagai wahana bertumbuh dan berkembangnya kelembagaan ekonomi pedesaan yang diawali dengan ciri keswadayaan dan keswakarsaan petani.
Kemampuan penyuluh untuk mewujudkan efektifitas kinerja dalam melaksanakan semua tugas tersebut dipengaruhi oleh banyak faktor, yakni faktor internal maupun factor eksternal. Faktor internal sebagai karakteristik penyuluh maupun latar belakang pendidikan dan pengalaman kerja yang membentuk perilakunya, juga factor eksternal lingkungan kerja yang mendorong atau menghambat mereka untuk bekerja prima.
Faktor kelembagaan penyuluhan, misalnya dapat menimbulkan perbedaan administrasi dan kebijakan antara satu wilayah dengan wilayah yang lainnya. Salah satu indikator perbedaan kebijakan nampak dari kelembagaan penyuluhan yang beragam. Sebagai contoh, di Kabupaten Bogor hanya ada enam wilayah pemerintahan lokal yang memiliki kantor penyuluhan yaitu Kabupaten Subang, Sukabumi, Garut, Tasikmalaya, Majalengka dan Indramayu dan 11 kabupaten tidak memiliki kelembagaan kantor penyuluhan melainkan merupakan bagian atau sub bagian pada dinas-dinas teknis di Kabupaten yaitu kabupaten Bekasi, Karawang, Purwakarta, cianjur, Bogor, Bandung, Bandung Barat, Sumedang, Ciamis. Cirebon dan Kuningan.
Penjelasan di atas menunjukkan, betapa pentingnya pemahaman akan faktor-faktor yang berpengaruh pada efektifitas kinerja penyuluh disamping menemukenali komponen penting pembentuk efektifitas kinerja. Atas dasar itu, penelitian ini difokuskan untuk menemukan komponen efektifitas kinerja yang paling penting dan komponen efektifitas kinerja penyuluh yang masih sangat lemah pelaksanaannya di Jawa Barat. Hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan kontribusi bagi pengembangan indikator efektifitas kinerja penyuluh
. Berdasarkan paparan diatas, maka dalam rangka mempertahankan swasembada pangan, penyuluh memegang peranan penting khususnya efektifitas kerjanya. Karena itu penelitian mengenai efektifitas penyuluh perlu dilakukan untuk mengetahui tingkat keberhasilan penyuluhan.