PertanianUncategorized

Strategi Peningkatan Daya Daing Hortikultura…(2)

Landasan Teoritis
2.1.1 Teori Daya Saing
Berkaitan dengan daya saing suatu komoditas, pola perdagangan sekarang ini tidak serta merta melihat pendekatan pasar sebagai dasar untuk melakukan strategi (market based strategy) di dalam melakukan perdagangan internasional. Tetapi yang lebih penting adalah pendekatan yang disebut dengan resource based strategy dimana faktor sumber daya menjadi lebih penting. Karena itu, Huseini (2000) mengungkapkan perlunya mengkaji ulang strategi pemasaran internasional di Indonesia.

2.1.2. Daya Saing Hortikultura
Daya saing hortikultura dapat diukur dengan menggunakan pendekatan keunggulan komparatif dan kompetitif. Keunggulan komparatif merupakan suatu konsep yang dikembangkan oleh David Ricardo untuk menjelaskan efisiensi alokasi sumberdaya di suatu negara dalam sistem ekonomi yang terbuka. Hukum keunggulan komparatif dari Ricardo menyatakan bahwa sekalipun suatu negara tidak memiliki keunggulan absolut dalam memproduksi dua jenis komoditas jika dibandingkan negara lain, namun perdagangan yang saling menguntungkan masih bisa berlangsung, selama rasio harga antar negara masih berbeda jika dibandingkan tidak ada perdagangan.
Produksi hortikultura selama lima tahun terakhir di Indonesia, umumnya cenderung meningkat, walau ada beberapa jenis yang produksinya berfluktuasi seperti jeruk, salak, sawo, mangga, kubis, labu dan bawang merah sesuai dengan kondisi iklim dan siklus produksi. Namun ada beberapa jenis produksi hortikultura di Indonesia masih relatif rendah, sehingga belum mampu memenuhi permintaan pasar domestik (di samping terjadi pergeseran selera konsumen dan peningkatan pendapatan), sehingga harus mengimpor jenis hortikultura tersebut.
Produk agribisnis hortikultura buah-buahan yang sementara ini dominan diekspor, yaitu alpukat, mangga, manggis, pepaya, durian, langsat, pisang segar dan rambutan, yang volume ekspornya relatif berfluktuasi selama enam tahun terakhir. Indonesia juga mengimpor beberapa jenis produk hortikultura buah-buahan, yaitu kurma kering, jeruk segar, anggur segar, apel segar, pir dan mandarin segar. Neraca perdagangan hortikultura Indonesia setiap tahun mengalami defisit, yang ditandai oleh nilai impor yang selalu lebih besar daripada nilai ekspor. Dalam jangka panjang kondisi ini tidak menguntungkan, karena akan menguras devisa yang semakin terbatas (prioritas untuk mencicil utang), dan juga berarti menelantarkan keunggulan komparatif yang dimiliki yakni sumberdaya alam dan iklim. Sangat disayangkan jika sebagai sebuah negara yang memiliki potensi untuk mengembangkan produk-produk agribisnis primer dan olahan harus mengimpor terus, yang tentunya dapat menguras devisa negara.

2.1.6. . Agribisnis
Definisi agribisnis secara operasional adalah keseluruhan kegiatan produksi dan distribusi sarana produksi usaha tani, kegiatan produksi usaha tani (pertanian primer), kegiatan penyimpanan, pengolahan dan distribusi komoditas pertanian dan seluruh produksi olahan dari komoditas pertanian (Davis dan Goldberg dalam Saragih, 1998).
Dalam konsep pembangunan ekonomi, sektor agribisnis dibagi menjadi empat sektor yaitu subsektor agribisnis hulu (up-stream agribusiness) yakni seluruh kegiatan ekonomi yang menghasilkan sarana produksi pertanian primer beserta kegiatan perdagangan/distribusi, yang termasuk ke dalam subsektor ini adalah industri agro-otomotif (mesin dan peralatan pertanian), industri agro-kimia (pupuk, pestisida dan lain-lain) dan industri pembibitan/pembenihan. Kedua adalah subsektor agribisnis usaha tani (on farm agribusiness) atau pertanian primer, yaitu kegiatan yang menggunakan sarana produksi yang dihasilkan dari subsektor agribisnis hulu untuk menghasilkan komoditas primer. Ketiga adalah subsektor agribisnis hilir (down-stream agribusiness), yaitu kegiatan ekonomi yang mengolah komoditas pertanian primer menjadi produk olahan baik dalam bentuk antara (intermediate product) maupun dalam bentuk produk akhir (finished product) beserta kegiatan perdagangan/distribusinya. Keempat adalah subsektor jasa layanan pendukung seperti lembaga keuangan dan pembiayaan, transportasi, penyuluhan dan layanan informasi agribisnis, penelitian dan pengembangan, kebijakan pemerintah, asuransi agribisnis dan lain-lain (Dermoredjo, 2003).
Menurut Saliem (2002) bahwa pengembangan agribisnis bertujuan untuk mempercepat laju pertumbuhan ekonomi dan tercapainya pemerataan dalam mewujudkan stabilitas pembangunan. Beberapa komoditas agribisnis yang dapat dijadikan basis sumber pertumbuhan ekonomi pada pertanian tanaman pangan yaitu komoditas buah-buahan, sayur-sayuran, bunga dan tanaman hias, sedangkan komoditas agribisnis yang dapat dijadikan basis sumber pemerataan ekonomi pada pertanian tanaman pangan adalah komoditas palawija yang terdiri dari jagung, ubi kayu, kedelai dan kacang tanah.

2.1.6 Permasalahan Agribisnis
Kendala umum yang dijumpai dalam pengembangan agribisnis di Indonesia adalah kendala substansi dan kendala organisasi/kelembagaan. Kendala substansi terdiri dari :
1. Tersebarnya hamparan lahan usaha tani pada banyak pulau, sehingga penyebaran informasi sulit dilakukan.
2. Terbatasnya diversifikasi produk-produk agribisnis dan agroindustri, sehingga kurang mampu memenuhi pasar domestic dan pasar ekspor.
3. Kualitas beberapa produk mentah agribisnis dan agroindustri kurang mampu menyesuaikan dengan tuntutan pasar domestic dan internasional, sehingga banyak klaim yang dilakukan pembeli luar negeri berkenaan dengan kasus kontaminasi fisik-kimia dan mikrobiologi.
4. Kelangkaan kualitas sumberdaya manusia yang memiliki kemampuan memadai dalam manajemen agribisnis, teknologi pengolahan, serta pengetahuan manajemen mutu.
5. Belum maksimalnya dukungan pihak perbankan terhadap pengembangan agribisnis, baik dari aspek permodalan maupun suku bunga.
6. Kurangnya kegiatan dan pengetahuan untuk menyiasati pasar (market intelligence)
7. Kurangnya upaya promosi pasar di luar negeri
Kendala organisasi atau kelembagaan, meliputi :
1. Belum berkembangnya lembaga pemasaran domestic maupun ekspor
2. Informasi pasar kepada petani secara asimetri akibat belum berfungsinya lembaga-lembaga pemasaran.
3. Upaya koordinasi intensif dalam membangun system informasi terpadu belum banyak dilakukan.
4. Iklim persaingan belum berkembang secara baik.
5. Lemahnya manajemen pemasaran terutama di daerah pedesaan.
6. Kurangnya asosiasi-asosiasi untuk setiap jenis komoditas.
7. Isu-isu perdagangan internasional terhadap produk-produk agroindustri tropic kurang menguntungkan, sehingga banyak negara pembeli memberlakukan non tariff barrier dan tariff escalation bagi agroindustri.

Show More

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Back to top button