Sosial

KURBAN DAN KEMISKINAN

Pelaksanaan kurban memiliki makna lain selain berkorban. Berkurban sendiri telah dilakukan sejak zaman Nabi Adam ketika Habil dan Qabil diminta untuk mempersembahkan hasil ternaknya kepada Allah sebagai wujud rasa syukurnya atas nikmat yang diberikan Allah. Ditinjau dari sisi ekonomi, kurban dapat mengurangi kesenjangan social diantara masyarakat. Tulisan ini akan memaparkan kurban ditinjau dari sisi input, proses dan konsumsi.

Fenomena terserapnya sumber daya baik manusia maupun dana ke kota terjadi secara alamiah di berbagai kota diseluruh dunia. Hal tersebut dinamakan Trickle Down Effect. Kota menjadi pusat segalanya baik keuangan, pemasaran, produk dan jasa, sedangkan desa hanya tempat memproduksi pertanian dan peternakan. Untuk mengurangi kesenjangan antara desa dan kota maka perlu ada aliran modal dari kota ke desa. Di Indonesia ada dua peristiwa dimana uang mengalir ke desa, yakni saat mudik dan kurban. Namun dari dua fenomena tersebut yang paling memberdayakan warga desa adalah ketika berkurban.

Hewan kurban biasanya berada di desa. Hewan kurban berupa kambing biasanya merupakan investasi jangka pendek, sedangkan sapi merupakan investasi jangka panjang. Kambing yang terjual digunakan untuk membayar uang sekolah, membeli perabotan rumah tangga, dan sebagainya, sedangkan sapi merupakan tabungan mereka baik untuk naik haji, memperbaiki rumah, dsbnya. Memelihara ternak seperti sapi dan kambing tidak membutuhkan skill yang tinggi, bahan pendukung impor-cukup rumput-rumputan saja, dan dapat dikerjakan sambil menyambi dengan pekerjaan lain. Secara ekonomis memelihara hewan qurban efisien dan efektif

Ketika hewan kurban terjual, manfaatnya selain dirasakan warga desa juga untuk memberdayakan ekonomi desa. Bayangkan apabila ada 0,5% saja penduduk Indonesia yang Islam berkurban sapi (1 juta Sapi) dan 2% penduduk Islam yang berkurban kambing (4 juta kambing) dengan perkiraan kasar harga Sapi di desa Rp 3 juta dan kambing di desa Rp 500 ribu, maka uang yang mengalir ke desa total Rp 5 triliun. Jumlah yang tidak sedikit untuk suatu investasi ke pedesaan. Namun sayangnya sampai saat ini belum ada data akurat mengenai jumlah orang berkurban tiap tahun di Indonesia, perkiraan diatas adalah perkiraan minimal jika jumlah orang yang berkurban 5 juta orang dari 240 juta penduduk Indonesia.

Memelihara hewan ternak dapat dijadikan salah satu solusi pemberantasan kemiskinan di pedesaan. Hasil penelitian Departemen Pertanian pada tahun 2000 menunjukkan bahwa 88 persen rumah tangga petani hanya menguasai lahan sawah kurang dari 0,5 ha. Dengan luas lahan ini, petani hanya mendapatkan keuntungan semusim berkisar antara Rp 325.000 hingga Rp 543.000, atau hanya Rp 81.250 hingga Rp 135.000 per bulan. Jika setiap rumah tangga petani memiliki anggota keluarga lima orang, maka pendapatan per kapita komunitas petani hanya sekitar Rp 25.000 per bulan atau setara dengan Rp 300.000 per tahun (pendapatan ini bahkan lebih rendah dari tingkat upah minimum per bulan yang diterima oleh tenaga kerja di sektor formal). Dengan memelihara ternak minimal 3 ekor sapi atau 20 ekor kambing setiap tahun, maka kesejahteraan petani akan meningkat, karena akan meningkatkan pendapatan petani sebulan minimal Rp 750 ribu.

Kalau masyarakat desa, diberikan tambahan penghasilan dengan memelihara hewan ternak, maka permodalan akan menjadi factor penghambat. Muhammad Yunus bercerita bagaimana ia merintis Grameen Bank, semua bankir mencemooh dan tidak percaya bahwa orang miskin punya kemampuan mengembalikan kredit yang diberikan kepada mereka. Ketika ternyata nasabah yang notabenya kebanyakannya orang miskin mampu mengembalikan modal beserta bagi hasilnya kepada Grameen Bank, maka seharusnya modal menjadi bagian dari hak asasi manusia. Karena pada hakikatnya setiap manusia dilahirkan memiliki potensi yang sama namun kemampuan untuk mengakses sumber daya alam saja yang membedakan mereka. Apabila kita ingin mengentaskan kemiskinan di pedesaan, maka memelihara hewan ternak dapat menjadi salah satu alternative dengan didukung oleh sistem permodalan grameen bank.

Namun yang perlu diantisipasi adalah perilaku masyarakat petani yang konsumtif. Menurut Rogers (1969) dari berbagai sumber hasil penelitian antropologi, salah satu ciri masyarakat petani adalah kurang dapat menahan diri dalam memenuhi nafsu, khususnya nafsu konsumtif. Sehingga kalau mendapat penghasilan yang besar atau mendapat kucuran kredt, uangnya segera dibelikan untuk keperluan konsumtif yang selama ini diidamkan, seperti membeli sepeda motor, memperbaiki rumah, membeli baju baru dan sebagainya. Menabung tidak menjadi bagian dari pola perilaku peisan tradisional, kecuali menyimpan dalam bentuk perhiasan yang lebih berfungsi sebagai lambang prestise daripada usaha untuk menabung. Untuk mengantisipasi hal tersebut sector permodalan yang bertanggungjawab memberikan kredit juga memberikan pengarahan pentingnya investasi jangka panjang untuk kesejahteraan mereka.

Proses kurban dapat meningkatkan interaksi positif antara warga kota dan desa atau antara orang kaya dan miskin atau antara orang kompleks dan kampung. Rutinitas pekerjaan membuat sebagian orang jarang bersosialisasi dengan tetangga atau masalah disekitarnya. Bertemunya antar warga ketika sholat idul adha, menyembelih kurban, dan membagikan daging kurban dapat meningkatkan interaksi antar berbagai kelas social di masyarakat. Berkorban bukan tradisi rutinitas biasa tanpa makna, sebaiknya hari raya kurban dijadikan modal awal untuk membentuk wadah kesatuan antar warga yang dapat memperkuat ketahanan nasional.

Proses kurban adalah bentuk partisipasi masyarkat dalam pembangunan. Menurut Santoso. S.Hamidjojo (1991) bahwa bentuk atau jenis partispasi dalam pelaksanaan pembangunan antara lain sebagai berikut: Partisipasi ide/gagasan yaitu kemampuan untuk menambah pengetahuan dan pengalaman untuk mencapai mufakat atau berbagai masalah melalui musyawarah; Partisipasi keterampilan yaitu kemampuan masyarakat untuk mengarahkan keterampilan dalam memanfaatkan sumber kekayaan alam dan nilai sosial bagi industry, pariwisata, budaya dan lain-lain; Partisipasi tenaga yaitu kemampuan masyarakat untuk sumbangan tenaga, Partisipasi harta benda yaitu kemampuan masyarakat untuk menyumbangkan harta bendanya terhadap usaha-usaha yang dirasakan masyarakat akan meringankan beban hidup bersama dan sesamanya; Partisipasi uang yaitu kemampuan masyarakat untuk memberikan swadaya gotong-royong berupa uang dalam pelaksanaan proyek-proyek pembangunan. Seluruh masyarakat yang terlibat dalam pelaksanaan kurban berpartisipasi dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat baik itu menyumbang tenaga, uang, harta benda, waktu, ide dan sebagainya

Sedangkan ditinjau dari segi konsumsi, berkurban dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Ketika krisis ekonomi masih berlangsung, pertumbuhan ekonomi di Indonesia di topang oleh angka konsumsi. Perusahaan-perusahaan besar yang mengandalkan sumber daya impor jatuh terkapar, unit usaha kecil yang tidak membutuhkan bahan mentah atau bahan baku impor dan permodalan mandiri tetap bertahan. Usaha memelihara ternak kurban merupakan usaha rakyat yang kemungkinan kecil terkena imbas krisis ekonomi, memiliki pangsa pasar jelas, dan tidak membutuhkan bahan baku impor.

Satu hal lagi yang cukup penting yaitu distribusi hewan kurban. Bagi orang kota, memakan daging bukanlah suatu hal yang istimewa, paling tidak dapat makan daging 1x seminggu baik itu berbentuk bakso atau daging olahan lain. Sedangkan bagi masyarakat desa memakan daging hanya pada hari-hari istimewa misalnya pesta rakyat, hajatan, dan idul Adha. Bagi orang kota, memakan daging khususnya kambing kebanyakan dapat meningkatkan tekanan darah, karena input yang masuk melebihi output, sedangkan bagi orang desa memakan daging akan meningkatkan kadar gizi mereka. Karena itu sepatutnya ada lembaga yang mengatur kapasitas maksimal konsumsi daging kurban di perkotaan dan kelebihannya disalurkan ke pedesaan. Sehingga hakikatnya kurban dari warga desa oleh warga kota dan untuk seluruh warga.

Berkurban hukumnya sunnah namun Rasulullah meminta kepada orang kaya yang tidak berkorban agar tidak mendekati masjid-masijd. Hakikat anjuran tersebut agar kita sebagai hamba yang diberikan nikmat pada Allah, ikut juga memberikan sebagian rezeki yang diberikan Allah kepada kaum dhuafa.

Show More

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Back to top button